Rupiah Semakin Terpuruk

Selasa, 28 Juli 2015 - 08:04 WIB
Rupiah Semakin Terpuruk
Rupiah Semakin Terpuruk
A A A
JAKARTA - Nilai tukar rupiah terus tertekan terhadap dolar Amerika Serikat (AS) seiring semakin menguatnya sinyal dari bank sentral AS, The Fed, untuk menaikkan suku bunga. Sejumlah kalangan mengingatkan pemerintah untuk segera memperbaiki fundamental perekonomian.

Di awal perdagangan kemarin, kurs rupiah sempat melemah hingga mendekati level Rp13.500 per dolar AS, yang merupakan rekor terlemah sejak pertengahan 1998. Kemarin, rupiah tercatat sempat berada di level Rp13.466 per dolar, melemah dibandingkan posisi pada penutupan perdagangan akhir pekan lalu Rp13.440 per dolar AS.

Nilai tukar rupiah kemudian berangsur menguat pada sore hari, yang disinyalir berkat adanya intervensi dari Bank Indonesia (BI) di pasar valas. Ketua Umum Partai Perindo Hary Tanoesoedibjo (HT) mengatakan, pelemahan nilai tukar rupiah memang tak lepas dari faktor eksternal, yaitu menguatnya dolar AS. Kendati begitu, faktor dari dalam negeri juga ikut andil “Pelemahan itu juga terjadi karena kita kurang mampu mengelola ekonomi kita,” kata HT di Jakarta, kemarin.

Dia mengatakan ada tiga hal yang seharusnya segera dilakukan pemerintah. Pertama, mempercepat pertumbuhan investasi di Indonesia, dengan cara mendorong para investor dalam negeri dan luar negeri untuk berinvestasi di Tanah Air.Kedua, kredit bank diarahkan ke sektor produktif. “Diatur jangan banyak disalurkan ke sektor konsumtif supaya dunia usaha ini bergulir,” ujarnya. Dia melanjutkan, bila kedua hal tersebut berjalan, ekonomi akan tumbuh lebih baik dari sekarang.

Lapangan kerja juga bisa tercipta, selain itu gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) secara massal bisa diatasi. Bila kedua langkah itu telah berjalan dengan baik, baru kemudian langkah ketiga dilakukan, yaitu menurunkan suku bunga. “Turunkansekitar0,25% supaya aktivitas usaha ini meningkat dengan baik. Namun jangan diturunkan sekarang,” tegas HT.

Dia menambahkan, Indonesia membutuhkan perbaikan fundamental lantaran saat ini tidak memiliki penopang perekonomian yang kuat. Menteri Keuangan (Menkeu) Bambang Brodjonegoro mengatakan, ekspektasi penguatan Fed Rate di akhir tahun ini telah dijadikan bahan spekulasi di pasar uang. “Akibatnya rupiah kita terus jatuh, namun ini hanya terhadap pada dolar AS saja, sedangkan nilai tukar (rupiah) terhadap dolar Australia atau pun dengan euro justru menguat,” ujar Bambang di Jakarta kemarin.

Bambang mengakui kondisi rupiah saat ini memang dalam ketidakpastian dan penuh kewaspadaan. Menurut dia, apa yang terjadi saat ini adalah para investor di pasar valas menarik investasinya di sejumlah mata uang dan beralih ke dolar AS yang dianggap aman dan akan bakal memberikan imbal investasi lebih tinggi.

Terkait fenomena super dolar ini, Bambang mengatakan bahwa pemerintah telah melakukan berbagai kebijakan dengan harapan hal itu tidak terlalu memberatkan dunia usaha dalam negeri. Berbagai kementerian telah mengeluarkan beberapa kebijakan yang diharapkan dapat memberikan keseimbangan atas gangguan eksternal.

“Kemenkeu sudah melakukan kebijakan untuk menaikkan bea masuk impor dan juga menaikkan batas penghasilan tidak kena pajak (PTKP) untuk memberikan pertumbuhan positif pada industri walau rupiah terus tertekan,” ujarnya. Kendati begitu, Menkeu mengatakan bahwa perkembangan nilai tukar tetap perlu diwaspadai karena merupakan bagian dari daya tahan perekonomian nasional.

