Ahok Diperiksa Kasus UPS
A
A
A
JAKARTA - Badan Reserse Kriminal (Bareskrim) Mabes Polri kemarin memeriksa Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) sebagai saksi kasus dugaan penggelembungan dana uninterruptible power supply (UPS).
Ahok tiba di Bareskrim pukul 10.30 WIB dengan penuh percaya diri. Pemeriksaan berlangsung selama lima jam. Dalam pemeriksaan itu, Ahok mengaku dicecar 21 pertanyaan dengan tersangka Alex Usman. Materi pertanyaan beragam, antara lain fungsi jabatannya sebagai pelaksana tugas (plt) gubernur saat proyek pengadaan UPS berlangsung.
Dia juga ditanya terkait perbedaan wakil gubernur, gubernur dengan plt. Selain itu, Ahok ditanya mengenai Kebijakan Umum APBD dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (KUA-PPAS) yang prosesnya harus melalui kesepakatan dengan DPRD. ”Terus ditanya ada nggak UPS waktu dalam kesepakatan itu, kan tidak ada. Terus kenapa bisa muncul UPS, saya bilang, saya juga tidak tahu. Tapi di prioritas tidak ada,” katanya kemarin.
Mantan bupati Belitung Timur itu yakin dia tidak bersalah dalam kasus ini. Pada penyusunan KUA-PPAS APBD Perubahan 2014, Ahok mengaku tidak melihat adanya pengadaan kegiatan UPS. Bahkan, dia tidak menjadikan Dinas Pendidikan sebagai prioritas.
”KUA-PPAS kan plafon prioritas. Jelas di situ untuk prioritas pendidikan nggak ada waktu kita membuat APBDP. Saya bilang saya juga nggak ngerti siapa yang keluarkan. Tanya Dinas Pendidikan juga nggak ada. Nggak ada di musrenbang. Usulan dari sekolah? Nggak ada. Siapa yang usulin jadinya? Ya urusan penyidik lah,” jelasnya.
Juru Bicara Direktorat Tindak Pidana Korupsi (Dittipikor) Bareskrim Mabes Polri Kombes Pol Adi Deriyan menuturkan, dari pemeriksaan terhadap Ahok, pihaknya sudah mendapatkan keterangan yang dibutuhkan. Ahok dinilai kooperatif dan menjawab semua pertanyaan penyidik dengan lancar. ”Ya, alhamdulillah. Pertanyaan yang diajukan penyidik bisa dijawab oleh beliau,” tuturnya.
Menurut Adi, keterangan Ahok dibutuhkan dalam rangka mempercepat kelengkapan berkas tersangka Alex Usman agar bisa segera dilimpahkan ke Kejaksaan Agung. ”Ya, setelah ini kami limpahkan ke kejaksaan,” ujarnya.
Diketahui sebelumnya, pada APBD Perubahan 2014, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan kegiatan yang terindikasi merugikan keuangan daerah hingga Rp128 miliar. Kegiatan tersebut berupa pengadaan UPS di 49 sekolah negeri di Jakarta, yang mana harga satuan unitnya mencapai sekitar Rp5 miliar. Pada Maret lalu, polisi menetapkan dua tersangka dari pihak eksekutif.
Keduanya yakni Alex Usman, mantan kepala seksi Sarana dan Prasarana (kasi Sarpras) Suku Dinas Pendidikan Menengah (Sudin Dikmen) Jakarta Barat dan Zaenal Soelaiman, mantan kepala Suku Dinas Pendidikan Menengah Jakarta pusat.
Penyidik juga telah memeriksa pihak legislatif yakni Abraham ”Lulung” Lunggana selaku koordinator Komisi E yang membawahi bidang pendidikan dan sekretarisnya, Fahmi Zulfikar. Meski telah mengambil barang bukti dari gedung Balai Kota serta DPRD, polisi belum juga menetapkan tersangka baru.
Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta Abraham ”Lulung” Lunggana mengapresiasi kinerja polisi dalam mengusut pengadaan UPS dengan memanggil Ahok, selaku penanggung jawab anggaran. Menurutnya, sebagai penanggung jawab anggaran, Ahok dipastikan mengetahui segala usulan kegiatan yang diajukan oleh satuan kerja perangkat daerah (SKPD) di jajarannya.
Dengan demikian, apabila ada penyelewengan anggaran dalam kegiatan SKPD, Ahok harus dimintai pertanggungjawabannya. ”Ahok yang menandatangani surat pencairan dana setiap kegiatan yang diusulkan SKPD. Sebelum keluarkan SPD, harusnya diverifikasi, baik harga satuan barang dari pabrikan, hingga perusahaan lelang. Ahok pasti tersangka,” kata Lulung saat ditemui di Gedung DPRD kemarin.
Lulung menjelaskan, dalam penyusunan APBD, DPRD hanya berfungsi sebagai pengawas dan persetujuan. Sementara usulan kegiatan, pencairan hingga pelaksanaannya berada di bawah kewenangan eksekutif, dalam hal ini Pemprov DKI Jakarta. Direktur Centre for Budget Analysis Uchok Sky Khadafi menilai Ahok pasti mengetahui segala kegiatan yang dilakukan anak buahnya, dalam hal ini SKPD.
Alasannya, proses akhir pelaksanaan kegiatan berada di tangan Ahok yang ditegaskan dengan penandatanganan surat pencairan dana.
