KCJ Uji Kelayakan Kereta dari Jepang

Rabu, 08 Juli 2015 - 10:21 WIB
KCJ Uji Kelayakan Kereta...
KCJ Uji Kelayakan Kereta dari Jepang
A A A
JAKARTA - Setelah kedatangan 30 unit kereta rel listrik (KRL) dari Jepang, PT KAI Commuter Jabodetabek (KCJ) melakukan sertifikasi terhadap kereta tersebut. Sertifikasi ini dilakukan secara bertahap.

Total kereta yang didatangkan berjumlah 120 unit. Manajer Komunikasi PT KCJ Eva Chairunisa mengatakan, rangkaian pemeriksaan untuk sertifikasi sangat detail mulai pengujian kereta baik saat berjalan maupun statis, kemudian dilakukan pengecekan terkait keselamatan, pengereman, pendingin ruang kereta, tuas-tuas, kondisi roda, hingga kelengkapan lainnya. ”Intinya untuk kelaikan dilihat dari sisi keselamatan dan kelengkapan sarana kereta,” ujarnya kemarin.

Setelah dilakukan sertifikasi, PT KCJ membuat laporan ke Direktorat Jenderal Perkeretaapian Kementerian Perhubungan guna mendapatkan surat laik jalan untuk mengangkut penumpang. ”Waktu sertifikasi bisa 1-2 bulan, termasuk perubahan stiker di dalam kereta yang menyangkut peraturan,” katanya.

Menurut Sekjen KRL Mania Nurcahyo, proses sertifikasi merupakan hal yang wajib mengingat kereta merupakan transportasi publik. Jika ada kesalahan dalam pengecekan, tentu bisa berimbas pada keselamatan. Selama ini belum ada rangkaian kereta yang terkendala. ”Jika demikian, proses sertifikasi berjalan normal,” ucapnya.

Selama ini yang kerap terjadi yakni sarana kereta seperti persinyalan maupun lintasan. Ketika lintasan bermasalah, tentu berimbas pada rangkaian kereta. Bahkan, yang marak sekarang ini adalah aksi vandalisme dari masyarakat. ”Saya rasa yang harus disertifikasi bukan hanya rangkaian, tapi juga sarana seperti lintasan dan persinyalan,” katanya.

Pengamat transportasi Yayat Supriatna mengapresiasi kedatangan puluhan kereta dari Jepang, asalkan sertifikasinya berjalan sesuai aturan dan didukung suku cadangoleh industri kereta api yang dimiliki dalam negeri. Sertifikasi meliputi penyesuaian kualitas gerbong dan umur waktu, penyesuaian rel yang ada, hingga sistem lainnya.

Bila memang KCJ melakukan pelanggaran dalam pengadaan, pasti masalah akan terjadi saat kereta tersebut dioperasikan. ”Kereta ini tak seperti bus Transjakarta. Dia punya regulasi khusus dan kontrak dengan pemerintah dalam menentukan standar prosedur minimal (SPM). Artinya, bila masalah terjadi, pasti komplain dari masyarakat semakin banyak,” ujar Yayat.

Meski demikian, dia meminta KCJ tidak terlena sekalipun sertifikasinya lolos. Perawatan rutin dengan didukung kebutuhan suku cadang harus saling memenuhi agar kereta tetap layak dioperasikan untuk jangka waktu lama.

Menurut dia, meningkatnya kebutuhan KRL akan transportasi tidak sebanding dengan nilai membuat kereta yang membutuhkan anggaran sebesar Rp8 miliar untuk satu gerbong, sangat terbalik angkanya dengan pengadaan satu gerbong bekas KRL yang hanya mencapai Rp1 miliar. ”Jika kita ingin buat, kita tidak mementingkan gerbong, tapi harus diperhatikan juga mesin dan fasilitas pendukung seperti pendingin dan lain-lain. Itu semua butuh dana besar,” ungkapnya.

Kereta bekas buatan tahun 1985-1991 milik Japan Railway (JR) East sebanyak 30 unit, didatangkan oleh KCJ pada tahap pertama dari total 120 unit KRL. ”Ada banyak faktor. Tidak cuma harga yang lebih murah, tapi dari segi teknis, perawatan, dan fitur kereta sudah akrab dengan situasi di Indonesia,” ujar Asisten Manajer Komunikasi PT KCJ Adli Hakim.

Menurut Adli, harga beli kereta akan berimbas pada pengembalian investasi terhadap suatu produk. Dengan harga per gerbong bekas berkisar Rp600 juta-1 miliar, tentu harga perawatan dan tiket juga bisa ikut ditekan. Berbeda jika KCJ membeli gerbong baru yang dibanderol Rp12-15 miliar per gerbong. ”Kalau kita beli gerbong baru, tentu harga tiket pasti naik. Warga DKI belum siap kalau kita pasang tarif KRL Bogor-Kota sejauh 60 km seharga Rp50.000,” tuturnya.

Perbandingannya, gerbong KRL baru sudah diterapkan di Bandara Kualanamu, Medan, Sumatera Utara. Akses dari kota ke bandara tersebut dibanderol Rp100.000 untuk jarak yang diperkirakan hanya sejauh 29 km.

”Karena memang kebutuhannya beda. Khusus di Jabodetabek, kita fokuskan penuhi kuota penumpang yang tinggi dan terus meningkat setiap tahunnya. Jadi, kita siapkan gerbong yang layak dan masih bagus, tapi harganya miring sehingga harga tiket bisa ditekan,” jelasnya.

Adli menjamin meski kereta bekas, pihaknya tetap melakukan inspeksi. Terlebih kereta yang datang itu bukan kereta rongsokan, karena kereta itu masih tetap digunakan oleh pihak Jepang. Untuk tetap jalan dan memiliki waktu lama, KCJ sangat selektif dalam pemilihan suku cadang, seperti tidak menggunakan berkualitas lokal untuk beberapa komponen kereta.

Ridwansyah/ yan yusuf
(ftr)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.1410 seconds (0.1#10.140)