MA Minta KY Tak Campuri Teknis Yudisial
A
A
A
JAKARTA - Mahkamah Agung (MA) menyatakan keharmonisan dengan Komisi Yudisial (KY) hanya bisa terwujud bila ranah teknis yudisial tidak dicampuri selama menegakkan kode etik dan pedoman perilaku hakim.
Dalam Undang-Undang MA sudah dinyatakan ranah teknis yudisial adalah kewenangan MA dan itu berhubungan dengan independensi hakim. ”Satu hal yang perlu saya ingatkan, Komisi Yudisial jangan sekali-sekali memasuki ranah teknis yang bersifat teknis yudisial. Kalau itu yang dimasuki, sampai kapan pun tidak akan terjadi keharmonisan antara KY dan MA,” tandas Ketua MA Hatta Ali seusai mengambil sumpah enam hakim agung di Gedung Sekretariat MA, Jakarta, kemarin.
Menurut dia, pasang-surut hubungan MA-KY selama ini merupakan hal yang wajar. Namun, di balik itu semua, kerja sama MA dan KY dalam menindak para hakim yang melakukan pelanggaran kode etik sudah berjalan dengan baik. Rekomendasi KY pun sudah dilakukan MA, terlebih usulan penjatuhan sanksi dalam Majelis Kehormatan Hakim (MKH). ”Terjadi gesekan-gesekan di sana-sini adalah hal yang biasa,” ucapnya.
Karena itu, kerja sama tersebut akan terus berjalan dengan baik selama KY tidak mencampuri ranah teknis yudisial. Apalagi, kesepakatan antara MA dan KY dalam menjalankan fungsi pengawasan dan memeriksa dugaan pelanggaran pun sudah jelas. Dalam pengawasan, ujar Hatta, tidak bisa membatasi kemerdekaan hakim sebab harus tetap menjunjung tinggi independensi hakim dalam menegakkan hukum.
Menurut Hatta, jika ada pihak yang tidak puas dengan putusan hakim, bisa melakukan upaya hukum lanjutan. Karena itu, jika ada keberatan atau laporan terhadap sebuah putusan, seharusnya KY tidak memeriksa putusannya, melainkan KY harus melihat pada sisi pelanggaran kode etiknya.
Ketua KY Suparman Marzuki pun mengakui ketegangan hubungan antara MA dan KY sebenarnya hanya dikarenakan miskomunikasi dalam proses pengawasan. Tidak dapat dipungkiri, dalam pemeriksaan pelanggaran yang dilakukan hakim, MA dan KY memiliki tafsir masingmasing.” Tapi, itu tidak terlalu besar (perbedaan tafsir). Kesimpulannya ini hanya mis komunikasi yang ke depan memang harus dibenahi,” ungkap Suparman.
Dia mengatakan, masyarakat seharusnya tidak melihat pasang- surut hubungan MA dan KY sebagai masalah yang besar. Banyak kemajuan yang dicapai kedua lembaga ini dalam menjalankan fungsi pengawasan.
Nurul adriyana
Dalam Undang-Undang MA sudah dinyatakan ranah teknis yudisial adalah kewenangan MA dan itu berhubungan dengan independensi hakim. ”Satu hal yang perlu saya ingatkan, Komisi Yudisial jangan sekali-sekali memasuki ranah teknis yang bersifat teknis yudisial. Kalau itu yang dimasuki, sampai kapan pun tidak akan terjadi keharmonisan antara KY dan MA,” tandas Ketua MA Hatta Ali seusai mengambil sumpah enam hakim agung di Gedung Sekretariat MA, Jakarta, kemarin.
Menurut dia, pasang-surut hubungan MA-KY selama ini merupakan hal yang wajar. Namun, di balik itu semua, kerja sama MA dan KY dalam menindak para hakim yang melakukan pelanggaran kode etik sudah berjalan dengan baik. Rekomendasi KY pun sudah dilakukan MA, terlebih usulan penjatuhan sanksi dalam Majelis Kehormatan Hakim (MKH). ”Terjadi gesekan-gesekan di sana-sini adalah hal yang biasa,” ucapnya.
Karena itu, kerja sama tersebut akan terus berjalan dengan baik selama KY tidak mencampuri ranah teknis yudisial. Apalagi, kesepakatan antara MA dan KY dalam menjalankan fungsi pengawasan dan memeriksa dugaan pelanggaran pun sudah jelas. Dalam pengawasan, ujar Hatta, tidak bisa membatasi kemerdekaan hakim sebab harus tetap menjunjung tinggi independensi hakim dalam menegakkan hukum.
Menurut Hatta, jika ada pihak yang tidak puas dengan putusan hakim, bisa melakukan upaya hukum lanjutan. Karena itu, jika ada keberatan atau laporan terhadap sebuah putusan, seharusnya KY tidak memeriksa putusannya, melainkan KY harus melihat pada sisi pelanggaran kode etiknya.
Ketua KY Suparman Marzuki pun mengakui ketegangan hubungan antara MA dan KY sebenarnya hanya dikarenakan miskomunikasi dalam proses pengawasan. Tidak dapat dipungkiri, dalam pemeriksaan pelanggaran yang dilakukan hakim, MA dan KY memiliki tafsir masingmasing.” Tapi, itu tidak terlalu besar (perbedaan tafsir). Kesimpulannya ini hanya mis komunikasi yang ke depan memang harus dibenahi,” ungkap Suparman.
Dia mengatakan, masyarakat seharusnya tidak melihat pasang- surut hubungan MA dan KY sebagai masalah yang besar. Banyak kemajuan yang dicapai kedua lembaga ini dalam menjalankan fungsi pengawasan.
Nurul adriyana
(ftr)