Waspadai Lonjakan Pengangguran
A
A
A
JAKARTA - Perlambatan ekonomi nasional yang terus terjadi akan berdampak terhadap penyerapan tenaga kerja. Pemerintah diminta mewaspadai kemungkinan lonjakan pengangguran.
Sejumlah kalangan juga mengingatkan bahwa gelombang panas El Nino bisa memperparah kondisi perekonomian bila tak diantisipasi dengan baik. Ekonom Universitas Indonesia (UI) Lana Soelistianingsih mengatakan, gelombang panas El Nino bisa memukul sektor pertanian yang mengakibatkan para buruh kehilangan pekerjaan.
”Biasanya buruh paruh waktu di kota akan pulang ke desa di masa tanam. Namun El Nino tampaknya akan memaksa mereka kehilangan pekerjaan dan pengangguran akan semakin parah,” ujar Lana saat dihubungi di Jakarta kemarin. Pada saat bersamaan, perlambatan ekonomi menekan sektorsektor strategis yang mampu menyerap tenaga kerja.
Sektor dimaksud antara lain manufaktur dan konstruksi yang melemah akibat daya beli masyarakat terkikis. ”Seharusnya sektor swasta dapat mendorong daya beli. Namun sayangnya juga sedang lesu, sedangkan pemerintah masih berkutat dengan masalahnya sendiri. Terlebih belum adanya jaminan keamanan bagi menteri yang ingin agresif mencairkan anggaran,” ujarnya.
Kinerja perekonomian nasional pada kuartal II/2015 mengecewakan. Badan Pusat Statistik (BPS) merilis pertumbuhan ekonomi pada kuartal II/2015 hanya sebesar 4,67% atau melambat dibandingkan kuartal sebelumnya yang sebesar 4,72%. Angka tersebut tercatat sebagai yang terendah dalam kurun waktu enam tahun terakhir.
Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Franciscus Welirang mengatakan, pemerintah harus mewaspadai perlambatan ekonomi lantaran berdampak pada sektor ketenagakerjaan. Bila pengangguran terus bertambah, daya beli masyarakat akan melemah. ”Kalau pertumbuhan ekonomi di bawah 5% itu (tantangan) adalah pengangguran. Setiap melambat 1%, pengangguran akan bertambah,” ujarnya.
Dia berharap kondisi perekonomian akan lebih baik pada kuartal III dan IV. Pemerintah harus bisa memastikan proyek-proyek infrastruktur bisa berjalan. ”Kalau pihak swasta akan berjalan terus walau dengan kesulitan,” ujarnya.
Ketua Umum Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) Bahlil Lahadalia sependapat bahwa kondisi ekonomi global yang lesu menjadi salah satu faktor melambatnya ekonomi Indonesia. Namun dia mengingatkan pemerintah untuk tidak selalu berlindung di balik alasan situasi global. ”Kita di dalam negeri sendiri tidak maksimum memperbaiki kinerja-kinerja kita untuk mendongkrak ekonomi. Salah satunya penyerapan anggaran kita rendah sekali,” ujarnya.
Sebagai negara besar dengan populasi besar, menurut dia, sudah saatnya Indonesia berpikir untuk tidak menggantungkan ekonomi ke pihak lain. Indonesia punya dua keuntungan, yaitu sumber daya yang kaya dan pasar yang besar. Sayangnya, menurut dia, hilirisasi belum optimal. ”Harus dibuat kebijakan pemerintah dan regulasi perbankan agar membiayai kegiatan hilirisasi yang bisa meningkatkan nilai tambah di dalam negeri dan juga dukungan infrastruktur,” katanya.
Wakil Presiden (Wapres) Jusuf Kalla mengatakan pelambatan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal II 2015 diakibatkan faktor eksternal. ”Suasana ekonomi dunia memang melemah. Dengan segala upaya kita masih beruntung dibandingkan banyak negara yang tidak bisa mencapai angka itu,” katanya.
Menurut Kalla, Indonesia perlu meningkatkan produktivitas, investasi, serta anggaran untuk pembangunan sehingga memberikan dampak yang positifbagi pertumbuhan ekonomi. Proyek-proyek pemerintah dipercepat dan lebih diefektifkan. ”Penanaman modal juga kita lebih cepat, kemudian pemakaian hasil-hasil industri lokal untuk pemerintah diefektifkan. Juga tentu ekspor kita dorong untuk banyak pasar-pasar lain,” paparnya.
Selain itu Wapres mendorong kinerja kementerian di bidang perekonomian untuk bekerja lebih maksimal melalui perencanaan dan koordinasi yang lebih baik. ”Jadi kalau faktor eksternal itu, siapa pun menteri ekonominya tidak banyak (pengaruh). Tapi memang perlu perbaikan kinerja pasti itu,” ujar Kalla.
