Pengguna Jalan di Ibu Kota Kian Brutal

Kamis, 06 Agustus 2015 - 08:34 WIB
Pengguna Jalan di Ibu...
Pengguna Jalan di Ibu Kota Kian Brutal
A A A
JAKARTA - Aksi koboi jalanan semakin sering. Pengendara atau pengguna jalan yang tersulut emosinya, terlebih yang memegang senjata api, langsung main tembak.

Perilaku berkendara seseorang di jalanan saat ini cenderung tidak beraturan. Mereka cenderung semrawut dan mengabaikan tata tertib. ”Maka itu, diperlukan kesadaran dari diri sendiri. Jangan hanya menuntut orang lain untuk tertib, tapi harus dimulai dari diri kita juga,” ujar psikolog Universitas Indonesia Dewi Haroen.

Seperti diketahui, pengendara Toyota Avanza berinisial W melepaskan tembakan ke mobil Honda Jazz yang dikemudikan S di Jalan Tol Jagorawi KM 19, Depok, Minggu (2/8). Insiden bermula ketika S melintas di Tol Jagorawi. Saat bersamaan, S diduga mendahului mobil W, kemudian terjadi kejar-kejaran. Tidak terima jalurnya disalip, W mengejar mobil S. Kesal dengan sikap korban, W menembak mobil Honda Jazz hingga kacanya pecah.

Berdasarkan hasil pemeriksaan diketahui, W adalah oknum anggota TNI dan kasusnya sudah diserahkan ke Denpom. Ketidaktertiban yang terjadi di jalanan ditambah keberadaan senjata api di kalangan masyarakat belum sepenuhnya ditarik. ”Kalau sekarang ini masih ada warga sipil yang memiliki senjata api berarti ilegal,” tegas Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol M Iqbal kemarin.

Meski senjata api tersebut memiliki izin, tidak boleh dibawa dan harus disimpan di gudang senjata. Menurut Iqbal, maraknya aksi koboi jalanan justru dilakukan oleh mereka yang tidak mengantongi izin pemakaian senjata api. ”Sebab kalau resmi, akan ada tes psikologi dan kejiwaan. Jika tidak lulus, maka tidak akan diberikan senjata,” katanya.

Adapun, senjata api yang kini beredar kebanyakan senjata api rakitan. Seandainya ada senjata pabrikan, pasti didapat dari pasar gelap. Polisi juga menemukan pelaku yang biasa melakukan kejahatan dengan menggunakan senjata api memperolehnya dari beberapa daerah yang diduga pemasok senjata api rakitan dan ilegal. ”Kami sudah pantau daerahdaerah itu dan sudah banyak juga yang tertangkap,” ujar mantan kapolres Jakarta Utara ini.

Pihaknya selama ini kesulitan mengungkap penjual senjata api ilegal. Pasalnya, para pelaku hanya mendapatkan senjata dari kurir sehingga penyelidikan selalu terputus. ”Kebanyakan mereka sistemnya beli putus, jadi untuk mengungkap penjualnya memang agak sulit,” ucapnya.

Kendati demikian, polisi sudah mengungkap pabrik pembuatan senjata api ilegal di wilayah Jawa Barat beberapa waktu lalu. Iqbal menjelaskan, sesuai Peraturan Kapolri (Perkap) No 82 Tahun 2004, orang-orang yang bisa diizinkan memiliki senjata api bela diri tersebut antara lain pejabat DPR/MPR/ legislatif, pejabat eksekutif, pejabat pemerintah, pejabat swasta, pengusaha, direktur utama, komisaris, pengacara, serta dokter.

Namun, tetap tidak semuanya bisa membawa atau menenteng senjata secara sembarangan terutama di tempat umum. ”Senjata api bela diri yang bisa diperoleh ada tiga jenis yakni senjata api dengan peluru tajam, senjata api dengan peluru karet, dan senjata api dengan peluru gas atau hampa,” tuturnya.

Syarat untuk mendapatkannya, yakni berusia 24-65 tahun, minimal mengikuti kelas menembak selama tiga tahun, lulus tes psikologi, lulus tes kesehatan, serta dilengkapi surat keterangan dari instansi atau kantor dari orang yang ingin mendapatkan izin memiliki senjata api.

Pemilik juga harus lulus uji keterampilan mengamankan dan merawat senjata api dan digunakan bila dalam situasi mengganggu keselamatan jiwanya. ”Jadi, ketentuannya sangat ketat dan tidak sembarangan,” katanya.

Menurut dia, sekitar 70% senjata api yang dimiliki oleh orang-orang yang telah mendapat izin kebanyakan senjata api jenis peluru karet, 25% peluru hampa, dan 5% lagi peluru tajam. Sedangkan, senjata api untuk olahraga seperti airsoft gun dan senjata berburu hanya sekitar 3%.

Kriminolog Universitas Indonesia Ikraq Sulhin mengatakan, peredaran senjata yang marak digunakan oleh para pelaku kejahatan dipastikan memang dari pasar gelap. Senjata yang digunakan para pelaku perampokan ada dua macam, senjata sewaan dan senjata ilegal yang dibeli dari pasar gelap.

Alhasil, polisi kesulitan melacak pemilik senjata karena memang nomor seri senjata-senjata gelap tersebut tidak terdaftar.

Helmi syarif/ R ratna purnama
(ftr)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.8370 seconds (0.1#10.140)