Dosen Harus Open Minded, Kreatif, dan Inovatif

Senin, 29 Juni 2015 - 11:27 WIB
Dosen Harus Open Minded, Kreatif, dan Inovatif
Dosen Harus Open Minded, Kreatif, dan Inovatif
A A A
Persiapan yang matang menuju Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) harus dilakukan oleh perguruan tinggi (PT). Sebab, PT bertanggung jawab untuk menghasilkan sarjana-sarjana yang kompeten serta dapat bersaing secara global.

Untuk itu, perlu perhatian khusus dari setiap dosen sebagai tenaga pendidik agar melahirkan calon sarjana yang berkualitas.

Menurut Ketua Umum Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (APTISI) Edy Suandi Hamid, dosen merupakan unsur terpenting bagi PT dalam membentuk sumber daya manusia (SDM) berkualitas.

”Pendidikan bukan hanya transfer of knowledge, tetapi juga values sehingga dosen dituntut pula berperilaku baik,” ujarnya. Dengan begitu, ketika memberikan kompetensi keilmuan dan keahlian, maka dosen harus memiliki kemampuan baik serta ilmu yang selalu berkembang. ”Selain itu, dosen dituntut untuk terus belajar, meneliti, ikut pelatihan, agar selalu update ipteknya. Kalau dosennya statis, dapat dipastikan ia mengajar sesuatu yang basi,” ungkap guru besar ilmu ekonomi Universitas Islam Indonesia itu.

Tidak jauh berbeda dengan Edy, menurut Syahril Pasaribu, Ketua Forum Rektor Indonesia (FRI), dosen harus memiliki standar pendidikan yang baik, yaitu S-2 atau S-3. Selain itu, dosen wajib memiliki kreativitas dan inovasi. ”Itu dilakukan agar dosen mampu membangkitkan minat dan bakat mahasiswa. Dosen juga dituntut untuk berpengalaman dalam riset atau penelitian terapan maupun ilmu dasar,” ungkapnya. Demi mewujudkan SDM yang berkualitas, para dosen perlu didorong untuk mengikuti pelatihan dan diberi dana riset.

Edy mengatakan, hal yang terpenting yaitu dosen tidak boleh merasa paling pintar. ”Dosen harus bisa open minded. Ia juga mengikuti perkembangan ilmu dan memublikasikan karyanya pada level global,” ujar akademisi yang aktif dalam menulis buku dan riset di bidang ekonomi itu. Menurut Syahril, teknik pembelajaran juga memberikan dampak pada mahasiswa. Metode belajar interaktif, tempat belajar yang nyaman, dan lengkapnya fasilitas di laboratorium akan mendukung terciptanya sarjana yang berkompetensi.

”Jadi, dosen juga harus bisa mempersiapkan modulmodul yang mudah dicerna dan memberikan materi yang menarik,” ungkap Rektor Universitas Sumatera Utara (USU) itu. Syahril mengatakan, selama ini kendala yang dihadapi para dosen untuk menghasilkan SDM berkualitas adalah sarana dan prasarana yang terbatas. Misalnya, kurangnya fasilitas buku di perpustakaan, laboratorium, dan sebagainya. Tetapi, faktor lain juga berasal dari dosen itu sendiri.

”Semua terkait keterbatasan ilmu dan waktu. Dosen banyak nyambi atau bahkan menjabat sehingga kurang baik dan kurang disiplin dalam mengajar,” ujarnya. Selain membutuhkan peran dosen, mahasiswa harus memiliki kompetensi yang baik, soft skills, kedisiplinan, dan bisa menguasai bahasa asing. Ini berarti perlu kesadaran mahasiswa sendiri agar dapat menjadi calon sarjana berkualitas.

Menurut Syahril, masih banyak mahasiswa yang belum terlibat sepenuhnya dalam melakukan riset atau penelitian. ”Mahasiswa juga harus kreatif mencari inovasi baru, perlu dibangun jiwa kewirausahaan mereka,” ujarnya. Pengamat pendidikan dari Universitas Paramadina Jakarta, Mohammad Abduhzen, mengatakan bahwa kemajuan bangsa ditentukan oleh kemajuan pendidikan, terutama dari PT. Karena itu, pendirian PT harus memenuhi kriteria di antaranya ketersediaan dosen berkualitas. Setelah itu perlu ada mekanisme kontrol kualitas yang efektif.

”Selama ini sistem akreditasi PT sudah mengarah pada yang baik, namun masih terlalu menekankan pada aspek administratif,” ungkapnya. Masalah yang dialami sejauh ini adalah jumlah dosen yang masih kurang di sebagian besar PT. Kemudian, tidak semua dosen sudah memiliki kriteria yang standar seperti mencapai pendidikan S-2 dan S-3. Belum lagi masih sedikitnya PT yang melakukan upaya peningkatan mutu.

Menyiapkan tenaga dosen yang baik menjadi sangat krusial untuk menghasilkan sarjana yang berkualitas juga. Sebab, sekitar 30% kualitas PT akan dipengaruhi dari kualitas dosen tersebut. ”Kekurangan dosen di kebanyakan PT disebabkan ketiadaan dana PT. Begitu juga upaya peningkatan mutu dosen,” ungkapnya.

Selain itu, kendala lain adalah masih seputar keterbatasan fasilitas serta peluang untuk mendapatkan pelatihan bermutu dan pendidikan lanjutan. Kemudian, motivasi yang rendah untuk melakukan self continuous improvement. ”Faktor pendukung lain yaitu budaya akademik, visi, dan manajemen kampus,” sebutnya. Menurut Abduhzen, secara umum dosen harus dapat memfasilitasi mahasiswa agar mampu bersikap kritis. Dia berharap pemerintah membuat rancangan yang efektif, praktis, dan bersifat crash programme untuk peningkatan mutu.

Pendapat yang berbeda diungkapkan Daniel Rosyied dari anggota Koalisi Reformasi Pendidikan. Guru besar Institut Teknologi Sepuluh November (ITS) itu mengatakan, dosen tidak terlalu memiliki peran besar. Justru, menurutnya, hal yang paling utama adalah attitude para calon sarjana. Pembentukan attitude yang baik itu juga ditentukan ketika mahasiswa sedang menjalani pendidikan dasar dan menengah.

”Peranan pendidikan dasar dan keluarga juga menjadi hal utama untuk membentuk sikap mahasiswa yang baik,” ujarnya. Menurut Daniel, mahasiswa zaman sekarang kurang memiliki budaya membaca. Rasa ingin tahu dan kritis juga belum terbentuk. ”Mahasiswa harus memiliki sikap sportif, mengasah kepekaan sosial. Semua itu tidak bisa tiba-tiba dibentuk oleh dosen, melainkan semenjak masih di pendidikan dasar,” katanya.

Daniel menambahkan, PT di Indonesia juga terlalu akademis dan kurang praktis. Masih banyak PT yang menjaga jarak dengan masyarakat dan industri. Harusnya ada sinergi di antara pihak-pihak tersebut.

Dina angelina
(ars)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 1.3981 seconds (0.1#10.140)