Puasa dan Etos Kerja
A
A
A
Bulan Ramadan adalah bulan penuh berkah dan ampunan. Hampir tidak ada waktu yang terlewatkan kecuali hanya untuk mendekatkan diri (bertaqarrub ) kepada Allah.
Tentu saja kualitas ibadah tidak hanya melalui peningkatan spiritual pribadi melalui ketekunan dalam salat dan baca Alquran, tapi juga dapat diraih melalui ibadah sosial lain seperti tetap semangat bekerja keras mencari nafkah untuk keluarga. Etos kerja dan produktivitas tak boleh menurun hanya karena alasan melaksanakan ajaran agama yakni puasa.
Ramadan yang tersisa beberapa hari lagi tidak harus menghalangi untuk tidak bekerja tepat waktu, lemah, tidak bersemangat, dan sebagainya. Allah juga menyukai hamba yang berkarya dan terampil. Siapa yang bersusah payah mencari nafkah untuk keluarganya, dia serupa dengan seorang pejuang di jalan Allah. Jelaslah bagi kita bahwa kerja adalah bentuk ibadah yang tinggi nilainya.
Untuk itu, puasa Ramadan ini juga harus memantapkan niat kita untuk tetap penuh semangat dalam berkarya, tidak lemah dan malas. Rasulullah pernah berwasiat untuk kaum muslim, ”Di antara dosa-dosa, ada dosa yang tidak dapat terhapus dengan puasa dan salat. Dia hanya dapat dihapus dengan bersusah payah mencari nafkah”.
Diriwayatkan pada saat Rasulullah SAW baru tiba dari Perang Tabuk, beliau berjumpa dengan seorang tukang batu dan tangan buruh tukang batu tersebut melepuh, kulitnya merah kehitam-hitaman seperti terpanggang matahari. Rasulullah pun bertanya, ”Kenapa tanganmu kasar sekali?” Si tukang batu menjawab, ”Ya Rasulullah, pekerjaan saya ini membelah batu setiap hari, dan belahan batu itu saya jual ke pasar, lalu hasilnya saya gunakan untuk memberi nafkah keluarga saya karena itulah tangan saya kasar.”
Begitu melihat tangan si tukang batu yang kasar karena mencari nafkah yang halal, Rasul pun menggenggam tangan itu, dan menciumnya seraya bersabda: ” Inilah tangan yang tidak akan pernah disentuh oleh api neraka selama-lamanya.” Padahal, Rasulullah tidak pernah mencium tangan para Pemimpin Quraisy, tangan para Pemimpin Khabilah, raja, atau siapa pun.
Sejarah mencatat hanya putrinya Fatimah Az Zahra dan tukang batu itulah yang pernah dicium oleh Rasulullah. Tidak kalah penting dalam bulan Ramadan ini, di mana banyak kaum muslim bersedekah, membayar zakat, infak, serta berwakaf, kita juga bisa mewakafkan dan menyedekahkan melalui sumbangan pikiran kita dalam ikut memecahkan kesejahteraan umat. Islam adalah agama terbesar di Indonesia, namun umat muslim menjadi yang terbesar dalam kemiskinan.
Penguatan ekonomi umat adalah sebuah keharusan karena Islam sangat menghargai semangat meraih prestasi melalui kerja keras dalam mewujudkan kesejahteraan. Dalam bulan Ramadan ini menjadi momentum tepat menggali potensi ekonomi Islam untuk mewujudkan kesejahteraan umat di antaranya melalui:
Pertama, membangun model pemberdayaan ekonomi berbasis masyarakat yakni membangun prakarsa melalui kekuatan sosial masyarakat setempat seperti ulama/kiai, tokoh masyarakat, dan birokrasi desa dan pengusaha lokal untuk duduk bersama dan bersatu padu mencari solusi bersama mengatasi kemiskinan desa.
Solusi yang bisa ditawarkan adalah mewajibkan agar semua kaum muslimin yang mampu, pada setiap tahun, melalui sistem membayar zakat, baik zakat (fitrah atau pertanian dan dagang) maupun sedekah amal digunakan, baik untuk kepentingan yang bersifat produktif maupun yang bersifat konsumtif.
Kedua, penguatan ekonomi umat berbasis masjid, sekolah Islam dan pesantren, hingga majelis taklim. Ketiga, mendekatkan lembaga keuangan mikro syariah seperti BMT, BPR syariah, dan keuangan mikro lainnya sesuai syariah kepada lapisan masyarakat bawah atau umat. Akses umat terhadap lembaga keuangan akan memudahkan masyarakat untuk melakukan kegiatan produktif yang selama ini terkendala masalah pembiayaan.
Keempat, memperkuat khasanah instrumen keuangan Islam, terutama wakaf (selain zakat, infak, dan sedekah) untuk dijadikan instrumen penguatan ekonomi umat.