Kinerja Tertekan
Sementara itu, perlambatan ekonomi telah menekan kinerja industri di berbagai sektor. Ketua Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman (Gapmmi) Adhi Lukman mengatakan, di tengah perlambatan ekonomi, industri makan dan minuman berupaya melakukan efisiensi seperti pengurangan produksi.
”Pengurangan produksi disesuaikan dengan permintaan. Memang setelah Lebaran ini agak lesu jadi kita sesuaikan saja,” ujarnya. Adhi melanjutkan, industri makanan dan minuman tidak ada rencana untuk menaikkan harga di saat kondisi perekonomian di dalam negeri masih kurang baik.
Ini lantaran daya beli masyarakat yang terus melemah sehingga mereka akan terbebani bila harga produk makanan dan minuman dinaikkan. ”Otomatis kita harus cari alternatif lain untuk mengatasi kelesuan ini,” imbuhnya.
Di Kabupaten Bantul, DIY, perlambatan ekonomi mulai dirasakan para pelaku UMKM. Mebel dan kerajinan menjadi sektor yang paling merasakan dampak perlambatan ekonomi ini. Omzet mebel dan kerajinan di wilayah ini sudah mengalami penurunan.
Ketua Asosiasi Pengusaha Mebel dan Kerajinan Indonesia (Asmindo) DIY Timboel Rahardjo mengakui perlambatan ekonomi membuat para pengusaha mebel dan kerajinan terpukul. Sejak beberapa bulan ini, omset mereka turun hingga 20%. Beberapa pengusaha mebel dan kerajinan memang mulai melakukan pengurangan tenaga kerja.
Hanya saja, jumlah pastinya belum bisa diketahui lantaran belum terdata. Di Kulonprogo, DIY, sejumlah perajin batik ikut merasakan imbas melemahnya ekonomi nasional. Lantaran daya beli masyarakat mulai melemah, kini produksi batik turun hingga 40%. ”Kini pasar batik stagnan dan sepi,” ungkap Umbuk Haryanto, pemilik Farras Batik.
Perajin batik yang lain, Puryanto, mengatakan melemahnya pasar batik tidak hanya terjadi di Kulonprogo, tetapi juga di Bantul dan Pekalongan ataupun Solo. Sebelum lesu, setiap bulannya dia mampu memproduksi hingga 2.000 potong.
Namun saat ini hanya 1.000 potong saja, itu pun menyesuaikan pasar. ”Strategi pasar kita kembangkan dengan mencari pasar luar daerah lewat pameran,” ujarnya.
Inda susanti/Oktiani endarwati/Suharjono/Kunt adi/ Erfanto linangkung okezone /Hafidz fuad
Sejumlah kalangan juga mengingatkan bahwa gelombang panas El Nino bisa memperparah kondisi perekonomian bila tak diantisipasi dengan baik. Ekonom Universitas Indonesia (UI) Lana Soelistianingsih mengatakan, gelombang panas El Nino bisa memukul sektor pertanian yang mengakibatkan para buruh kehilangan pekerjaan.
”Biasanya buruh paruh waktu di kota akan pulang ke desa di masa tanam. Namun El Nino tampaknya akan memaksa mereka kehilangan pekerjaan dan pengangguran akan semakin parah,” ujar Lana saat dihubungi di Jakarta kemarin. Pada saat bersamaan, perlambatan ekonomi menekan sektorsektor strategis yang mampu menyerap tenaga kerja.
Sektor dimaksud antara lain manufaktur dan konstruksi yang melemah akibat daya beli masyarakat terkikis. ”Seharusnya sektor swasta dapat mendorong daya beli. Namun sayangnya juga sedang lesu, sedangkan pemerintah masih berkutat dengan masalahnya sendiri. Terlebih belum adanya jaminan keamanan bagi menteri yang ingin agresif mencairkan anggaran,” ujarnya.
Kinerja perekonomian nasional pada kuartal II/2015 mengecewakan. Badan Pusat Statistik (BPS) merilis pertumbuhan ekonomi pada kuartal II/2015 hanya sebesar 4,67% atau melambat dibandingkan kuartal sebelumnya yang sebesar 4,72%. Angka tersebut tercatat sebagai yang terendah dalam kurun waktu enam tahun terakhir.
Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Franciscus Welirang mengatakan, pemerintah harus mewaspadai perlambatan ekonomi lantaran berdampak pada sektor ketenagakerjaan. Bila pengangguran terus bertambah, daya beli masyarakat akan melemah. ”Kalau pertumbuhan ekonomi di bawah 5% itu (tantangan) adalah pengangguran. Setiap melambat 1%, pengangguran akan bertambah,” ujarnya.
Dia berharap kondisi perekonomian akan lebih baik pada kuartal III dan IV. Pemerintah harus bisa memastikan proyek-proyek infrastruktur bisa berjalan. ”Kalau pihak swasta akan berjalan terus walau dengan kesulitan,” ujarnya.