Khoirul muzakki/ Bima setiyadi
Ahok tiba di Bareskrim pukul 10.30 WIB dengan penuh percaya diri. Pemeriksaan berlangsung selama lima jam. Dalam pemeriksaan itu, Ahok mengaku dicecar 21 pertanyaan dengan tersangka Alex Usman. Materi pertanyaan beragam, antara lain fungsi jabatannya sebagai pelaksana tugas (plt) gubernur saat proyek pengadaan UPS berlangsung.
Dia juga ditanya terkait perbedaan wakil gubernur, gubernur dengan plt. Selain itu, Ahok ditanya mengenai Kebijakan Umum APBD dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (KUA-PPAS) yang prosesnya harus melalui kesepakatan dengan DPRD. ”Terus ditanya ada nggak UPS waktu dalam kesepakatan itu, kan tidak ada. Terus kenapa bisa muncul UPS, saya bilang, saya juga tidak tahu. Tapi di prioritas tidak ada,” katanya kemarin.
Mantan bupati Belitung Timur itu yakin dia tidak bersalah dalam kasus ini. Pada penyusunan KUA-PPAS APBD Perubahan 2014, Ahok mengaku tidak melihat adanya pengadaan kegiatan UPS. Bahkan, dia tidak menjadikan Dinas Pendidikan sebagai prioritas.
”KUA-PPAS kan plafon prioritas. Jelas di situ untuk prioritas pendidikan nggak ada waktu kita membuat APBDP. Saya bilang saya juga nggak ngerti siapa yang keluarkan. Tanya Dinas Pendidikan juga nggak ada. Nggak ada di musrenbang. Usulan dari sekolah? Nggak ada. Siapa yang usulin jadinya? Ya urusan penyidik lah,” jelasnya.
Juru Bicara Direktorat Tindak Pidana Korupsi (Dittipikor) Bareskrim Mabes Polri Kombes Pol Adi Deriyan menuturkan, dari pemeriksaan terhadap Ahok, pihaknya sudah mendapatkan keterangan yang dibutuhkan. Ahok dinilai kooperatif dan menjawab semua pertanyaan penyidik dengan lancar. ”Ya, alhamdulillah. Pertanyaan yang diajukan penyidik bisa dijawab oleh beliau,” tuturnya.
Menurut Adi, keterangan Ahok dibutuhkan dalam rangka mempercepat kelengkapan berkas tersangka Alex Usman agar bisa segera dilimpahkan ke Kejaksaan Agung. ”Ya, setelah ini kami limpahkan ke kejaksaan,” ujarnya.
Diketahui sebelumnya, pada APBD Perubahan 2014, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menemukan kegiatan yang terindikasi merugikan keuangan daerah hingga Rp128 miliar. Kegiatan tersebut berupa pengadaan UPS di 49 sekolah negeri di Jakarta, yang mana harga satuan unitnya mencapai sekitar Rp5 miliar. Pada Maret lalu, polisi menetapkan dua tersangka dari pihak eksekutif.
Keduanya yakni Alex Usman, mantan kepala seksi Sarana dan Prasarana (kasi Sarpras) Suku Dinas Pendidikan Menengah (Sudin Dikmen) Jakarta Barat dan Zaenal Soelaiman, mantan kepala Suku Dinas Pendidikan Menengah Jakarta pusat.
Penyidik juga telah memeriksa pihak legislatif yakni Abraham ”Lulung” Lunggana selaku koordinator Komisi E yang membawahi bidang pendidikan dan sekretarisnya, Fahmi Zulfikar. Meski telah mengambil barang bukti dari gedung Balai Kota serta DPRD, polisi belum juga menetapkan tersangka baru.
Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta Abraham ”Lulung” Lunggana mengapresiasi kinerja polisi dalam mengusut pengadaan UPS dengan memanggil Ahok, selaku penanggung jawab anggaran. Menurutnya, sebagai penanggung jawab anggaran, Ahok dipastikan mengetahui segala usulan kegiatan yang diajukan oleh satuan kerja perangkat daerah (SKPD) di jajarannya.
Dengan demikian, apabila ada penyelewengan anggaran dalam kegiatan SKPD, Ahok harus dimintai pertanggungjawabannya. ”Ahok yang menandatangani surat pencairan dana setiap kegiatan yang diusulkan SKPD. Sebelum keluarkan SPD, harusnya diverifikasi, baik harga satuan barang dari pabrikan, hingga perusahaan lelang. Ahok pasti tersangka,” kata Lulung saat ditemui di Gedung DPRD kemarin.
Lulung menjelaskan, dalam penyusunan APBD, DPRD hanya berfungsi sebagai pengawas dan persetujuan. Sementara usulan kegiatan, pencairan hingga pelaksanaannya berada di bawah kewenangan eksekutif, dalam hal ini Pemprov DKI Jakarta. Direktur Centre for Budget Analysis Uchok Sky Khadafi menilai Ahok pasti mengetahui segala kegiatan yang dilakukan anak buahnya, dalam hal ini SKPD.
Alasannya, proses akhir pelaksanaan kegiatan berada di tangan Ahok yang ditegaskan dengan penandatanganan surat pencairan dana.
Khoirul muzakki/ Bima setiyadi
(ftr)