Tarif Parkir On Street di Jakarta Naik
A
A
A
JAKARTA - Tarif parkir di bahu pinggir jalan (on street) di DKI Jakarta mulai hari ini mengalami kenaikan. Biaya parkir mobil menjadi Rp5.000 dan sepeda motor Rp2.000.
Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) mengatakan, kenaikan tarif parkir on street bukan semata-mata untuk meraup keuntungan demi meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD). Salah satu peningkatan tarif on street sebagai pengendalian kemacetan lalu lintas.
”Kenaikan tarif parkir itu bukan soal duit, tapi bagaimana membuat agar Anda tidak lamalama parkir di situ dan tidak masuk ke tengah kota,” kata Ahok di Balai Kota kemarin. Upaya lain demi memaksimalkan pengendalian kemacetan yaitu menambah bus tingkat wisata gratis agar warga memiliki pilihan.
Selanjutnya, mantan Bupati Belitung Timur ini akan membuat kebijakan yang bisa memaksa kendaraan pribadi tidak bisa parkir lama di dalam kota. Tentunya kebijakan ini harus dibarengi dengan penerapan terminal parkir elektronik (TPE). ”Kita paksa Anda parkir di luar sehingga kendaraankendaraan itu tidak masuk ke tengah. Kalau pada masuk ke tengah kan kekunci gitu lho,” ujarnya.
Kepala Unit Pelaksana Teknis (UPT) Parkir DKI Jakarta Sunardi Sinaga menuturkan, penetapan tarif parkir itu sebenarnya sudah ada sejak berlakunya Perda No 179/2013 tentang Tarif Layanan Parkir. Hanya, besaran tarif parkir on street belum ditentukan. Berdasarkan hasil temuan di lapangan, UPT Parkir banyak menemukan keluhan masyarakat terkait retribusi parkir on street.
Masyarakat kerap membayar parkir tanpa adanya karcis retribusi dengan harga tetap. ”Selama ini besaran tarif parkir on street itu variatif dan tidak menggunakan karcis. Nah mulai besok (hari ini), kami akan tetapkan tarif Rp5.000 untuk kendaraan roda empat dan Rp2.000 untuk kendaraan roda dua di 375 titik parkir yang belum terpasang TPE,” ungkapnya.
Besaran tarif parkir tersebut hanya berlaku sekali parkir on street. Ke depan, apabila sudah terpasang TPE seperti di kawasan Jalan Agus Salim (Sabang), Jakarta Pusat, Jalan Falatehan, Jakarta Selatan, dan Jalan Boulevard Kepala Gading, Jakarta Utara, tarif parkir akan diberlakukan progresif.
”Pemasangan TPE di 375 titik parkir itu butuh waktu hingga 2017. Karena itu, salah satu penetapan tarif parkir dengan karcis juga merupakan langkah penertiban sebelum pemasangan TPE,” ungkapnya. Sunardi menyampaikan, pendapatan parkir on street dari 375 titik jalan sedikitnya berkisar Rp7,8 miliar per tahun.
Dia menargetkan pendapatan akan bertambah dua kali lipat jika penetapan tarif parkir on street dengan karcis itu diberlakukan. ”Target pendapatan dari pinggir jalan pada tahun ini mencapai dua-tiga kali lipatnya. Karcis itu dilengkapi barcode dantidakbisa dipalsukan. Apabila dipalsukan atau masih ada yang nakal, juru parkir akan dikenakan sanksi pemberhentian,” tegasnya.
Diketahui, UP Parkir DKI Jakarta akan memasang alat parkir meter di ratusan jalan Ibu Kota. Kebijakan ini diambil untuk mencegah kebocoran dalam pengelolaan parkir. Lelang alat dilakukan mulai Agustus ini. Untuk pemasangan alat, UP Parkir membagi ke dalam tiga tahap. Rinciannya 19 jalan di tahap pertama, 200 jalan di tahap kedua, dan 159 jalan di tahap ketiga.
