Puasa Cetak Mental Pemenang

Sabtu, 27 Juni 2015 - 10:40 WIB
Puasa Cetak Mental Pemenang
Puasa Cetak Mental Pemenang
A A A
JAKARTA - Puasa Ramadan mengajarkan pentingnya manusia menahan diri dan berkorban demi mencapai kemenangan. Berlatih menahan diri dan rela berkorban seperti ini juga penting dalam konteks berbangsa dan bernegara.

Direktur Eksekutif Reform Institute Yudi Latief mengatakan kemajuan dapat dicapai suatu bangsa jika dia terlebih dulu melewati serangkaian penderitaan. Kesuksesan apa pun tidak akan bisa dicapai dengan cara yang instan. ”Puasa mengajari kita memiliki mentalitas pemenang.

Tidak ada jalan mencapai kemajuan kecuali lewat penderitaan dengan menunda kemenangan,” ujar Yudi pada acara Forum Redaksi bertema ”Dengan Ramadan Kita Perkuat Komitmen Kebangsaan” di Auditorium MNC Tower Jakarta kemarin. Menurut Yudi, melalui puasa, syahwat kesenangan harus ditahan dan manusia memberi ruang pada dirinya untuk berefleksi. Karena puasa, rutinitas keseharian ditinggalkan demi mencapai kejernihan pandangan.

Dengan puasa pula manusia rela menunda kesenangannya untuk sebuah visi yang lebih besar. ”Ibarat pepohonan, daun, dengan puasa kita perlu membiarkan diri meranggas, lalu gugur demi menyongsong harapan tibanya musim semi. Ini semua perlu pengorbanan. Bangsa Indonesia juga seharusnya begitu.

Puasa adalah momen penahanan diri itu,” ujar Yudi. Sayangnya, kata dia, sebagian elite politik nasional justru tidak melakukan refleksi diri pada Ramadan ini. Sebaliknya, pada bulan puasa ada di antara mereka yang seolah berpesta. Alih-alih melepaskan penderitaan rakyat, para elite lebih menonjolkan possessive individualism.

Misalnya (anggota DPR) mati-matian memperjuangkan dana aspirasi, padahal di saat yang sama tingkat kesenjangan di masyarakat makin lebar. Yudi mengaku prihatin karena Indonesia memiliki UUD 1945 dengan pembukaannya yang mengandung pesan sangat luar biasa, bahkan dia menilai UUD tersebut sebagai konstitusi terbaik di dunia. Namun kenyataan kondisi kebangsaannya hari ini masih jauh dari apa yang dicita-citakan para pendiri bangsa.

Semangat gotong royong yang menjadi modal pendiri bangsa dalam mencapai kemajuan gemilang di awal kemerdekaan kini telah bergeser dengan mental elite yang lebih mementingkan diri sendiri dan kelompok. Pada kesempatan yang sama CEO MNC Group Hary Tanoesoedibjo (HT) mengatakan, bangsa Indonesia memiliki banyak ketertinggalan karena ada kekeliruan dalam pengelolaan negara, termasuk arah kebijakan ekonomi yang tidak tepat sasaran.

Menurutnya, pemerintah lebih fokus pada pertumbuhan makro dan mengabaikan pertumbuhan masyarakat kecil seperti petani, nelayan, dan buruh. HT menambahkan, selama ini UMKM di Indonesia sulit berkembang karena tidak memiliki akses pada permodalan. Bunga kredit perbankan untuk UMKM ini jauh lebih besar dibandingkan untuk pengusaha.

Padahal, untuk maju, kalangan masyarakat kecil ini butuh akses modal, selain butuh peningkatan keterampilan dan proteksi terhadap usaha mereka. ”Kita tidak punya visi membangun bangsa, saya tidak tahu apakah karena tidak mengerti atau ini pembiaran. Pembangunan makro memang penting, tapi kehidupan masyarakat kecil itu perlu dientaskan,” ujarnya. ”Pemerintah yang punya kewenangan untuk membuat kebijakan agar masyarakat kecil ini bisa terbantu,” papar HT.

Bakti m munir
(bbg)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7192 seconds (0.1#10.140)
pixels