Nasib Yunani Pasca-Referendum

Senin, 06 Juli 2015 - 10:45 WIB
Nasib Yunani Pasca-Referendum
Nasib Yunani Pasca-Referendum
A A A
Perekonomian Yunani dalam keadaan terpuruk. Imbasnya tidak hanya mencemaskan Yunani, tapi dirasakan seluruh anggota Zona Euro. Dengan ancaman yang semakin mendesak, Yunani terpojok pada pilihan yang sulit.

Pengalaman pahit meminjam uang ke bank internasional menyadarkan pemerintah hingga memaksa mereka berambisi terbebas dari Zona Euro. Yunani akhirnya menggelar referendum yang digelar kemarin. Pemerintah ingin menyerahkan perdebatan ini berjalan sesuai kehendak rakyat. Sebelumnya, Menteri Keuangan (Menkeu) Yunani Yanis Varoufakis menyatakan Eropa akan rugi triliunan euro jika Yunani terlepas.

Sepekan setelah gagal melunasi utang yang menyebabkan bank tutup dan distribusi uang tunai mulai terbatas, Yunani mulai terombangambing. Sebelum dan semasa referendum pun rakyat Yunani masih memegang jidat. Mereka terbelah. Namun, Perdana Menteri (PM) Yunani Alexis Tsiparas yakin ikatan rakyat tetap akan solid.

Di hadapan khalayak yang berjumlah sekitar 50.000 orang di Athena, Tsiparas menyatakan keinginannya agar Yunani terlepas dari Eropa. Entah sementara atau selamanya. Namun, Eropa seperti tidak terima dan mencoba merangkul Yunani sekalipun harus mengkritik pemerintah Yunani secara keras. Mereka menyebut gelaran referendum diumumkan terlalu terburu-buru.

Pemerintah juga tidak mengajukan pertanyaan yang tidak jelas. Selain itu, kampanye pemerintah dinilai terlalu condong pada satu sisi. Upaya Eropa tidak berhenti di situ. Mereka kembali memperingatkan rakyat Yunani jika terpisah dari Zona Euro. Berbagai macam risiko buruk mulai digambarkan untuk membuat rakyat Yunani berpikir tujuh kali. Atas sikap agresif itu, pemerintah Yunani menyebut Eropa terlalu berlebihan. Ancaman itu mirip dengan aksi terorisme. ”Ketakutan dan teror yang disebarkan Eropa di Yunani bisa disebut sebagai aksi terorisme,” tandas Varoufakis.

Beberapa pejabat senior Eropa mengaku lelah dan pasrah terhadap keputusan yang akan diambil Yunani. Pasalnya, setiap perundingan yang dilakukan dengan Yunani hampir tiada artinya sebelum referendum ini digelar.

Sebanyak 18 negara mitra Yunani di Zona Euro dinilai akan bisa dengan mudah beradaptasi terhadap kehilangan Yunani yang menyumbangkan 2% dalam output ekonomi. ”Bagi Eropa, secara ekonomi, pengelolaan pasti tetap akan mudah. Tapi, itu memang akan menyebabkan semuanya menjadi lebih dramatis,” kata Menkeu Austria Hans Joerg Schelling.

Menkeu Jerman Wolfgang Schaeuble sebelumnya menduga Yunani kemungkinan akan keluar dari mata uang euro, tapi dalam waktu tertentu. ”Yunani merupakan anggota dari Zona Euro. Hal itu tidak perlu diragukan lagi. Tapi hanya masyarakat Yunani yang bisa menjawab apakah Yunani akan menggunakan mata uang euro ?” kata Schaeuble, dilansir Bild .

Schaeuble melanjutkan, penularan krisis ekonomi Yunani masih bisa dikendalikan karena efeknya terbatas. ”Sekalipun beberapa bank swasta bangkrut, risiko untuk menular relatif kecil,” ujar Schaeuble. ”Pasar telah bereaksi dengan melakukan pengekangan sejak beberapa hari lalu. Hal itu menunjukkan masalah ini bisa diatasi,” sambungnya.

Schaeuble melanjutkan, perundingan mengenai kesepakatan reformasi bantuan dengan Yunani akan sangat sulit dilakukan pascareferendum. Namun, dia yakin Eropa akan menjadi lebih kuat. ”Zona Euro harus menunggu apa yang akan dilakukan pemerintah Yunani setelah referendum. Eropa tentu akan mencoba berunding dengan Yunani,” katanya.

Pemimpin Eropa khawatir dampak dari hasil referendum ini akan berpengaruh terhadap nasib Yunani dan euro. Namun, Tsiparas menegaskan Yunani perlu memangkas utangnya sebesar 323 miliar euro. Salah satunya dengan membiarkan kreditor membatalkan 30% dari apa yang mereka pinjam dan sisa pembayaran dilunasi dalam 20 tahun.

Mantan Perdana Menteri (PM) Latvia Valdis Dombrovskis mengatakan, referendum itu mengirimkan sinyal politik terhadap Eropa. ”Hasil positif berarti Yunani ingin bekerja sama lebih dekat dengan negara di zona euro untuk mencari solusi. Hasil negatif memberikan perbedaan. Pencarian solusi juga lebih sulit,” katanya, dilansir Guardian . Yunani sempat terbelah menjelang referendum.

Mantan Perdana Menteri (PM) Yunani Kostas Karamanlis (2004-2009) dan Antonis Samaras (2012-2015) pernah mengatakan akan memberikan suara positif atau ya. Samaras mengaku tidak ingin membiarkan Yunani meninggalkan zona euro dan kembali ke zaman mata uang drachma. Kekhawatiran Samaras bisa dimengerti karena penggantian mata uang memiliki implikasi terhadap perkembangan ekonomi.

Jika Yunani kembali ke drachma, ekonomi negara diprediksi akan hancur. ”Kami tidak akan membiarkan PM Alexis Tsiparas membawa kami ke dalam kondisi tersebut,” kata Samaras kepada Bloomberg TV, dikutip Telegraph.

Muh shamil
(ftr)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 1.3314 seconds (0.1#10.140)