Alutsista TNI Harus Diaudit Total

Rabu, 01 Juli 2015 - 09:18 WIB
Alutsista TNI Harus Diaudit Total
Alutsista TNI Harus Diaudit Total
A A A
CILACAP - Presiden Joko Widodo (Jokowi) menginstruksikan audit total alat utama sistem persenjataan (alutsista) milik TNI setelah jatuhnya pesawat Hercules milik TNI Angkatan Udara (AU) di Medan, Sumatera Utara (Sumut).

Jokowi mengatakan, alutsista TNI yang sudah cukup tua harus segera dimodernisasikan agar kecelakaan tidak terjadi kembali. ”Dari beberapa kali kecelakaan, kita harus memodernisasi dan memperbarui. Ini akan kita audit total, karena tidak sekali dua kali ini terjadi kecelakaan,” tandas Jokowi saat kunjungan kerja di Cilacap, Jawa Tengah, kemarin.

Jokowi mengaku sudah menanyakan kondisi pesawat termasuk tahun pembelian pesawat tersebut. Menurut dia, pesawat tersebut dibeli pada 1964 bahkan pernah digunakan oleh Presiden Soekarno. Jokowi juga mengaku telah mendapatkan laporan awal dari Kepala Staf TNI Angkatan Udara (KSAU) di mana seluruhnya masih dalam proses evakuasi dan identifikasi.

”Laporan KSAU semua dalam proses, sekali lagi kita berduka dan turut berduka cita sedalam-dalamnya kepada keluarga yang ditinggalkan saat ini menjadi korban,” ujarnya. Komisi I DPR mengaku prihatin atas jatuhnya pesawat Hercules tipe Alfa 1310 milik TNI AU. DPR menganggap bahwa hal ini harus menjadi perhatian dalam modernisasi alutsista.

”Modernisasi alutsista ini harus meninggalkan pola hibah. Karena walaupun di-upgrade , itu risikonya terlalu besar,” kata Ketua Komisi I DPR Mahfudz Siddiq di Gedung DPR, Jakarta, kemarin. Mahfudz mengatakan, sejak jatuhnya pesawat F16, Komisi I DPR melihat adanya suatu urgensi yang sudah tidak bisa ditawar bahwa modernisasi alutsista TNI harus segera dilaksanakan. Namun terkait insiden tersebut, pihaknya belumdapatmemastikan apakah Hercules itu merupakan hibah dari pemerintah Australia atau pesawat lama yang baru di-retrofit.

”Atau (pesawat Hercules) upgrade dari Singapura dua tahun lalu,” ungkap Wakil Sekretaris Jenderal (Wasekjen) DPP PKS itu. Anggota Komisi I DPR Tubagus Hasanuddin berpendapat, jatuhnya Hercules di Medan disebabkan usia pesawat yang sudah tua. Pasalnya, pesawat tersebut dibuat pada 1954 di Amerika Serikat, kemudian diterima pemerintah Indonesia sekitar 1959-1960.

”Itu sudah dioperasikan beberapa kali ganti mesin dan sebagainya dilakukan di Singapura. Itu tipe pendek,” kata Tubagus. Menurut dia, kondisi ini menunjukkan bahwa alat-alat angkut pesawat terbang TNI AU sudah harus diperbarui. Pembaruan tersebut sebaiknya tidak dilakukan dengan hibah, tapi dengan membeli baru. Pasalnya, hibah membutuhkan cost yang lebih mahal karena ada Transfer of Technology (ToT). ”Sehingga ada nilai tambah untuk PT Dirgantara Indonesia,” ungkap Ketua DPD PDIP Jawa Barat itu.

Selain itu, lanjut Tubagus, pesawat tipe 13 short juga pernah jatuh di daerah Wamena lima tahun silam, tapi kali itu tidak diketahui publik. Jadi, ujarnya, seperti apa pun pesawat lama tersebut di-overhaul ataupun diperbaiki, tetap memiliki batasan usia penggunaannya. ”Tapi memang sudah uzur, sudah waktunya diganti, ada batas umurnya,” tandasnya.

