Said Aqil Ajak Kandidat Siap Menang-Kalah
A
A
A
JAKARTA - Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Said Aqil Siradj mengajak seluruh kandidat ketua umum yang akan bersaing pada Muktamar ke-33 NU di Jombang, Jawa Timur, awal Agustus untuk siap menang atau kalah.
”Siapa pun yang maju dalam pemilihan ketua umum maka harus siap menang sekaligus siap kalah,” kata Said Aqil di Kantor PBNU, Jakarta, kemarin. Said yang memutuskan untuk kembali mencalonkan diri mengatakan, kiprah di NU itu prinsipnya adalah pengabdian. Untuk itu, dia mengajak setiap kandidat untuk menggunakan cara-cara yang santun, termasuk menghindari politik uang.
”Kita harus malu, harus takut kepada Mbah Hasyim Asy’ari, Mbah Wahab, dan Mbah Bisri, untuk memiliki semangat menjalankan muktamar damai. Jangan ada politik uang dan cara-cara kotor lainnya untuk mencapai tujuan sesaat,” kata dia. Selain Said Aqil, nama lain yang masuk bursa kandidat ketua umum PBNU adalah Wakil Ketua Umum PBNU As’ad Said Ali, pengasuh Pondok Pesantren Tebuireng KH Salahuddin Wahid (Gus Sholah), dan mantan Ketua PWNU Jawa Tengah Muhammad Adnan.
”Semuanya saya kenal. Hubungan saya dengan Pak As’ad baik, dengan Gus Sholah akrab, dan dengan Pak Adnan juga tidak ada masalah. Mari kita niatkan mengikuti muktamar ini untuk satu tujuan mengabdi ke NU, bukan ke yang lainnya,” katanya. Jika kembali terpilih, Said bertekad meneruskan program- program yang belum tercapai selama masa kepemimpinannya. Salah satu fokus utamanya adalah pendidikan dan kemandirian organisasi.
Dia mengklaim program yang diamanatkan oleh Muktamar Makassar kepada PBNU sekarang sudah banyak yang tercapai. Dia mencontohkan berdirinya 24 universitas NU, 62 SMK, pembangunan tiga rumah sakit, termasuk pengiriman mahasiswa ke sejumlah negara. Mengenai mekanisme pemilihan di muktamar, Said menjelaskan, berdasarkan keputusan munas alim ulama NU beberapa waktu lalu, pemilihan ketua Rais Aam dilakukan melalui musyawarah mufakat atau Ahlul Halli wal Aqdi (AHWA). Hal itu untuk menghindari kegaduhan.
”Apalagi sampai kiai-kiai tua dan sepuh diadu domba, itu tidak etis,” ujarnya. Adapun mekanisme pemilihan ketua umum Tanfidziyah PBNU, kata dia, belum diputuskan di munas dan akan dibicarakan di muktamar.
”Bagi saya voting ayo, musyawarah mufakat ayo,” ucapnya. Sebelumnya, mantan Ketua PWNU Jawa Tengah Muhammad Adnan yang juga kandidat ketua umum PBNU mempertanyakan konsep pemilihan melalui formatur atau AHWA. Apalagi, beberapa ulama besar tidak masuk dalam susunan AHWA antara lain KH Hasyim Muzadi dan Habib Luthfi Ali bin Yahya selaku Rais Aam Thoriqoh se-Indonesia.
Sementara itu, tokoh muda NU Abdul Muqsith Ghazali mengaku ada banyak kepentingan dan tarik-menarik politik pada muktamar kali ini. ”Tapi yang penting jangan sampai didikte oleh partai,” ujarnya.
Sucipto/ant
”Siapa pun yang maju dalam pemilihan ketua umum maka harus siap menang sekaligus siap kalah,” kata Said Aqil di Kantor PBNU, Jakarta, kemarin. Said yang memutuskan untuk kembali mencalonkan diri mengatakan, kiprah di NU itu prinsipnya adalah pengabdian. Untuk itu, dia mengajak setiap kandidat untuk menggunakan cara-cara yang santun, termasuk menghindari politik uang.
”Kita harus malu, harus takut kepada Mbah Hasyim Asy’ari, Mbah Wahab, dan Mbah Bisri, untuk memiliki semangat menjalankan muktamar damai. Jangan ada politik uang dan cara-cara kotor lainnya untuk mencapai tujuan sesaat,” kata dia. Selain Said Aqil, nama lain yang masuk bursa kandidat ketua umum PBNU adalah Wakil Ketua Umum PBNU As’ad Said Ali, pengasuh Pondok Pesantren Tebuireng KH Salahuddin Wahid (Gus Sholah), dan mantan Ketua PWNU Jawa Tengah Muhammad Adnan.
”Semuanya saya kenal. Hubungan saya dengan Pak As’ad baik, dengan Gus Sholah akrab, dan dengan Pak Adnan juga tidak ada masalah. Mari kita niatkan mengikuti muktamar ini untuk satu tujuan mengabdi ke NU, bukan ke yang lainnya,” katanya. Jika kembali terpilih, Said bertekad meneruskan program- program yang belum tercapai selama masa kepemimpinannya. Salah satu fokus utamanya adalah pendidikan dan kemandirian organisasi.
Dia mengklaim program yang diamanatkan oleh Muktamar Makassar kepada PBNU sekarang sudah banyak yang tercapai. Dia mencontohkan berdirinya 24 universitas NU, 62 SMK, pembangunan tiga rumah sakit, termasuk pengiriman mahasiswa ke sejumlah negara. Mengenai mekanisme pemilihan di muktamar, Said menjelaskan, berdasarkan keputusan munas alim ulama NU beberapa waktu lalu, pemilihan ketua Rais Aam dilakukan melalui musyawarah mufakat atau Ahlul Halli wal Aqdi (AHWA). Hal itu untuk menghindari kegaduhan.
”Apalagi sampai kiai-kiai tua dan sepuh diadu domba, itu tidak etis,” ujarnya. Adapun mekanisme pemilihan ketua umum Tanfidziyah PBNU, kata dia, belum diputuskan di munas dan akan dibicarakan di muktamar.
”Bagi saya voting ayo, musyawarah mufakat ayo,” ucapnya. Sebelumnya, mantan Ketua PWNU Jawa Tengah Muhammad Adnan yang juga kandidat ketua umum PBNU mempertanyakan konsep pemilihan melalui formatur atau AHWA. Apalagi, beberapa ulama besar tidak masuk dalam susunan AHWA antara lain KH Hasyim Muzadi dan Habib Luthfi Ali bin Yahya selaku Rais Aam Thoriqoh se-Indonesia.
Sementara itu, tokoh muda NU Abdul Muqsith Ghazali mengaku ada banyak kepentingan dan tarik-menarik politik pada muktamar kali ini. ”Tapi yang penting jangan sampai didikte oleh partai,” ujarnya.
Sucipto/ant
(ars)