Ditargetkan pada 2018, hampir seluruh jalan di Jakarta sudah diterapkan parkir meter. Sambil menunggu semua lelang pemasangan alat parkir meter selesai, pihaknya akan menerapkan sistem autodebet untuk parkir di sejumlah gedung. Dengan demikian, nantinya pembayaran parkir tidak lagi menggunakan uang tunai.
Selain itu, UP parkir berwacana melakukan pembatasan waktu parkir, misalnya maksimal tiga jam. Bagi pelanggar akan dikenai denda. Bagi masyarakat yang masih menggunakan parkir liar, pihaknya masih membahas sanksi tegas bersama Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama.
Anggota Komisi B DPRD DKI Jakarta Yuke Yurike sepakat dengan kebijakan pemprov dalam mengendalikan kemacetan melalui penerapan retribusi parkir yang lebih tinggi. Namun dia meminta Pemprov DKI Jakarta mengajak semua pemangku kepentingan termasuk DPRD untuk mengkaji kembali penerapan kebijakan menaikkan harga parkir tersebut.
”Sebelum dinaikkan apa sudah disepakati atau didiskusikan? Apakah sesuai harga tersebut atau masih cukup ketinggian oleh DPRD? Ini kan terkait retribusi. Kajiannya harus matang dan tidak boleh ada penyelewengan pendapatan dari retribusi. Semua itu harus kembali ke masyarakat,” ujar politikus PDIP ini.
Selama ini Yuke belum melihat manfaat retribusi yang dipungut eksekutif, khususnya Dinas Perhubungan dan Transportasi DKI Jakarta. Misalnya pungutan denda derek parkir liar yang besarannya Rp500.000-1 juta. Seharusnya retribusi tersebut bisa digunakan untuk membeli lahan parkir, penambahan bus ataupun operasional mobil derek.
”Angkutan ditilang, parkir liar diderek, tetapi fasilitas tidak bertambah. Kasihan masyarakat yang terus dipungut membayar besar tanpa ada fasilitas lain yang bisa dinikmati,” pungkasnya.
Bima setiyadi
Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) mengatakan, kenaikan tarif parkir on street bukan semata-mata untuk meraup keuntungan demi meningkatkan pendapatan asli daerah (PAD). Salah satu peningkatan tarif on street sebagai pengendalian kemacetan lalu lintas.
”Kenaikan tarif parkir itu bukan soal duit, tapi bagaimana membuat agar Anda tidak lamalama parkir di situ dan tidak masuk ke tengah kota,” kata Ahok di Balai Kota kemarin. Upaya lain demi memaksimalkan pengendalian kemacetan yaitu menambah bus tingkat wisata gratis agar warga memiliki pilihan.
Selanjutnya, mantan Bupati Belitung Timur ini akan membuat kebijakan yang bisa memaksa kendaraan pribadi tidak bisa parkir lama di dalam kota. Tentunya kebijakan ini harus dibarengi dengan penerapan terminal parkir elektronik (TPE). ”Kita paksa Anda parkir di luar sehingga kendaraankendaraan itu tidak masuk ke tengah. Kalau pada masuk ke tengah kan kekunci gitu lho,” ujarnya.
Kepala Unit Pelaksana Teknis (UPT) Parkir DKI Jakarta Sunardi Sinaga menuturkan, penetapan tarif parkir itu sebenarnya sudah ada sejak berlakunya Perda No 179/2013 tentang Tarif Layanan Parkir. Hanya, besaran tarif parkir on street belum ditentukan. Berdasarkan hasil temuan di lapangan, UPT Parkir banyak menemukan keluhan masyarakat terkait retribusi parkir on street.
Masyarakat kerap membayar parkir tanpa adanya karcis retribusi dengan harga tetap. ”Selama ini besaran tarif parkir on street itu variatif dan tidak menggunakan karcis. Nah mulai besok (hari ini), kami akan tetapkan tarif Rp5.000 untuk kendaraan roda empat dan Rp2.000 untuk kendaraan roda dua di 375 titik parkir yang belum terpasang TPE,” ungkapnya.