Menurut Tubagus, alutsista baik pesawat, meriam, tank, senjata berat, maupun kapal perang memiliki batas waktu penggunaan. Maksimal waktu penggunaan alutsista yakni 20 tahun. Karena itu, jika usia sudah mencapai 15 tahun maka harus ada persiapan untuk penggantinya. Mengenai kelayakan alutsista yang ada saat ini, dia menyatakan hal itu bisa menjadi pro dan kontra karena akan ada yang berpendapat alutsista yang ada masih layak dan perlu diperbaiki saja.

Sebaliknya, ada juga yang berpikiran bahwa alutsista perlu diperbarui. Menurut dia, dengan kondisi ekonomi negara yang sudah cukup baik dan cukupnya anggaran, sudah saatnya Indonesia membeli alutsista yang baru. ”Saya ingin tekankan sesuai janji Pak Jokowi untuk anggaran pertahanan akan dinaikkan. Sekarang ini baru 0,81% dari PNB akan dinaikkan 1,2-3%,” ujarnya.

Pengamat militer dan intelijen Susaningtyas Kertapati mengatakan, pemerintah harus memberikan atensi kepada alutsista TNI AU karena tidak ada kata tunggu di udara. ”Kalau sudah jatuh, ya fatal. Uji kelayakan kembali pesawat AU yang ada. Ini sangat penting sekali,” katanya. Mantan anggota Komisi I DPR ini menduga ada dua kemungkinan dalam insiden tersebut, yakni human error karena secara teknis kurang menguasai medan. Kemungkinan lainnya bisa juga karena umur mesin.

”Kalau pemeliharaan dan perawatan (harwat)-nya tidak bagus, bisa cepat aus dan rusak. Jadi menurut saya, pesawat yang ada harus ditingkatkan adalah harwatnya. Yang baru akan dibeli, ya beli yang tingkat kelayakan bagus dan panjang umurnya. Lebih bagus lagi beli baru,” ujarnya. Pengajar politik pertahanan dan keamanan Universitas Padjadjaran (Unpad) Bandung Muradi berpendapat, jatuhnya pesawat angkut Hercules milik TNI AU di Medan makin merontokkan kekuatan dirgantara Indonesia yang memang sedari awal rapuh karena sebagian besar berusia uzur.

”Sebagian lagi merupakan pengadaan alutsista lewat skema hibah yang pesawatnya juga sudah berumur,” kata Muradi. Menurut dia, langkah pengadaan alutsista dengan program Minimum Essential Forces (MEF) sejatinya adalah bagian dari menyiasati keterbatasan anggaran pertahanan. Namun, program tersebut terjebak dengan target pemenuhan kuantitatif, dalam arti sebaran dan jumlah dari pada penguatan kualitas alutsista yang lebih baik, namun memiliki keleluasaan dalam penggunaan karena dibeli dalam bentuk baru.

”Pada konteks inilah mengapa kemudian pengadaan alutsista lewat skema hibah yang selama ini hanya mengejar kuantitas tanpa memperhatikan kualitas dan kemampuan dalam mengamankan kedaulatan Indonesia,” paparnya. Karena itu, lanjutnya, panglima TNI harus menjadikan modernisasi alutsista sebagai pekerjaan rumah yang serius.

Pada konteks ini, panglima TNI melalui Kementerian Pertahanan juga harus menekankan pengadaan alutsista baru dan harus berani menolak semua skema hibah. ”Agar postur pertahanan Indonesia ke depan lebih baik dalam menjamin kedaulatan,” ujarnya. Terlebih, sejak awal Presiden Jokowi telah berkomitmen untuk menyokong pengembangan dan modernisasi pertahanan sebagai bagian dari penguatan poros maritim dunia yang menjadi visi negara. Karena itu, amat baik jika mengombinasikan produk industri pertahanan dalam negeri.

”Serta pengadaan alutsista dalam skema pembelian baru dan langsung government to government agar dapat terjadi alih teknologi yang memperkuat basis industri pertahanan ke depan,” tandasnya.

Kiswondari/ sucipto/ant
(ars)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5840 seconds (0.1#10.140)