DPR Minta Revisi SE Petahana

Kamis, 25 Juni 2015 - 10:21 WIB
DPR Minta Revisi SE Petahana
DPR Minta Revisi SE Petahana
A A A
JAKARTA - Komisi II DPR meminta revisi terhadap Surat Edaran Komisi Pemilihan Umum (SE KPU) tentang Petahana. Pasalnya, surat tersebut dinilai telah melampaui kewenangan KPU sebagai penyelenggara pilkada.

Sejumlah anggota Komisi II meminta agar KPU merevisi atau mencabut SE tersebut. ”Saya ingin mempertanyakan ke KPU kenapa tiba-tiba muncul surat tersebut. Kalau alasannya karena ada pertanyaan dari daerah, ini melampaui kewenangan KPU,” ujar anggota Komisi II Luthfi Andi Mutty dalam RDP dengan agenda evaluasi Peraturan KPU (PKPU) di Jakarta kemarin.

Menurut dia, larangan politik dinasti dibahas cukup mendalam dalam pembahasan Undang- Undang (UU) No 8/2015 tentang Pilkada. Pasalnya, semua menginginkan agar pilkada berlangsung fair dan tidak ada intimidasi dan manipulasi. Luthfi mengkhawatirkan dengan adanya SE KPU Nomor 302 itu akan banyak petahana yang berbondong-bondong mengundurkan diri demi mendorong keluarganya maju dalam pilkada. Kondisi ini dapat berimbas pada kondisi pemerintahan di daerah.

”Pastinya kapan petahana mengundurkan diri. Apakah sejak dia mengajukan permohonan diri, apa sejak persetujuan DPRD? Apakah sejak SK pemberhentian mendagri? Atau sejak tanggal pelantikan?” tandasnya. Wakil Ketua Komisi II DPR Ahmad Riza Patria mengatakan pada dasarnya anggota sudah sepakat tentang substansinya, yakni tidak setuju dengan politik dinasti.

Definisi di PKPU memberi tafsiran yang bukan petahana bisa mencalonkan, ternyata definisi petahana tidak ada di UU Pilkada dan definisi petahana yang berdasarkan kamus berimplikasi keluar dari semangat yang diatur dalam UU Pilkada dan PKPU. ”SE tidak salah dalam hal menjelaskan definisi petahana. Tapi SE ini justru beri ruang bagi petahana untuk dapat mencalonkan keluarganya.

Dari segi redaksi tidak salah, jadi apa solusi kita?” ujarnya. Menurut Riza, yang terpenting mampu menjelaskan substansi yang diinginkan undangundang. ”Yang paling mungkin revisi SE dan PKPU. Kapan? Apa sekarang? Tunggu MK apa memperkuat? Atau kita rapat berikutnya dengan mendagri,” ujar Riza.

Ketua KPU Husni Kamil Manik mengatakan, definisi yang dilakukan KPU dalam SE KPU Nomor 302 merupakan bentuk atas pertanyaan KPU daerah berdasarkan atas masukan definisi dari Prof Zudan dari MK yang menegaskan bahwa petahana merupakan pejabat yang menjabat. ”Sebelumnya kami pernah ajukan dalam draf rancangan PKPU bahwa petahana adalah yang sedang menjabat atau pernah menjabat paling kurang satu kali masa jabatan, tapi ditolak oleh DPR,” kata Husni.

Menurut Husni, pada prinsipnya KPU berpandangan sama bahwa dinasti politik tidak diperbolehkan dalam pilkada. Namun, aturan tersebut justru menimbulkan peraturan baru. Namun demikian, Husni mengatakan bahwa urusan untuk mengubah PKPU tentunya membutuhkan rapat konsultasi antara KPU, mendagri, dan Komisi II DPR. Namun, tentunya hasil judicial review tentang petahana di MK perlu juga dipertimbangkan nantinya. ”Pertimbangkan juga proses di MK. Kita lakukan setelah putusan MK keluar sehingga tidak mengubah berkali-kali,” tandasnya.

174 Calon Independen Lolos

Sementara itu, KPU menyatakan hingga pendaftaran calon perseorangan ditutup pada 15 Juni lalu telah terdaftar 254 pasangan calon (paslon). ”Dari jumlah 254 pasangan calon yang mendaftar, yang memenuhi syarat pendaftaran sebesar 174 pasangan calon,” kata Ketua KPU Husni Kamil Manik. Husni menjelaskan, jumlah 254 paslon pilkada itu berasal dari sejumlah daerah baik itu tingkatan provinsi maupun kabupaten/kota. Jumlah tersebut tidak seluruhnya berasal dari 269 daerah yang akan melaksanakan pilkada nanti.

Kiswondari
(bbg)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6350 seconds (0.1#10.140)