DPR Nilai Presiden Takut Opini Publik

Sabtu, 27 Juni 2015 - 10:30 WIB
DPR Nilai Presiden Takut Opini Publik
DPR Nilai Presiden Takut Opini Publik
A A A
JAKARTA - Pimpinan DPR mengkritik keras gaya pemerintahan Presiden Joko Widodo(Jokowi) yang lebih takut pada tekanan publik dibandingkan menegakkan cara-cara kenegaraan yang sudah diatur dalam peraturan perundang-undangan.

Jika gaya itu terus dilakukan Jokowi, DPR khawatir pemerintahan ke depan dikendalikan oleh opini tanpa mengindahkan kaidah-kaidah kenegaraan. ”Pemerintah apaan kayak begini, kenapa opini publik menjadi segala-galanya?” kata Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah di Gedung DPR, Jakarta, kemarin.

Dengan gaya seperti itu, Fahri pesimistis pembahasanpembahasan terkait kebijakan program pembangunan serta upaya mematangkan regulasi akan berjalan sesuai harapan. Dalam perjalanannya apa yang sudah dibahas dan disepakati oleh pemerintah dan DPR bisa saja mentah ketika ada sentimen negatif dari publik.

”Apa yang sedang dibahas, entar tibatiba enggak jadi, takut. Iya kan karena publik memberi sentimen negatif,” ucapnya. Fahri menjelaskan, sudah ada beberapa contoh Presiden Jokowi menunjukkan kepatuhannya pada opini publik. Bukan pada UU atau konstitusi sebagaimana dijanjikan saat pelantikannya sebagai presiden saat itu.

Contoh terkini yang menunjukkan bahwa Jokowi lebih takut pada opini publik, lanjut dia, adalah terkait Usulan Program Pembangunan Daerah Pemilihan (UP2DP). Terkait gagasan itu, Presiden sudah menyatakan menolak meskipun sebelumnya ada pembahasan di Banggar DPR dengan pemerintah dalam hal ini kementerian terkait. Kemudian terkait usulan revisi UU KPK di mana Presiden tanpa ada komunikasi dan pembahasan pendahuluan langsung menyampaikan sikapnya menolak melakukan revisi.

Padahal, di sisi lain kementerian terkait sedang melakukan pembicaraan awal dengan DPR. Dengan rentetan contoh itu, Fahri pesimistis nanti wacana menambah dana partai politik bakal disetujui oleh Jokowi meski wacana tersebut awalnya digulirkan oleh pemerintah dalam hal ini Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo.

”Tiba-tiba nanti bilang melalui seorang menteri kalau Presiden tidak berkenan. Harusnya ngomong dong sama rakyat, paparkan. Dulu katanya jago pidato, presentasi, katanya. Sekarang enggak ada pidato-pidatonya, diam-diam saja,” ungkapnya. Politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini menambahkan, sebenarnya penambahan dana bantuan untuk partai politik ini sangat penting, khususnya dalam mencegah potensi korupsi yang ada di parpol.

Sebelumnya Presiden Joko Widodo (Jokowi) menginstruksikan Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly untuk membahas penundaan revisi Undang-Undang No 30/2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak PidanaKorupsi. Presidenmengaku tidak memiliki niatan untuk merevisi Undang-Undang KPK dan menghendaki agar DPR fokus merevisi KUHP dan KUHAP yang merupakan agenda lama dan telah diprioritaskan.

Rahmat sahid/ rarasati syarief
(bbg)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5823 seconds (0.1#10.140)