Aksi Kejahatan Semakin Sadis
A
A
A
JAKARTA - Kejahatan sadis yang bermunculan belakangan ini makin mengkhawatirkan. Si pelaku tidak segan-segan menghabisi nyawa korban meski korbannya adalah orang yang dikenal dekat.
Kejahatan sadis seperti dialami seorang pembantu rumah tangga (PRT) di Pejaten, Pasar Minggu, Jakarta Selatan, beberapa waktu lalu. Korban dihabisi oleh pelaku, kemudian diikat di sebuah kamar.
Setelah itu pelaku merampok 20 bungkusan pecahan USD100 senilai Rp3 miliar. Untuk menghilangkan jejak, pelaku membakar rumah tersebut. ”Tidak banyak jumlahnya, namun kasus itu menarik perhatian publik karena terbilang cukup sadis dan kejam,” ujar Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol M Iqbal kemarin. Kejahatan mengerikan lainnya yakni kasus pembunuhan seorang siswi MTs Al-Islamiyah, Ciledug, Kota Tangerang.
Korban tewas dengan leher tergorok di rumahnya. Sang kakak yang juga berada di rumah mengalami luka serius di leher. Setelah melalui penyelidikan terhadap sejumlah saksi dan barang bukti di lokasi kejadian, polisi menetapkan kakak korban sebagai tersangka pembunuhan. Kakak korban mengakui perbuatannya atas bisikan makhluk gaib. Kasus pembunuhan Citra Khairiyah Ikhlas, 20, di Pamulang, Kota Tangerang Selatan (Tangsel), juga mengundang perhatian publik.
Korban ditemukan dalam kondisi tanpa busana dan tergeletak di kamar mandi. Di bagian wajahnya terdapat banyak bekas luka lebam. Polisi akhirnya meringkus suami korban bernama Nurtamzi Bayu Kusuma alias Acil, 21, sebagai pelaku pembunuhan. Motifnya cemburu karena korban menerima tawaran job dari seseorang. Atas kasus kejahatan tersebut, berdasarkan data Polda Metro Jaya, memang tidak mengalami peningkatan secara kuantitas. Kekerasan yang terjadi justru ada peningkatan secara kualitas.
Menurut Iqbal, ada beberapa faktor yang membuat pelaku tega melakukan hal tersebut seperti faktor ekonomi, dendam, dan memang pelaku memiliki kelainan kejiwaan. ”Faktor itu banyak terjadi terkait kejahatan kejam,” ucapnya. Namun, semua itu tentunya harus dilakukan pemeriksaan secara mendalam terkait kejiwaan si pelaku. Untuk faktor stres atau beban hidup justru tidak bisa dibilang menjadi salah satu penyebab kejahatan sadis di Jakarta.
”Kebanyakan itu faktor ekonomi dan dendam. Bila pelaku stres lalu mengubah tingkah lakunya itu sepertinya belum ada,” kata Iqbal. Sebagai langkah pencegahan, polisi sudah membuat program polisi mengunjungi masyarakat dan melihat serta memonitor langsung kegiatan masyarakat di kampungnya. ”Dengan begini, kita berharap masyarakat merasa aman karena polisi bisa lebih dekat ke masyarakat,” ucapnya.
Selain itu, peningkatan patroli pada jam-jam rawan juga terus dilaksanakan. Lokasilokasinya diserahkan ke masing- masing wilayah mengingat mereka yang lebih mengerti lokasi-lokasinya. ”Ada beberapa titik yang terbilang rawan. Kita sudah siapkan anggota berseragam dan nonseragam untuk memantau lokasi tersebut,” ungkapnya.
Pemantauan langsung kondisi masyarakat sangat penting untuk menekan tingginya agresivitas masyarakat hingga berujung pada kejahatan sadistik. Pemicunya bahkan sekarang makin bervariasi dan spesifik. Tak jarang akibat hal sepele yang sebenarnya bisa diselesaikan secara kekeluargaan. Menurut psikolog Universitas Pancasila (UP) Aully Grashinta, agresivitas adalah perilaku yang bertujuan menyakiti orang lain.
”Baik pada tataran verbal sehingga menimbulkan perilaku fisik yang berujung pada penderitaan yang dialami orang lain,” katanya. Di kehidupan bermasyarakat, agresivitas muncul dalam berbagai bentuk. Misalnya, bentrok antarwarga dengan alasan yang tak cukup jelas atau dendam turun-temurun, agresivitas di jalan yang tak jarang menjadikan penyebab kecelakaan lalu lintas, dan penghakiman massa pada pelaku kejahatan yang tertangkap sehingga agresivitas yang dipicu pada masalah sepele dapat berujung kematian.