Aunur Rofiq
Sekjen DPP PPP/Praktisi Bisnis
Tentu saja kualitas ibadah tidak hanya melalui peningkatan spiritual pribadi melalui ketekunan dalam salat dan baca Alquran, tapi juga dapat diraih melalui ibadah sosial lain seperti tetap semangat bekerja keras mencari nafkah untuk keluarga. Etos kerja dan produktivitas tak boleh menurun hanya karena alasan melaksanakan ajaran agama yakni puasa.
Ramadan yang tersisa beberapa hari lagi tidak harus menghalangi untuk tidak bekerja tepat waktu, lemah, tidak bersemangat, dan sebagainya. Allah juga menyukai hamba yang berkarya dan terampil. Siapa yang bersusah payah mencari nafkah untuk keluarganya, dia serupa dengan seorang pejuang di jalan Allah. Jelaslah bagi kita bahwa kerja adalah bentuk ibadah yang tinggi nilainya.
Untuk itu, puasa Ramadan ini juga harus memantapkan niat kita untuk tetap penuh semangat dalam berkarya, tidak lemah dan malas. Rasulullah pernah berwasiat untuk kaum muslim, ”Di antara dosa-dosa, ada dosa yang tidak dapat terhapus dengan puasa dan salat. Dia hanya dapat dihapus dengan bersusah payah mencari nafkah”.
Diriwayatkan pada saat Rasulullah SAW baru tiba dari Perang Tabuk, beliau berjumpa dengan seorang tukang batu dan tangan buruh tukang batu tersebut melepuh, kulitnya merah kehitam-hitaman seperti terpanggang matahari. Rasulullah pun bertanya, ”Kenapa tanganmu kasar sekali?” Si tukang batu menjawab, ”Ya Rasulullah, pekerjaan saya ini membelah batu setiap hari, dan belahan batu itu saya jual ke pasar, lalu hasilnya saya gunakan untuk memberi nafkah keluarga saya karena itulah tangan saya kasar.”
Begitu melihat tangan si tukang batu yang kasar karena mencari nafkah yang halal, Rasul pun menggenggam tangan itu, dan menciumnya seraya bersabda: ” Inilah tangan yang tidak akan pernah disentuh oleh api neraka selama-lamanya.” Padahal, Rasulullah tidak pernah mencium tangan para Pemimpin Quraisy, tangan para Pemimpin Khabilah, raja, atau siapa pun.
Sejarah mencatat hanya putrinya Fatimah Az Zahra dan tukang batu itulah yang pernah dicium oleh Rasulullah. Tidak kalah penting dalam bulan Ramadan ini, di mana banyak kaum muslim bersedekah, membayar zakat, infak, serta berwakaf, kita juga bisa mewakafkan dan menyedekahkan melalui sumbangan pikiran kita dalam ikut memecahkan kesejahteraan umat. Islam adalah agama terbesar di Indonesia, namun umat muslim menjadi yang terbesar dalam kemiskinan.
Penguatan ekonomi umat adalah sebuah keharusan karena Islam sangat menghargai semangat meraih prestasi melalui kerja keras dalam mewujudkan kesejahteraan. Dalam bulan Ramadan ini menjadi momentum tepat menggali potensi ekonomi Islam untuk mewujudkan kesejahteraan umat di antaranya melalui:
Pertama, membangun model pemberdayaan ekonomi berbasis masyarakat yakni membangun prakarsa melalui kekuatan sosial masyarakat setempat seperti ulama/kiai, tokoh masyarakat, dan birokrasi desa dan pengusaha lokal untuk duduk bersama dan bersatu padu mencari solusi bersama mengatasi kemiskinan desa.
Solusi yang bisa ditawarkan adalah mewajibkan agar semua kaum muslimin yang mampu, pada setiap tahun, melalui sistem membayar zakat, baik zakat (fitrah atau pertanian dan dagang) maupun sedekah amal digunakan, baik untuk kepentingan yang bersifat produktif maupun yang bersifat konsumtif.
Kedua, penguatan ekonomi umat berbasis masjid, sekolah Islam dan pesantren, hingga majelis taklim. Ketiga, mendekatkan lembaga keuangan mikro syariah seperti BMT, BPR syariah, dan keuangan mikro lainnya sesuai syariah kepada lapisan masyarakat bawah atau umat. Akses umat terhadap lembaga keuangan akan memudahkan masyarakat untuk melakukan kegiatan produktif yang selama ini terkendala masalah pembiayaan.
Keempat, memperkuat khasanah instrumen keuangan Islam, terutama wakaf (selain zakat, infak, dan sedekah) untuk dijadikan instrumen penguatan ekonomi umat.
Aunur Rofiq
Sekjen DPP PPP/Praktisi Bisnis
(ftr)