Ojek Diusulkan Jadi Transportasi Umum
A
A
A
JAKARTA - Ojek sudah lama menjadi solusi menembus kemacetan Ibu Kota dalam waktu relatif singkat. Namun persoalan muncul ketika aplikasi layanan ojek via internet muncul di Jakarta.
Di Jakarta, Go-Jek dan Grab- Bike datang dengan menawarkan sejumlah kemudahan bagi para penumpang. Warga Ibu Kota pun diuntungkan dengan layanan ini, namun di sisi lain memunculkan kontroversi. Tukang ojek konvensional yang biasa mangkal di depan perkantoran, depan gang, stasiun, maupun terminal merasa tersaingi dengan munculnya Go-Jek dan GrabBike.
Mereka menganggap kedatangan pemain baru ini menurunkan omzet mereka. Padahal ojek sudah menjadi tulang punggung mereka mendapatkan penghasilan. Tak ayal, sejumlah intimidasi hingga kekerasan fisik menimpa pengemudi Go-Jek maupun Grab- Bike. Kondisi ini mengharuskan Pemprov DKI Jakarta turun tangan. Mereka mewacanakan ojek masuk sebagai transportasi umum.
Kepala Dinas Perhubungan dan Transportasi (Dishubtrans) DKI Jakarta Andri Yansyah mengakui, wacana perizinan layanan ojek laiknya angkutan umum itu timbul akibat maraknya pengguna layanan ojek via internet. Namun, pihaknya tidak mau terburu-buru mengeluarkan izin tersebut sebelum mencari dasar hukumnya.
Tujuan dari wacana ojek jadi angkutan umum ini untuk agar dapat lebih tertib dan meningkatkan pendapatan daerah dari retribusi. ”Masih dalam pembahasan. Nanti Rabu (5/8) akan didiskusikan pihak terkait lainnya di wadah forum lalu lintas Polda Metro Jaya. Hasilnya akan kami rekomendasikan ke gubernur,” kata Andri Yansyah saat dihubungi kemarin.
Andri menjelaskan, munculnya aplikasi layanan ojek via internet memang terus memicu kecemburuan para ojek konvensional. Akibatnya, banyak pengemudi layanan aplikasi ojek diintimidasi tukang ojek konvensional.
Menurut Andri, wacana perizinan tersebut bisa saja tidak jadi apabila pembahasan yang dilakukan Dishubtrans bersama Dewan Transportasi Kota Jakarta (DTKJ), Organisasi Angkutan Darat (Organda), polisi, dan sebagainya menyimpulkan ojek tidak bisa masuk dalam kategori angkutan umum.
”Semua program gubernur itu bagus, tetapi kami sebagai anak buahnya harus memberi telaahnya. Keberadaan aplikasi ojek via internet dan ojek konvensional akan kita bahas dan cari solusinya agar tidak ada yang dirugikan, termasuk sejumlah masalah lalu lintas lainnya di Jakarta,” jelasnya.
Ketua Organda DKI Jakarta Shafruhan Sinungan meminta agar Pemprov DKI Jakarta segera menghentikan pembahasan wacana perizinan ojek menjadi angkutan umum. Meskipun dikaji dari aspek manapun, ojek tidak mampu masuk dalam kategori transportasi umum seperti hasil kajian yang dilakukan oleh Kementerian Perhubungan saat mengeluarkan UU No 22/2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
”Ada tiga faktor yang membuat ojek tidak masuk dalam kategori transportasi umum. Yaitu, faktor keselamatan, keamanan, dan kenyamanan. Jadi, lebih baik pemprov segera hentikan wacana perizinan tersebut,” ujarnya.
Mencuatnya layanan aplikasi Go-Jek sejak 2014 dan didukung Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) hingga saat ini sedikitnya ada 10.000 pengemudi Go-Jek. Artinya, pertumbuhan ojek semakin ramai dan tidak dapat dibatasi. Akibatnya, faktor keamanan, keselamatan dan kenyamanan penumpang dapat terancam.
Menurut Safruhan, pesatnya perkembangan layanan aplikasi ojek via internet membuat sejumlah angkutan umum, khususnya bajaj dan mikrolet, merugi hingga 40-50%. ”Belum ada izin saja pertumbuhannya sangat besar. Ratarata itu bukan dari pengojek konvesional melainkan kalangan masyarakat lainnya. Biar bagaimanapun transportasi roda dua sangat membahayakan,” tegasnya.
Kepala Penelitian dan Pengembangan Dewan Transportasi Kota Jakarta (DTKJ) Leksmono Suryo Putranto menjelaskan, maraknya ojek via internet saat ini merupakan dampak dari tidak adanya layanan transportasi umum yang layak di Ibu Kota. Namun, selama UU No 22/2009 belum direvisi, keberadaan ojek itu ilegal dan memberi dampak buruk bagi pengguna serta pemerintah.
Baik dari keselamatan pengguna maupun keuntungan pendapatan pemerintah. Solusinya Pemprov DKI Jakarta harus segera mengeluarkan izin operasional layanan ojek sementara sembari melakukan perbaikan layanan transportasi umum. ”Dalam undangundang, ojek jelas bukan angkutan umum, dia adalah angkutan pribadi dan angkutan barang umum.
