Polisi Diminta Bongkar Praktik Uang Mahar di Pilkada
A
A
A
JAKARTA - Polri diminta untuk mengusut dugaan politik uang dengan dalih uang mahar dalam proses pencalonan kepala daerah.
Praktik berupa pemberian uang untuk meloloskan seseorang menjadi calon dalam pemilihan kepala daerah (pilkada) tidak hanya melanggar aturan kepemiluan, tapi juga dinilai termasuk kejahatan.
Indonesia Police Watch (IPW) menilai mahar bukan biaya politik tapikejahatan politik yang bernuansa suap menyuap. Suap itu untuk mendapatkan satu posisi yakni sebagai calon kepala daerah dari satu partai politik tertentu.
"Memang tidak semua calon yang ikut terlibat dalam praktik uang mahar. Tapi isu keberadaan uang mahar semakin marak dan semakin muncul ke permukaan hingga membuat keresahan dan ketidakpercayaan publik terhadap proses pilkada," tutur Ketua Presidium IPW Neta S Pane melalui keterangan tertulisnya yang diterima Sindonews, Sabtu (1/8/2015).
Menurut dia, saat ini sudah muncul berbagai keluhan terkait mahar pilkada dari para bakal calon. Lantaran mahar itu pula, sambung dia, bakal calon kepala daerah mundur karena tidak sanggup membayar uang mahar yang dimintai partai politik tertentu.
Neta menjelaskan Polri perlu menurunkan timIntelkam dan Tipikor Bareskrim Polri untuk membongkar praktik uang mahar. "Dengan harapan tim Polri ini bisa menangkap dan memeroses para pelakunya ke pengadilan," kata Neta.
Dia berharap proses pilkada serentak yang akan digelar Desember mendatang bisa berjalan bersih, transparan, tidak diwarnai suap menyuap atau politik uang yang dibungkus praktik mahar.
Menurut dia, jika Polri bekerja keras dan memerosespara calon kepala daerah yang terlibat praktik uang mahar, budaya baru pilkada akan tumbuh dan berkembang.
"Revolusi mental kepemimpinan di daerah akan terjadi dan masyarakat bisa benar-benar mendapatkan pemimpin yang bersih, beritegritas, dan bermoral," tutur Neta.
PILIHAN:
Dewan Pers Kritik Pemberitaan Media Soal Tolikara
Praktik berupa pemberian uang untuk meloloskan seseorang menjadi calon dalam pemilihan kepala daerah (pilkada) tidak hanya melanggar aturan kepemiluan, tapi juga dinilai termasuk kejahatan.
Indonesia Police Watch (IPW) menilai mahar bukan biaya politik tapikejahatan politik yang bernuansa suap menyuap. Suap itu untuk mendapatkan satu posisi yakni sebagai calon kepala daerah dari satu partai politik tertentu.
"Memang tidak semua calon yang ikut terlibat dalam praktik uang mahar. Tapi isu keberadaan uang mahar semakin marak dan semakin muncul ke permukaan hingga membuat keresahan dan ketidakpercayaan publik terhadap proses pilkada," tutur Ketua Presidium IPW Neta S Pane melalui keterangan tertulisnya yang diterima Sindonews, Sabtu (1/8/2015).
Menurut dia, saat ini sudah muncul berbagai keluhan terkait mahar pilkada dari para bakal calon. Lantaran mahar itu pula, sambung dia, bakal calon kepala daerah mundur karena tidak sanggup membayar uang mahar yang dimintai partai politik tertentu.
Neta menjelaskan Polri perlu menurunkan timIntelkam dan Tipikor Bareskrim Polri untuk membongkar praktik uang mahar. "Dengan harapan tim Polri ini bisa menangkap dan memeroses para pelakunya ke pengadilan," kata Neta.
Dia berharap proses pilkada serentak yang akan digelar Desember mendatang bisa berjalan bersih, transparan, tidak diwarnai suap menyuap atau politik uang yang dibungkus praktik mahar.
Menurut dia, jika Polri bekerja keras dan memerosespara calon kepala daerah yang terlibat praktik uang mahar, budaya baru pilkada akan tumbuh dan berkembang.
"Revolusi mental kepemimpinan di daerah akan terjadi dan masyarakat bisa benar-benar mendapatkan pemimpin yang bersih, beritegritas, dan bermoral," tutur Neta.
PILIHAN:
Dewan Pers Kritik Pemberitaan Media Soal Tolikara
(dam)