Penyilangan Bantu Pelestarian Terumbu Karang

Minggu, 05 Juli 2015 - 10:30 WIB
Penyilangan Bantu Pelestarian...
Penyilangan Bantu Pelestarian Terumbu Karang
A A A
Beberapa spesies karang lebih baik dalam beradaptasi dengan perubahan iklim dibandingkan jenis lainnya. Mereka mungkin mampu meneruskan DNA pada generasi selanjutnya.

Demikian hasil studi yang dirilis pekan ini di jurnal Science . Kapasitas terumbu karang terus menurun di banyak bagian di dunia akibat polusi, suhu laut yang lebih hangat, penyakit, dan badai.

Meski demikian, temuan dalam jurnal Science menunjukkan, binatang dasar samudera ini mungkin lebih tangguh dibandingkan dugaan sebelumnya. Berbagai upaya untuk pelestarian terumbu karang pun dapat membantu untuk mengembalikan ekosistem mereka. Para peneliti di Australia melakukan penangkaran silang jenis karang yang disebut Acropora millepora dari dua lokasi berbeda dengan jarak terpisah hingga 500 kilometer.

Beberapa jenis karang berasal dari Teluk Princess Charlotte, daerah lebih hangat di Great Barrier Reef yang lebih dekat dengan garis khatulistiwa. Jenis lainnya dari Orpheus Island, sekitar lima derajat lintang selatan di mana perairannya sekitar 2 derajat Celsius lebih dingin. Saat para peneliti menyilangkan kedua jenis ini, mereka menemukan bahwa karang yang induknya berasal dari perairan lebih hangat sekitar 10 kali lipat lebih mampu bertahan menghadapi suhu panas dibandingkan karang yang induknya dari perairan lebih dingin.

Temuan ini menegaskan bahwa karang memiliki sejumlah ketangguhan alami dalam penyusunan genetik mereka. ”Penelitian kami menemukan bahwa karang tidak perlu menunggu untuk mutasi baru terjadi,” ungkap salah satu penulis studi tersebut, Mikhail Matz, kandidat profesor biologi integratif di University of Texas, Austin, Australia, pada kantor berita AFP .

”Menghindari kepunahan karang mungkin dimulai dengan sesuatu sesederhana melakukan perpindahan karang untuk menyebarkan variasi genetik yang telah ada. Apa yang saya pikir ialah strategi yang lebih mudah untuk mencangkok karang-karang dewasa. Kami membuat terumbu karang dan membiarkan persilangan dengan karang- karang alami,” tutur Matz. Para konservasionis di penjuru dunia telah bekerja mengembangbiakkan karang di sejumlah lokasi bawah air dan mencangkok karang di berbagai tempat berbeda.

Kendati demikian, beberapa pihak khawatir terlalu banyak intervensi manusia dalam menanam terumbu karang baru dan memindahkan karang- karang dapat menyebarkan penyakit atau dampak negatif pada lingkungan alami di dasar laut. ”Apa yang ditunjukkan penelitian ini ialah mungkin ada nilai aktual untuk melakukan itu dan kami harus mulai melakukan studi awal untuk penyelidikan,” ungkap Andrew Baker, kandidat profesor biologi dan ekologi maritim di University of Miami Rosentiel School of Marine and Atmospheric Science.

Baker yang tidak terlibat dalam studi itu menyebut hasil penelitian ini sangat menjanjikan. Studi ini menunjukkan pendekatan baru pada pelestarian karang yang harus menjadi andalan upaya para konservasionis. ”Yang menarik tentang studi ini ialah untuk pertama kali orang melakukan penyilangan karang dari wilayah laut dengan suhu berbeda, dalam hal ini posisi lintang berbeda, dan kemudian melihat pewarisan toleransi panas yang merupakan pertanyaan besar dalam melihat apakah dan bagaimana karang dapat beradaptasi pada perubahan iklim dalam abad mendatang dan selanjutnya,” ujarnya.

”Ini juga memungkinkan tidak hanya membuat kita hanya duduk dan menunggu untuk melihat apa yang terjadi. Jika Anda tahu atau memiliki ide tentang bagaimana laut menjadi hangat di wilayah tertentu, Anda mungkin mempertimbangkan mengambil karang yang dapat beradaptasi dengan suhu hangat secara lokal dari daerah lain dan membawanya ke lokasi lain yang lebih dingin tapi diperkirakan akan lebih panas,” papar Baker.

Karang-karang merupakan binatang berbadan kapur yang sangat kecil. Mereka membentuk terumbu karang yang sangat penting bagi banyak ikan dan menarik wisatawan untuk menyelam. Laporan Perserikatan Bangsa- Bangsa(PBB) tahunlalumenyatakanada sinyal peringatan bahwa karang di perairan hangat dan Arktik, di mana es mencair dengan cepat, merupakan bagian alam yang paling rentan dan telah mengalami perubahan yang tak dapat dihindari akibat pemanasan suhu air laut.

Para pakar memperingatkan, perairan yang lebih panas hanya salah satu dari banyak masalah yang dihadapi karang. Masalah lainnya ialah polusi dan oksidasi laut. ”Fakta bahwa karang dapat mewarisi toleransi panas itu bukan peluru ajaib yang akan menjaga karang dari berbagai tekanan yang sedang mereka hadapi sekarang,” papar Line Bay, salah satu penulis penelitian di Australian Institute of Marine Science, pada kantor berita Reuters . Studi ini juga menambah perdebatan lebih luas tentang relokasi binatang dan tumbuhankarenaperubahaniklim, meskipun ada risiko bahwa mereka mungkin membawa penyakit ke lokasi baru.

Karang Memutih

Pemutihan karang (coral bleaching) yakni hilangnya endosimbion intrasel (zooxanthellae) melalui ekspulsi atau pigmentasi alga yang hilang. Karang tergantung pada hubungan simbiosis dengan protozoa glagellate sel tunggal yang melakukan fotosintesis dan hidup dalam jaringan mereka.

Zooxanthellae memberi warna pada karang, dengan warna tertentu tergantung pada jenis organisme tertentu. Akibat stres, karang mungkin mengeluarkan zooxanthellae yang mengakibatkannya menjadi berwarna lebih terang atau terlihat putih, hingga disebut dengan istilah”bleaching ”.

Jika berbagai kondisi yang diperlukan untuk menopang zooxanthellae tidak dapat dijaga, maka akan terjadi pemutihan karang. Pemicu lingkungan apa pun yang mempengaruhi kemampuan karang untuk menyuplai zooxanthellae dengan berbagai nutrisi untuk fotosintesis (karbondioksida dan amonium) akan memicu terjadinya ekspulsi zooxanthellae.

Pemanasan suhu air laut menjadi salah satu penyebab pemutihan karang. Karena itulah, para peneliti berupaya mencari sejumlah terobosan untuk menghasilkan karang dengan kemampuan adaptasi lebih tinggi terhadap pemanasan suhu akibat perubahan iklim.

Syarifudin
(ars)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.9904 seconds (0.1#10.140)