Ketua Umum Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) Bahlil Lahadalia sependapat bahwa kondisi ekonomi global yang lesu menjadi salah satu faktor melambatnya ekonomi Indonesia. Namun dia mengingatkan pemerintah untuk tidak selalu berlindung di balik alasan situasi global. ”Kita di dalam negeri sendiri tidak maksimum memperbaiki kinerja-kinerja kita untuk mendongkrak ekonomi. Salah satunya penyerapan anggaran kita rendah sekali,” ujarnya.
Sebagai negara besar dengan populasi besar, menurut dia, sudah saatnya Indonesia berpikir untuk tidak menggantungkan ekonomi ke pihak lain. Indonesia punya dua keuntungan, yaitu sumber daya yang kaya dan pasar yang besar. Sayangnya, menurut dia, hilirisasi belum optimal. ”Harus dibuat kebijakan pemerintah dan regulasi perbankan agar membiayai kegiatan hilirisasi yang bisa meningkatkan nilai tambah di dalam negeri dan juga dukungan infrastruktur,” katanya.
Wakil Presiden (Wapres) Jusuf Kalla mengatakan pelambatan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal II 2015 diakibatkan faktor eksternal. ”Suasana ekonomi dunia memang melemah. Dengan segala upaya kita masih beruntung dibandingkan banyak negara yang tidak bisa mencapai angka itu,” katanya.
Menurut Kalla, Indonesia perlu meningkatkan produktivitas, investasi, serta anggaran untuk pembangunan sehingga memberikan dampak yang positifbagi pertumbuhan ekonomi. Proyek-proyek pemerintah dipercepat dan lebih diefektifkan. ”Penanaman modal juga kita lebih cepat, kemudian pemakaian hasil-hasil industri lokal untuk pemerintah diefektifkan. Juga tentu ekspor kita dorong untuk banyak pasar-pasar lain,” paparnya.
Selain itu Wapres mendorong kinerja kementerian di bidang perekonomian untuk bekerja lebih maksimal melalui perencanaan dan koordinasi yang lebih baik. ”Jadi kalau faktor eksternal itu, siapa pun menteri ekonominya tidak banyak (pengaruh). Tapi memang perlu perbaikan kinerja pasti itu,” ujar Kalla.
Kinerja Tertekan
Sementara itu, perlambatan ekonomi telah menekan kinerja industri di berbagai sektor. Ketua Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman (Gapmmi) Adhi Lukman mengatakan, di tengah perlambatan ekonomi, industri makan dan minuman berupaya melakukan efisiensi seperti pengurangan produksi.
”Pengurangan produksi disesuaikan dengan permintaan. Memang setelah Lebaran ini agak lesu jadi kita sesuaikan saja,” ujarnya. Adhi melanjutkan, industri makanan dan minuman tidak ada rencana untuk menaikkan harga di saat kondisi perekonomian di dalam negeri masih kurang baik.
Ini lantaran daya beli masyarakat yang terus melemah sehingga mereka akan terbebani bila harga produk makanan dan minuman dinaikkan. ”Otomatis kita harus cari alternatif lain untuk mengatasi kelesuan ini,” imbuhnya.
Di Kabupaten Bantul, DIY, perlambatan ekonomi mulai dirasakan para pelaku UMKM. Mebel dan kerajinan menjadi sektor yang paling merasakan dampak perlambatan ekonomi ini. Omzet mebel dan kerajinan di wilayah ini sudah mengalami penurunan.
Ketua Asosiasi Pengusaha Mebel dan Kerajinan Indonesia (Asmindo) DIY Timboel Rahardjo mengakui perlambatan ekonomi membuat para pengusaha mebel dan kerajinan terpukul. Sejak beberapa bulan ini, omset mereka turun hingga 20%. Beberapa pengusaha mebel dan kerajinan memang mulai melakukan pengurangan tenaga kerja.
Hanya saja, jumlah pastinya belum bisa diketahui lantaran belum terdata. Di Kulonprogo, DIY, sejumlah perajin batik ikut merasakan imbas melemahnya ekonomi nasional. Lantaran daya beli masyarakat mulai melemah, kini produksi batik turun hingga 40%. ”Kini pasar batik stagnan dan sepi,” ungkap Umbuk Haryanto, pemilik Farras Batik.
Perajin batik yang lain, Puryanto, mengatakan melemahnya pasar batik tidak hanya terjadi di Kulonprogo, tetapi juga di Bantul dan Pekalongan ataupun Solo. Sebelum lesu, setiap bulannya dia mampu memproduksi hingga 2.000 potong.
Namun saat ini hanya 1.000 potong saja, itu pun menyesuaikan pasar. ”Strategi pasar kita kembangkan dengan mencari pasar luar daerah lewat pameran,” ujarnya.
Inda susanti/Oktiani endarwati/Suharjono/Kunt adi/ Erfanto linangkung okezone /Hafidz fuad
(ftr)