Menkumham dan KPU Wajib Laksanakan Putusan PN Jakut
A
A
A
JAKARTA - Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) serta Komisi Pemilihan Umum (KPU) wajib melaksanakan putusan serta-merta yang dikeluarkan Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Utara (Jakut).
Dalam putusannya, PN Jakut menyatakan kepengurusan Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Golkar hasil Musyawarah Nasional (Munas) Bali, yang dipimpin Aburizal Bakrie atau biasa disapa Ical sah.
"Kalau dalam amar putusan PN Jakarta Utara disebutkan berlaku serta-merta, maka KPU tidak dapat menolak dan harus melaksanakannya. Tapi bila tidak disebutkan berarti tidak bisa dieksekusi. Ini prinsip hukum acara perdata," ujar pakar hukum tata negara Universitas Parahiyangan Asep Warlan Yusuf, Sabtu (25/7/2015).
Menurutnya, kedudukan hukum putusan PN Jakut lebih tinggi dibandingkan Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU). "Aturan KPU kalah oleh putusan pengadilan. Sebab, putusan itu tercantum dalam prinsip hukum KUH Perdata," jelasnya.
Namun diakuinya, KPU dalam mendaftarkan dan menetapkan kepengurusan partai politik mengacu pada putusan Kemenkumham. Maka itu disarankan Kemenkumham juga harus menerima putusan pengadilan tersebut.
"Ini adalah putusan pengadilan, terima saja. Sebab ini putusan serta merta yang langsung bisa dieksekusi. Kalau kubu Agung mengajukan banding atau kasasi silakan saja," terangnya.
Dia memahami, Kemenkumham belum merasa kalah mutlak, karena masih berpegangan pada hasil putusan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PT TUN) yang sekarang dalam proses kasasi oleh kubu Ical.
"Kubu Ical bisa mendaftar lagi dan Menkumham harus menerima dengan dasarnya putusan PN Jakarta Utara. Menkumham tidak bisa menolak harus menerima putusan pengadilan," tukasnya.
Persoalannya, kata dia, apakah Kemenkumham mau mengubah dan menyatakan kepengurusan Agung Laksono tidak sah serta mendaftarkan kepengurusan kubu Ical sebagai pengurus DPP Partai Golkar yang sah.
"Memang perlu ada komunikasi kedua kubu terkait kesepakatan politik, yang terpenting Partai Golkar harus bisa ikut pilkada serentak," tandasnya.
Baca: Gugatan Dualisme Golkar, PN Jakut Menangkan Kubu Ical.
Dalam putusannya, PN Jakut menyatakan kepengurusan Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Golkar hasil Musyawarah Nasional (Munas) Bali, yang dipimpin Aburizal Bakrie atau biasa disapa Ical sah.
"Kalau dalam amar putusan PN Jakarta Utara disebutkan berlaku serta-merta, maka KPU tidak dapat menolak dan harus melaksanakannya. Tapi bila tidak disebutkan berarti tidak bisa dieksekusi. Ini prinsip hukum acara perdata," ujar pakar hukum tata negara Universitas Parahiyangan Asep Warlan Yusuf, Sabtu (25/7/2015).
Menurutnya, kedudukan hukum putusan PN Jakut lebih tinggi dibandingkan Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU). "Aturan KPU kalah oleh putusan pengadilan. Sebab, putusan itu tercantum dalam prinsip hukum KUH Perdata," jelasnya.
Namun diakuinya, KPU dalam mendaftarkan dan menetapkan kepengurusan partai politik mengacu pada putusan Kemenkumham. Maka itu disarankan Kemenkumham juga harus menerima putusan pengadilan tersebut.
"Ini adalah putusan pengadilan, terima saja. Sebab ini putusan serta merta yang langsung bisa dieksekusi. Kalau kubu Agung mengajukan banding atau kasasi silakan saja," terangnya.
Dia memahami, Kemenkumham belum merasa kalah mutlak, karena masih berpegangan pada hasil putusan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PT TUN) yang sekarang dalam proses kasasi oleh kubu Ical.
"Kubu Ical bisa mendaftar lagi dan Menkumham harus menerima dengan dasarnya putusan PN Jakarta Utara. Menkumham tidak bisa menolak harus menerima putusan pengadilan," tukasnya.
Persoalannya, kata dia, apakah Kemenkumham mau mengubah dan menyatakan kepengurusan Agung Laksono tidak sah serta mendaftarkan kepengurusan kubu Ical sebagai pengurus DPP Partai Golkar yang sah.
"Memang perlu ada komunikasi kedua kubu terkait kesepakatan politik, yang terpenting Partai Golkar harus bisa ikut pilkada serentak," tandasnya.
Baca: Gugatan Dualisme Golkar, PN Jakut Menangkan Kubu Ical.
(kur)