Besaran tarif parkir tersebut hanya berlaku sekali parkir on street. Ke depan, apabila sudah terpasang TPE seperti di kawasan Jalan Agus Salim (Sabang), Jakarta Pusat, Jalan Falatehan, Jakarta Selatan, dan Jalan Boulevard Kepala Gading, Jakarta Utara, tarif parkir akan diberlakukan progresif.
”Pemasangan TPE di 375 titik parkir itu butuh waktu hingga 2017. Karena itu, salah satu penetapan tarif parkir dengan karcis juga merupakan langkah penertiban sebelum pemasangan TPE,” ungkapnya. Sunardi menyampaikan, pendapatan parkir on street dari 375 titik jalan sedikitnya berkisar Rp7,8 miliar per tahun.
Dia menargetkan pendapatan akan bertambah dua kali lipat jika penetapan tarif parkir on street dengan karcis itu diberlakukan. ”Target pendapatan dari pinggir jalan pada tahun ini mencapai dua-tiga kali lipatnya. Karcis itu dilengkapi barcode dantidakbisa dipalsukan. Apabila dipalsukan atau masih ada yang nakal, juru parkir akan dikenakan sanksi pemberhentian,” tegasnya.
Diketahui, UP Parkir DKI Jakarta akan memasang alat parkir meter di ratusan jalan Ibu Kota. Kebijakan ini diambil untuk mencegah kebocoran dalam pengelolaan parkir. Lelang alat dilakukan mulai Agustus ini. Untuk pemasangan alat, UP Parkir membagi ke dalam tiga tahap. Rinciannya 19 jalan di tahap pertama, 200 jalan di tahap kedua, dan 159 jalan di tahap ketiga.
Ditargetkan pada 2018, hampir seluruh jalan di Jakarta sudah diterapkan parkir meter. Sambil menunggu semua lelang pemasangan alat parkir meter selesai, pihaknya akan menerapkan sistem autodebet untuk parkir di sejumlah gedung. Dengan demikian, nantinya pembayaran parkir tidak lagi menggunakan uang tunai.
Selain itu, UP parkir berwacana melakukan pembatasan waktu parkir, misalnya maksimal tiga jam. Bagi pelanggar akan dikenai denda. Bagi masyarakat yang masih menggunakan parkir liar, pihaknya masih membahas sanksi tegas bersama Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama.
Anggota Komisi B DPRD DKI Jakarta Yuke Yurike sepakat dengan kebijakan pemprov dalam mengendalikan kemacetan melalui penerapan retribusi parkir yang lebih tinggi. Namun dia meminta Pemprov DKI Jakarta mengajak semua pemangku kepentingan termasuk DPRD untuk mengkaji kembali penerapan kebijakan menaikkan harga parkir tersebut.
”Sebelum dinaikkan apa sudah disepakati atau didiskusikan? Apakah sesuai harga tersebut atau masih cukup ketinggian oleh DPRD? Ini kan terkait retribusi. Kajiannya harus matang dan tidak boleh ada penyelewengan pendapatan dari retribusi. Semua itu harus kembali ke masyarakat,” ujar politikus PDIP ini.
Selama ini Yuke belum melihat manfaat retribusi yang dipungut eksekutif, khususnya Dinas Perhubungan dan Transportasi DKI Jakarta. Misalnya pungutan denda derek parkir liar yang besarannya Rp500.000-1 juta. Seharusnya retribusi tersebut bisa digunakan untuk membeli lahan parkir, penambahan bus ataupun operasional mobil derek.
”Angkutan ditilang, parkir liar diderek, tetapi fasilitas tidak bertambah. Kasihan masyarakat yang terus dipungut membayar besar tanpa ada fasilitas lain yang bisa dinikmati,” pungkasnya.
Bima setiyadi
(bbg)