Selama belum diganti, termasuk ilegal. Namun kenyataan di lapangan membutuhkan. Jadi berikan izin sementara dengan peraturan ketat dan batas waktu. Apabila melanggar, berikan sanksi,” tegasnya.
Bima setiyadi
Di Jakarta, Go-Jek dan Grab- Bike datang dengan menawarkan sejumlah kemudahan bagi para penumpang. Warga Ibu Kota pun diuntungkan dengan layanan ini, namun di sisi lain memunculkan kontroversi. Tukang ojek konvensional yang biasa mangkal di depan perkantoran, depan gang, stasiun, maupun terminal merasa tersaingi dengan munculnya Go-Jek dan GrabBike.
Mereka menganggap kedatangan pemain baru ini menurunkan omzet mereka. Padahal ojek sudah menjadi tulang punggung mereka mendapatkan penghasilan. Tak ayal, sejumlah intimidasi hingga kekerasan fisik menimpa pengemudi Go-Jek maupun Grab- Bike. Kondisi ini mengharuskan Pemprov DKI Jakarta turun tangan. Mereka mewacanakan ojek masuk sebagai transportasi umum.
Kepala Dinas Perhubungan dan Transportasi (Dishubtrans) DKI Jakarta Andri Yansyah mengakui, wacana perizinan layanan ojek laiknya angkutan umum itu timbul akibat maraknya pengguna layanan ojek via internet. Namun, pihaknya tidak mau terburu-buru mengeluarkan izin tersebut sebelum mencari dasar hukumnya.
Tujuan dari wacana ojek jadi angkutan umum ini untuk agar dapat lebih tertib dan meningkatkan pendapatan daerah dari retribusi. ”Masih dalam pembahasan. Nanti Rabu (5/8) akan didiskusikan pihak terkait lainnya di wadah forum lalu lintas Polda Metro Jaya. Hasilnya akan kami rekomendasikan ke gubernur,” kata Andri Yansyah saat dihubungi kemarin.
Andri menjelaskan, munculnya aplikasi layanan ojek via internet memang terus memicu kecemburuan para ojek konvensional. Akibatnya, banyak pengemudi layanan aplikasi ojek diintimidasi tukang ojek konvensional.
Menurut Andri, wacana perizinan tersebut bisa saja tidak jadi apabila pembahasan yang dilakukan Dishubtrans bersama Dewan Transportasi Kota Jakarta (DTKJ), Organisasi Angkutan Darat (Organda), polisi, dan sebagainya menyimpulkan ojek tidak bisa masuk dalam kategori angkutan umum.
”Semua program gubernur itu bagus, tetapi kami sebagai anak buahnya harus memberi telaahnya. Keberadaan aplikasi ojek via internet dan ojek konvensional akan kita bahas dan cari solusinya agar tidak ada yang dirugikan, termasuk sejumlah masalah lalu lintas lainnya di Jakarta,” jelasnya.
Ketua Organda DKI Jakarta Shafruhan Sinungan meminta agar Pemprov DKI Jakarta segera menghentikan pembahasan wacana perizinan ojek menjadi angkutan umum. Meskipun dikaji dari aspek manapun, ojek tidak mampu masuk dalam kategori transportasi umum seperti hasil kajian yang dilakukan oleh Kementerian Perhubungan saat mengeluarkan UU No 22/2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.
”Ada tiga faktor yang membuat ojek tidak masuk dalam kategori transportasi umum. Yaitu, faktor keselamatan, keamanan, dan kenyamanan. Jadi, lebih baik pemprov segera hentikan wacana perizinan tersebut,” ujarnya.
Mencuatnya layanan aplikasi Go-Jek sejak 2014 dan didukung Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) hingga saat ini sedikitnya ada 10.000 pengemudi Go-Jek. Artinya, pertumbuhan ojek semakin ramai dan tidak dapat dibatasi. Akibatnya, faktor keamanan, keselamatan dan kenyamanan penumpang dapat terancam.
Menurut Safruhan, pesatnya perkembangan layanan aplikasi ojek via internet membuat sejumlah angkutan umum, khususnya bajaj dan mikrolet, merugi hingga 40-50%. ”Belum ada izin saja pertumbuhannya sangat besar. Ratarata itu bukan dari pengojek konvesional melainkan kalangan masyarakat lainnya. Biar bagaimanapun transportasi roda dua sangat membahayakan,” tegasnya.
Kepala Penelitian dan Pengembangan Dewan Transportasi Kota Jakarta (DTKJ) Leksmono Suryo Putranto menjelaskan, maraknya ojek via internet saat ini merupakan dampak dari tidak adanya layanan transportasi umum yang layak di Ibu Kota. Namun, selama UU No 22/2009 belum direvisi, keberadaan ojek itu ilegal dan memberi dampak buruk bagi pengguna serta pemerintah.
Baik dari keselamatan pengguna maupun keuntungan pendapatan pemerintah. Solusinya Pemprov DKI Jakarta harus segera mengeluarkan izin operasional layanan ojek sementara sembari melakukan perbaikan layanan transportasi umum. ”Dalam undangundang, ojek jelas bukan angkutan umum, dia adalah angkutan pribadi dan angkutan barang umum.
Selama belum diganti, termasuk ilegal. Namun kenyataan di lapangan membutuhkan. Jadi berikan izin sementara dengan peraturan ketat dan batas waktu. Apabila melanggar, berikan sanksi,” tegasnya.
Bima setiyadi
(ftr)