Ciptakan Efek Ganda, Jangan Utamakan Komersial
A
A
A
Terobosan Pemkot Surakarta menjadikan bus tingkat Werkudara sebagai ikon pariwisata baru dinilai merupakan langkah yang tepat. Mayoritas negara-negara maju diEropa memiliki buscity touruntuk memanjakan wisatawan yang datang.
Sikap Pemkot Surakarta yang tidak mengedepankan faktor komersial dalam pengelolaan Bus Werkudara juga sudah tepat. Namun yang terpenting adalah intervensi pemerintah guna menciptakan efek ganda dari adanya bus city tour ini. ”Jadi, jangan berharap pendapatan besar dari penjualan tiket bus,” kata pengamat transportasi Dr Eng Ir Syafii MT. Dia juga mengingatkan agar Pemkot Surakarta memberi perhatian lebih pada aspek pemeliharaan berbagai objek wisata yang dilintasi Bus Werkudara berikut infrastruktur penunjangnya.
Semua harus dikemas dengan baik. Di antaranya, dengan membangun fasilitas memadai bagi pedestrian karena aktivitas berjalan kaki bagi para turis terutama dari negara-negara negara maju sudah menjadi kebiasaan. Solo, lanjut Syafii, patut belajar dari Bali yang pengelolaan infrastruktur bagi pejalan kakinya sudah cukup baik. Solo dinilai masih perlu banyak pembenahan, contohnya trotoar di Jalan Slamet Riyadi yang sering kali dipakai parkir kendaraan untuk keperluan acara hajatan.
Solo harus bisa bersaing dengan kota lain dalam penanganan sistem transportasi wisatawan yang baik. Terlebih, para wisatawan rata-rata lebih suka naik bus city tour dibanding naik taksi. Dosen Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta ini menambahkan, Solo sebagai heritage city harus memiliki komponen pendukung wisata yang memadai.
Dalam pandangannya, Bus Werkudara belum berdampak terhadap kemacetan meski memiliki dimensi yang besar dan tinggi. Keberadaannya justru dapat mengurangi kepadatan lalu lintas karena para wisatawan tidak perlu naik mobil pribadi. ”Menata sistem transportasi yang baik di Solo sangat penting. Apalagi, saat ini banyak muncul mal dan hotel yang memiliki dampak kemacetan di sekitarnya.
Misalnya, dengan adanya parkir liar dan aktivitas bongkar muat di jalan arteri primer,” katanya. Ketegasan pemerintah dalam aspek pengawasan pun tak kalah sangat penting. Di sisi lain, penyediaan lahan untuk parkir out street adalah keniscayaan. Keberadaan tol Semarang-Solo atau Solo-Kertosono nantinya sedikit banyak akan berdampak terhadap tingkat kunjungan wisatawan maupun kemacetan.
Tak kalah penting adalah pemerintah harus getol memberi edukasi mengenai transportasi publik kepada semua lapisan masyarakat. ”Etika transportasi harus diperkenalkan sejak dini agar nantinya menjadi sikap budaya,” ujar doktor lulusan Kobe University Jepang Jurusan Transportasi ini. Solo sebenarnya dapat mengembangkan trem sebagai alat transportasi umum.
Namun, problem infrastruktur memang menjadi kendala mengingat selama ini badan jalan di Kota Solo rata-rata sudah terpakai. Penataan bus Batik Solo Transport (BST) pun perlu terus dibenahi. Sementara itu, Krisna Indra Lesmana, 26, kru Bus Werkudara, mengungkapkan, beberapa kali dia menerima kritik dari penumpang. Ada saja penumpang yang protes ketika tiba waktu pergantian lokasi duduk di tengah-tengah perjalanan.
Biasanya, penumpang yang dapat giliran pertama duduk di atas menolak saat diminta untuk pindah duduk di bawah. Itu karena pandangan dari bagian atas jauh lebih luas dibanding kalau duduk di bawah. ”Tapi ya sebagai kru yang melayani penumpang, semua ini kami sikapi dengan sabar. Kami lalu menjelaskan bahwa aturannya memang seperti itu.
Kalau mereka yang diatas tidak mauturun, terpaksa bus tidak jalan,” jelasnya. Hal kurang menyenangkan lainnya bagi dia adalah ketika ada penumpang yang muntah atau anak-anak yang buang air di dalam bnus. Sambudi dan Irawan, kru lain Bus Werkudara, menyatakan, sebelum berangkat, mereka wajib mengecek kondisi AC, ketersediaan tisu, P3, plastik, hingga parfum pewangi kabin bus. Menjelang berangkat, penumpang diabsen apakah semuanya sudah naik atau belum. Jika hingga 10 menit tidak datang juga, penumpang bersangkutan terpaksa ditinggal.
