Perdebatan Sengit di Sidang Praperadilan Dahlan Iskan
A
A
A
JAKARTA - Saksi ahli yang dihadirkan pihak Dahlan Iskan dengan pihak Kejaksaan Tinggi (Kejati) DKI Jakarta selaku termohon adu debat dalam sidang lanjutan praperadilan di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan (Jaksel).
Keduanya berdebat soal lembaga mana yang berhak menghitung jumlah kerugian keuangan negara dalam kasus dugaan korupsi proyek pengadaan Gardu Listrik, di mana Kejati DKI Jakarta telah menetapkan Dahlan Iskan sebagai tersangka.
Salah satu saksi ahli hukum pidana, Made Darma Weda dalam keterangannya mengatakan, dalam menentukan kerugian negara merujuk pada Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
"Dalam menghitung kerugian negara, BPK itu yang paling berwenang untuk dimintai laporannya," ujar Made dalam sidang, di PN Jaksel, Jakarta, Kamis (30/7/2015).
Keterangan Made ini memicu reaksi dari pihak Kejati DKI Jakarta. Bonaparte Marbun selaku kuasa hukum Kejati DKI Jakarta langsung melontarkan pertanyaan mengenai kewenangan lembaga lain terkait persoalan kerugian negara.
Menurutnya, masih ada lembaga lain berwenang menghitung jumlah kerugian negara. "Kalau BPK berwenang, bagaimana dengan BPKP, mereka berwenang juga atau tidak?" tanya Marbun.
Pertanyaan pihak Kejati DKI Jakarta ini langsung ditanggapi Made. "BPK yang berwenang, BPKP tidak," tegasnya.
Namun, pihak Kejati DKI Jakarta kembali menegaskan dasar lembaga lain selain BPK yang berwenang melakukan penghitungan kerugian negara. Andri selaku salah satu kuasa hukum Kejati DKI Jakarta menjelaskan adanya putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menyatakan selain BPK, penyidik, BPKP, maupun tim ahli bisa menghitung kerugian negara.
Made tetap bergeming bahwa hanya BPK yang berhak menghitung kerugian negara. "Apa susahnya jika meminta BPK yang menghitung kerugian negara. Di dalam UU nomor 15 tahun 2006, itu jelas BPK," ucapnya Made.
Perdebatan tajam akhirnya mulai reda setelah Hakim tunggal Lendriaty Janis ikut menengahi. Dia mengingatkan agar pihak Kejati DKI Jakarta selaku termohon tidak mencecar di luar kemampuan ahli.
"Pihak termohon, itu kan jawaban dari ahli. Harus diterima, jangan mencoba menekan lagi," tukas Lendriaty.
Dahlan Iskan yang diwakilkan ketua tim kuasa hukumnya, Yusril Ihza Mahendra mengajukan permohonan praperadilan atas penetapan tersangka dirinya oleh Kejati DKI Jakarta.
Dahlan Iskan ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi proyek pengadaan dan pembangunan Gardu Induk (GI) di Unit Induk Pembangkit dan Jaringan Jawa Bali dan Nusa Tenggara PT PLN Persero tahun anggaran 2011-2013.
Baca: Kejagung Berencana Usut Semua Kasus Dahlan Iskan.
Keduanya berdebat soal lembaga mana yang berhak menghitung jumlah kerugian keuangan negara dalam kasus dugaan korupsi proyek pengadaan Gardu Listrik, di mana Kejati DKI Jakarta telah menetapkan Dahlan Iskan sebagai tersangka.
Salah satu saksi ahli hukum pidana, Made Darma Weda dalam keterangannya mengatakan, dalam menentukan kerugian negara merujuk pada Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).
"Dalam menghitung kerugian negara, BPK itu yang paling berwenang untuk dimintai laporannya," ujar Made dalam sidang, di PN Jaksel, Jakarta, Kamis (30/7/2015).
Keterangan Made ini memicu reaksi dari pihak Kejati DKI Jakarta. Bonaparte Marbun selaku kuasa hukum Kejati DKI Jakarta langsung melontarkan pertanyaan mengenai kewenangan lembaga lain terkait persoalan kerugian negara.
Menurutnya, masih ada lembaga lain berwenang menghitung jumlah kerugian negara. "Kalau BPK berwenang, bagaimana dengan BPKP, mereka berwenang juga atau tidak?" tanya Marbun.
Pertanyaan pihak Kejati DKI Jakarta ini langsung ditanggapi Made. "BPK yang berwenang, BPKP tidak," tegasnya.
Namun, pihak Kejati DKI Jakarta kembali menegaskan dasar lembaga lain selain BPK yang berwenang melakukan penghitungan kerugian negara. Andri selaku salah satu kuasa hukum Kejati DKI Jakarta menjelaskan adanya putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menyatakan selain BPK, penyidik, BPKP, maupun tim ahli bisa menghitung kerugian negara.
Made tetap bergeming bahwa hanya BPK yang berhak menghitung kerugian negara. "Apa susahnya jika meminta BPK yang menghitung kerugian negara. Di dalam UU nomor 15 tahun 2006, itu jelas BPK," ucapnya Made.
Perdebatan tajam akhirnya mulai reda setelah Hakim tunggal Lendriaty Janis ikut menengahi. Dia mengingatkan agar pihak Kejati DKI Jakarta selaku termohon tidak mencecar di luar kemampuan ahli.
"Pihak termohon, itu kan jawaban dari ahli. Harus diterima, jangan mencoba menekan lagi," tukas Lendriaty.
Dahlan Iskan yang diwakilkan ketua tim kuasa hukumnya, Yusril Ihza Mahendra mengajukan permohonan praperadilan atas penetapan tersangka dirinya oleh Kejati DKI Jakarta.
Dahlan Iskan ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi proyek pengadaan dan pembangunan Gardu Induk (GI) di Unit Induk Pembangkit dan Jaringan Jawa Bali dan Nusa Tenggara PT PLN Persero tahun anggaran 2011-2013.
Baca: Kejagung Berencana Usut Semua Kasus Dahlan Iskan.
(kur)