Biasanya pemicu tak jarang hanya masalah sepele seperti rasa tersinggung, merasa harga diri direndahkan, merasa diabaikan, merasa dikritik, bahkan hanya untuk memperebutkan uang dalam jumlah kecil. Shinta mengungkapkan, banyaknya tindakan agresif menandakan makin rendahnya tingkat toleransi seseorang terhadap masalah yang dihadapi sehingga individu merasa tidak ada alternatif lain yang bisa dilakukan.
”Akibatnya, respons agresif dianggap paling mudah untuk mengatasi masalah,” katanya. Saat hanya respons agresif yang menjadi jawaban tampak bahwa seseorang tidak lagi dapat berpikir jernih dan menggunakan logika berpikir yang sehat. Faktor kepribadian dan karakter utama mendorong pengambilan keputusan seseorang untuk bertindak. Sementara kepribadian dan karakter ini tidak saja pembawaan dari diri seseorang, namun juga sebagai hasil dari pendidikan dan interaksinya dengan lingkungan sosial.
Faktor lingkungan juga menjadi pemicu tingkat agresivitas. Lingkungan di sini adalah lingkungan fisik misalnya panasnya cuaca, udara yang kotor, lingkungan yang tidak bersih, maupun lingkungan psikologis. ”Faktor lainnya, kaburnya tatanan norma benar atau salah maupun norma hukum yang akhirnya membuat banyak orang merasa frustrasi,” ujarnya.
Misalnya, saat kita melihat suatu pelanggaran yang secara massal dilakukan, tapi tidak ada hukuman dari aparat hukum. Pelanggar hukum yang tidak ditindaklanjuti membuat masyarakat kecewa atas penegakan hukum yang ada. Bahkan tak sedikit pelanggaran hukum yang dilakukan penegak hukum membuat masyarakat semakin frustrasi.
Pendidikan karakter positif menjadi salahsatu jawaban untuk mengurangi respons agresif. Meningkatkan rasa empati dan mengambil keputusan berdasarkan pertimbangan kepentingan oranglainmerupakanhalpenting untuk diasah sejak dini.
Helmi syarif/ r ratna purnama
Kejahatan sadis seperti dialami seorang pembantu rumah tangga (PRT) di Pejaten, Pasar Minggu, Jakarta Selatan, beberapa waktu lalu. Korban dihabisi oleh pelaku, kemudian diikat di sebuah kamar.
Setelah itu pelaku merampok 20 bungkusan pecahan USD100 senilai Rp3 miliar. Untuk menghilangkan jejak, pelaku membakar rumah tersebut. ”Tidak banyak jumlahnya, namun kasus itu menarik perhatian publik karena terbilang cukup sadis dan kejam,” ujar Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol M Iqbal kemarin. Kejahatan mengerikan lainnya yakni kasus pembunuhan seorang siswi MTs Al-Islamiyah, Ciledug, Kota Tangerang.
Korban tewas dengan leher tergorok di rumahnya. Sang kakak yang juga berada di rumah mengalami luka serius di leher. Setelah melalui penyelidikan terhadap sejumlah saksi dan barang bukti di lokasi kejadian, polisi menetapkan kakak korban sebagai tersangka pembunuhan. Kakak korban mengakui perbuatannya atas bisikan makhluk gaib. Kasus pembunuhan Citra Khairiyah Ikhlas, 20, di Pamulang, Kota Tangerang Selatan (Tangsel), juga mengundang perhatian publik.
Korban ditemukan dalam kondisi tanpa busana dan tergeletak di kamar mandi. Di bagian wajahnya terdapat banyak bekas luka lebam. Polisi akhirnya meringkus suami korban bernama Nurtamzi Bayu Kusuma alias Acil, 21, sebagai pelaku pembunuhan. Motifnya cemburu karena korban menerima tawaran job dari seseorang. Atas kasus kejahatan tersebut, berdasarkan data Polda Metro Jaya, memang tidak mengalami peningkatan secara kuantitas. Kekerasan yang terjadi justru ada peningkatan secara kualitas.