Ary wahyu
Sikap Pemkot Surakarta yang tidak mengedepankan faktor komersial dalam pengelolaan Bus Werkudara juga sudah tepat. Namun yang terpenting adalah intervensi pemerintah guna menciptakan efek ganda dari adanya bus city tour ini. ”Jadi, jangan berharap pendapatan besar dari penjualan tiket bus,” kata pengamat transportasi Dr Eng Ir Syafii MT. Dia juga mengingatkan agar Pemkot Surakarta memberi perhatian lebih pada aspek pemeliharaan berbagai objek wisata yang dilintasi Bus Werkudara berikut infrastruktur penunjangnya.
Semua harus dikemas dengan baik. Di antaranya, dengan membangun fasilitas memadai bagi pedestrian karena aktivitas berjalan kaki bagi para turis terutama dari negara-negara negara maju sudah menjadi kebiasaan. Solo, lanjut Syafii, patut belajar dari Bali yang pengelolaan infrastruktur bagi pejalan kakinya sudah cukup baik. Solo dinilai masih perlu banyak pembenahan, contohnya trotoar di Jalan Slamet Riyadi yang sering kali dipakai parkir kendaraan untuk keperluan acara hajatan.
Solo harus bisa bersaing dengan kota lain dalam penanganan sistem transportasi wisatawan yang baik. Terlebih, para wisatawan rata-rata lebih suka naik bus city tour dibanding naik taksi. Dosen Fakultas Teknik Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta ini menambahkan, Solo sebagai heritage city harus memiliki komponen pendukung wisata yang memadai.
Dalam pandangannya, Bus Werkudara belum berdampak terhadap kemacetan meski memiliki dimensi yang besar dan tinggi. Keberadaannya justru dapat mengurangi kepadatan lalu lintas karena para wisatawan tidak perlu naik mobil pribadi. ”Menata sistem transportasi yang baik di Solo sangat penting. Apalagi, saat ini banyak muncul mal dan hotel yang memiliki dampak kemacetan di sekitarnya.
Misalnya, dengan adanya parkir liar dan aktivitas bongkar muat di jalan arteri primer,” katanya. Ketegasan pemerintah dalam aspek pengawasan pun tak kalah sangat penting. Di sisi lain, penyediaan lahan untuk parkir out street adalah keniscayaan. Keberadaan tol Semarang-Solo atau Solo-Kertosono nantinya sedikit banyak akan berdampak terhadap tingkat kunjungan wisatawan maupun kemacetan.
Tak kalah penting adalah pemerintah harus getol memberi edukasi mengenai transportasi publik kepada semua lapisan masyarakat. ”Etika transportasi harus diperkenalkan sejak dini agar nantinya menjadi sikap budaya,” ujar doktor lulusan Kobe University Jepang Jurusan Transportasi ini. Solo sebenarnya dapat mengembangkan trem sebagai alat transportasi umum.
Namun, problem infrastruktur memang menjadi kendala mengingat selama ini badan jalan di Kota Solo rata-rata sudah terpakai. Penataan bus Batik Solo Transport (BST) pun perlu terus dibenahi. Sementara itu, Krisna Indra Lesmana, 26, kru Bus Werkudara, mengungkapkan, beberapa kali dia menerima kritik dari penumpang. Ada saja penumpang yang protes ketika tiba waktu pergantian lokasi duduk di tengah-tengah perjalanan.
Biasanya, penumpang yang dapat giliran pertama duduk di atas menolak saat diminta untuk pindah duduk di bawah. Itu karena pandangan dari bagian atas jauh lebih luas dibanding kalau duduk di bawah. ”Tapi ya sebagai kru yang melayani penumpang, semua ini kami sikapi dengan sabar. Kami lalu menjelaskan bahwa aturannya memang seperti itu.
Kalau mereka yang diatas tidak mauturun, terpaksa bus tidak jalan,” jelasnya. Hal kurang menyenangkan lainnya bagi dia adalah ketika ada penumpang yang muntah atau anak-anak yang buang air di dalam bnus. Sambudi dan Irawan, kru lain Bus Werkudara, menyatakan, sebelum berangkat, mereka wajib mengecek kondisi AC, ketersediaan tisu, P3, plastik, hingga parfum pewangi kabin bus. Menjelang berangkat, penumpang diabsen apakah semuanya sudah naik atau belum. Jika hingga 10 menit tidak datang juga, penumpang bersangkutan terpaksa ditinggal.
Ary wahyu
(bbg)