Dia menambahkan, pihaknya berharap BI akan mampu menjaga kurs rupiah di level yang aman. Gubernur BI Agus DW Martowardojo mengatakan bahwa sebenarnya kondisi nilai tukar masih dalam keadaan baik. Dia mengklaim masyarakat dan investor tidak perlu khawatir terhadap perkembangan nilai tukar rupiah saat ini. “Kalau kita dalami, nilai tukar memang ada kondisi eksternal yang mempengaruhi, yang utama adalah perekonomian di AS yang terus mengalami perbaikan. Serta adanya statement dari gubernur The Fed bahwa Fed fund rate akan meningkat,” ujarnya.

Kondisi tersebut, imbuh dia, berdampak pada ekonomi seluruh dunia. Agus menegaskan, BI juga akan selalu berada di pasar untuk menjaga agar volatilitas nilai tukar rupiah masih dalam batas yang sehat dan kepercayaan masyarakat terjaga. “Kami pesan bahwa selain kebijakan-kebijakan utama BI, kita juga meminta masyarakat untuk menjaga kedaulatan rupiah agar semua pembayaran transaksi di NKRI menggunakan rupiah. Ini akan membuat ekonomi kita lebih mempunyai stabilitas yang baik,” tandasnya.

Dia menambahkan, BI juga akan terus berkoordinasi dengan pemerintah terkait dampak penguatan ekonomi AS terhadap nilai tukar dan kondisi perekonomian secara umum. Menurut dia, perekonomian Indonesia juga terus mengalami perbaikan sehingga siap menghadapi perubahan dan ketidakpastian secara global. Ketua Dewan Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (OJK) Muliaman D Hadad menuturkan, pihaknya juga selalu memantau perkembangan nilai tukar rupiah.

Dia mengaku, secara rutin OJK melakukan stress test untuk mengantisipasi kemungkinan dengan membuat skenario pesimistis, optimistis, dan moderat. Stress test utamanya dilakukan untuk menguji sejauh mana ketahanan sektor keuangan terhadap gejolak dan untuk mengetahui sejauh mana ketahanan perbankan Indonesia. “Optimistisnya tentu saja variabel-variabel itu menguntungkan bagi kinerja bank, kalau level bisa diubah-ubah,” jelasnya.

Pengamat ekonomiInstitute forDevelopment of Economics and Finance (Indef) Eko Listianto mengatakan, kekhawatiran terbesar terkait melemahnya nilai tukar rupiah adalah merosotnya daya beli masyarakat. Pasalnya, masih banyak barang konsumsi masyarakat mengandung kandungan impor. “Jadi, dampaknya kepada instabilitas makro, berupa pertumbuhan ekonomi yang tidak mencapai target,” katanya.

Eko menyebutkan melemahnya nilai tukar rupiah sebenarnya menjadi kesempatan untuk mendongkrak kinerja ekspor. Namun, anjloknya harga komoditas dan menurunnya permintaan global, ditambah kurangnya daya saing industri di sektor hilir, membuat kinerja ekspor juga tidak meningkat secara signifikan. Sementara dari sisi impor, pelemahan nilai tukar sudah sangat terasa akibatnya.

“Industri sangat bergantung kandungan impor dan membutuhkan banyak dolar. Jadi, (melemahnya nilai tukar rupiah) lebih banyak ruginya daripada untungnya,” ucap dia. Hingga akhir tahun, dia memprediksi nilai tukar rupiah masih akan terus menghadapi tekanan, berkaitan dengan rencana The Fed menaikkan suku bunga.

Menurut Eko, ada tiga hal yang seharusnya segera dilakukan untuk meredam pelemahan nilai tukar rupiah, yaitu mempercepat realisasi belanja infrastruktur, mendorong investasi langsung baik asing maupun dalam negeri, dan menjaga neraca perdagangan untuk tetap surplus.

“Karena satu-satunya yang bisa dilakukan adalah perbaikan neraca transaksi berjalan, karena kalau bicara rupiah, kita bicara fundamental ekonomi,” ujarnya.

Kunthi fahmar sandy/ rahmat fiansyah/rabia edra
(ars)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.4730 seconds (0.1#10.140)