From Zero To Hero

Selasa, 30 Juni 2015 - 09:43 WIB
From Zero To Hero
From Zero To Hero
A A A
Nama Galaxy punya sejarah panjang terhadap sukses Samsung di dunia. Apa dan bagaimana mereka bisa meraihnya? ada November 2011 Samsung meluncurkan iklan yang mengolok-olok Apple.

Digambarkan bagaimana orang-orang yang sedang mengantre untuk mendapatkan iPhone tiba-tiba beranjak pergi karena melihat sesuatu yang dianggap lebih baik. Sesuatu itu adalah Samsung Galaxy S II, yang pada saat itu memang memiliki layar lebih besar, serta prosesor lebih cepat dibanding iPhone 4S.

Samsung tidak hanya menggunakan strategi yang sama lewat iklan “IIm a Mac “ dimana Apple mengolok-olok Microsoft pada awal 2000-an. Tapi, iklan Samsung itu secara tersirat menunjukkan ini: pemain baru yang berupaya mendobrak dan melawan pemain dominan di dalam industri yang sama.

Pada akhir 2012, keuntungan global Samsung melonjak 76% karena pertumbuhan divisi mobile yang menyumbang profit paling besar. Bahkan, Samsung dianggap sebagai perusahaan dengan keuntungan terbesar di industri mobile setelah Apple. Begitu pun ketika Galaxy S4 dirilis pada 2013. Inilah satusatunya ponsel Android yang antisipasinya tidak berbeda dengan iPhone.

Persaingan Samsung dan Apple dianggap sebagai two horse race (balapan dua kuda). Yakni, hanya dua kuda yang berada di depan untuk berebut posisi nomor satu. Keduanya meninggalkan rombongan kuda-kuda lain jauh di belakang. Saking jauhnya, seolah-olah pacuan itu diikuti dua kuda itu, sedangkan partisipan lain hanya sebagai pelengkap.

Sayang, pada 2014 sukses Samsung tidak sebaik tahuntahun sebelumnya. Margin mereka turun 39%, sementara mereka menjual 6,2% ponsel lebih sedikit dibanding tahun sebelumnya. Samsung menyalahkan persaingan di pasar smartphone yang kian gesit. Terutama kehadiran merek China seperti Lenovo dan Xiaomi yang kian agresif.

Namun, tahun ini, lewat kehadiran Galaxy S6, Samsung merasa lebih optimistis. Model tersebut dianggap bisa mengganti kegagalan Galaxy S5 yang terjual 40% lebih sedikit dibanding Galaxy S4 yang mencapai 45 juta unit di seluruh dunia. Saat dikenalkan pada Maret 2015 silam di Mobile World Congress (MWC) 2015, Galaxy S6 dan Galaxy S6 Edge sudah dipuji pada dua bidang ini: kualitas bodi dan teknologi kamera.

Meski, baterai yang tidak bisa dilepas, ketiadaan MicroSD dan fitur antiair jadi sorotan. Meski demikian, Deutsche Bank menilai bahwa Galaxy S6 dan Galaxy S6 Edge yang masingmasing dibanderol Rp9 jutaan dan Rp11 jutaan itu diperkirakan akan terjual sebanyak 45 juta unit atau setara dengan Galaxy S4. Samsung berharap tetap menjaga kepemimpinan mereka di sektor mobile .

Kelahiran Galaxy

Pada 2008 Nokia masih mengakomodasi 43,7 % pasar ponsel pintar global. Disusul Research in Motion (BlackBerry) dengan 16,6% dan Apple yang sekitar 8,2%. Samsung sama dengan vendor lain yang hanya bisa menciptakan smartphone generik yang tidak menarik bagi konsumen. Tapi setelah kemunculan Android, mereka akhirnya memberanikan diri untuk merilis ponsel yang berjalan pada platform tersebut.

Toh, selain memiliki teknologi layar Super Amoled, mereka juga sudah biasa membuat chip sendiri. Strategi yang dipilih adalah meninggalkan citra ponsel murahan. Mereka justru langsung mengincar Apple di kelas premium. Mereka butuh sub brand untuk ponsel ber-OS Android yang sama mewahnya seperti Lexus pada Toyota.

Maka, dipilihlah Galaxy. Pada Maret 2010, Galaxy S dirilis dan langsung sukses. Inilah ponsel yang memiliki spesifikasi hardware yang mampu menandingi iPhone. Inilah awal sukses Galaxy. Tapi tetap saja, saat itu Samsung masih di belakang HTC yang sangat sukses dengan lini Android mereka. Para eksekutif Samsung di Korea dihadapkan pada dua pilihan untuk meraih target menjadi merek smartphone nomor satu di dunia dalam 5 tahun.

Pertama, langsung menghajar pesaing mereka bertahap seperti HTC, Motorola, BlackBerry, dan akhirnya Apple. Kedua, adalah langsung berfokus pada Apple. Risikonya besar: jika gagal membuat Samsung dipermalukan. Tapi, kampanye “The Next Big Thing” mereka ternyata sukses besar.

Untuk pertama kalinya setelah peluncuran iPhone ada merek yang berusaha menciptakan persepsi bahwa ada smartphone yang lebih baik. Mulanya, merek Galaxy dikritik sebagai “kopian” Apple. Tapi, perubahan dan penambahan fitur di setiap lini Galaxy berlahan membuat Samsung mampu menciptakan tren.

Pada 2011, misalnya, lewat model Galaxy Note dengan layar 5,3 inci, Samsung mengenalkan terminologi baru di tengah industri ponsel: phablet atau ponsel berlayar besar. Pada saat itu, layar iPhone 4S hanya 3,5 inci. Pada 2014, phablet adalah kategori yang mendorong pertumbuhan smartphone di seluruh dunia. Ponsel 3.5 inci dan 4 inci menjadi terlalu kecil.

Sebaliknya, 5 inci adalah layar yang dianggap “normal”. Bahkan, Apple pun mau tidak mau mengikuti tren phablet ini lewat iPhone 6 dan 6 Plus yang hadir dalam ukuran 4,7 inci dan 5,5 inci.

Ketika itu, Apple sudah mendapat sorotan karena minimnya inovasi yang dilakukan perusahaan setelah Steve Jobs wafat. Rivalnya, Samsung lewat Galaxy Note, justru membuktikan bahwa phablet adalah kategori yang sangat renyah.

Danang arradian
(ftr)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6985 seconds (0.1#10.140)