Menurut Iqbal, ada beberapa faktor yang membuat pelaku tega melakukan hal tersebut seperti faktor ekonomi, dendam, dan memang pelaku memiliki kelainan kejiwaan. ”Faktor itu banyak terjadi terkait kejahatan kejam,” ucapnya. Namun, semua itu tentunya harus dilakukan pemeriksaan secara mendalam terkait kejiwaan si pelaku. Untuk faktor stres atau beban hidup justru tidak bisa dibilang menjadi salah satu penyebab kejahatan sadis di Jakarta.
”Kebanyakan itu faktor ekonomi dan dendam. Bila pelaku stres lalu mengubah tingkah lakunya itu sepertinya belum ada,” kata Iqbal. Sebagai langkah pencegahan, polisi sudah membuat program polisi mengunjungi masyarakat dan melihat serta memonitor langsung kegiatan masyarakat di kampungnya. ”Dengan begini, kita berharap masyarakat merasa aman karena polisi bisa lebih dekat ke masyarakat,” ucapnya.
Selain itu, peningkatan patroli pada jam-jam rawan juga terus dilaksanakan. Lokasilokasinya diserahkan ke masing- masing wilayah mengingat mereka yang lebih mengerti lokasi-lokasinya. ”Ada beberapa titik yang terbilang rawan. Kita sudah siapkan anggota berseragam dan nonseragam untuk memantau lokasi tersebut,” ungkapnya.
Pemantauan langsung kondisi masyarakat sangat penting untuk menekan tingginya agresivitas masyarakat hingga berujung pada kejahatan sadistik. Pemicunya bahkan sekarang makin bervariasi dan spesifik. Tak jarang akibat hal sepele yang sebenarnya bisa diselesaikan secara kekeluargaan. Menurut psikolog Universitas Pancasila (UP) Aully Grashinta, agresivitas adalah perilaku yang bertujuan menyakiti orang lain.
”Baik pada tataran verbal sehingga menimbulkan perilaku fisik yang berujung pada penderitaan yang dialami orang lain,” katanya. Di kehidupan bermasyarakat, agresivitas muncul dalam berbagai bentuk. Misalnya, bentrok antarwarga dengan alasan yang tak cukup jelas atau dendam turun-temurun, agresivitas di jalan yang tak jarang menjadikan penyebab kecelakaan lalu lintas, dan penghakiman massa pada pelaku kejahatan yang tertangkap sehingga agresivitas yang dipicu pada masalah sepele dapat berujung kematian.
Biasanya pemicu tak jarang hanya masalah sepele seperti rasa tersinggung, merasa harga diri direndahkan, merasa diabaikan, merasa dikritik, bahkan hanya untuk memperebutkan uang dalam jumlah kecil. Shinta mengungkapkan, banyaknya tindakan agresif menandakan makin rendahnya tingkat toleransi seseorang terhadap masalah yang dihadapi sehingga individu merasa tidak ada alternatif lain yang bisa dilakukan.
”Akibatnya, respons agresif dianggap paling mudah untuk mengatasi masalah,” katanya. Saat hanya respons agresif yang menjadi jawaban tampak bahwa seseorang tidak lagi dapat berpikir jernih dan menggunakan logika berpikir yang sehat. Faktor kepribadian dan karakter utama mendorong pengambilan keputusan seseorang untuk bertindak. Sementara kepribadian dan karakter ini tidak saja pembawaan dari diri seseorang, namun juga sebagai hasil dari pendidikan dan interaksinya dengan lingkungan sosial.
Faktor lingkungan juga menjadi pemicu tingkat agresivitas. Lingkungan di sini adalah lingkungan fisik misalnya panasnya cuaca, udara yang kotor, lingkungan yang tidak bersih, maupun lingkungan psikologis. ”Faktor lainnya, kaburnya tatanan norma benar atau salah maupun norma hukum yang akhirnya membuat banyak orang merasa frustrasi,” ujarnya.
Misalnya, saat kita melihat suatu pelanggaran yang secara massal dilakukan, tapi tidak ada hukuman dari aparat hukum. Pelanggar hukum yang tidak ditindaklanjuti membuat masyarakat kecewa atas penegakan hukum yang ada. Bahkan tak sedikit pelanggaran hukum yang dilakukan penegak hukum membuat masyarakat semakin frustrasi.
Pendidikan karakter positif menjadi salahsatu jawaban untuk mengurangi respons agresif. Meningkatkan rasa empati dan mengambil keputusan berdasarkan pertimbangan kepentingan oranglainmerupakanhalpenting untuk diasah sejak dini.
Helmi syarif/ r ratna purnama
(ars)