Senyawa Penawar Berbagai Penyakit Berat

Minggu, 21 Juni 2015 - 10:36 WIB
Senyawa Penawar Berbagai Penyakit Berat
Senyawa Penawar Berbagai Penyakit Berat
A A A
Dalam usia 34 tahun Sri Fatmawati sudah menggondol gelar S-3 di bidang kimia dari universitas ternama di Jepang. Pada 2013 lalu, dia berhasil menyisihkan ribuan perempuan peneliti dari berbagai negara dan mengantongi beasiswa senilai USD40.000 dari ajang LLoreal-UNESCO For Women in Science.

Penelitian Sri tentang spons potensial menghasilkan senyawa obat untuk menyembuhkan berbagai penyakit seperti malaria, infeksi, kanker, diabetes, alzeimer, bahkan diharapkan bisa berkembang untuk mengobati HIV. Fatma berharap penelitian ini dapat memberikan sumbangsih berarti dalam pengobatan penyakit-penyakit serius yang selama ini menjadi tantangan bagi umat manusia.

Lebih dari itu, penerima Faculty for the Future Award 2012 dari Schlumberger Foundation ini ingin menunjukkan Indonesia sebagai negara yang luar biasa. Yang jelas, tujuan setiap peneliti adalah membuat sesuatu yang berguna bagi kemaslahatan umat manusia serta bermanfaat bagi banyak orang.

Selama dua tahun penuh mulai 2014 lalu, jebolan S-1 Jurusan Teknik Kimia Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (MIPA) di Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya (ITS) ini melakukan penelitian di Institute of Natural Products Chemistry, National Center for Scientific Research (CNRS) di Guf-sur-Yvette, Prancis, atas proposal risetnya mengenai spons.

Spons yang diteliti Fatma berasal dari hewan multiseluler jenis invertebrata atau hewan tanpa tulang belakang paling primitif dan sederhana yang ditemukan di Samudra Indo-Pasifik. Apabila dikeringkan, hewan itu akan seperti spons. Fatma yang sudah 12 tahun menjadi dosen Jurusan Teknik Kimia ITS ini mengaku tertarik meneliti spons karena wilayah laut di Indonesia sangat luas, yakni 2/3 dari wilayah keseluruhan.

Indonesia punya harta karun berlimpah yang negara lain tidak punya, termasuk biodiversitas yang luar biasa. Ketika berkunjung ke Yordania pada 2010, Fatma bertemu dengan seorang profesor yang mendalami biota laut dari Institute of Natural Products Chemistry, National Center for Scientific Research (CNRS), Guf-sur-Yvette, Prancis. Mereka pun terlibat diskusi seru hingga topiknya mengarah pada potensi laut Indonesia yang memiliki banyak spons.

Saat itulah Fatma mengusulkan untuk melakukan penelitian spons yang ada di Indonesia. Profesor itu sangat mendukung dan memberi dorongan positif. Tak lama, perempuan kelahiran Sampang, 3 November 1980, ini pun menyerahkan proposal penelitian kepada sang profesor mengingat dalam melakukan penelitian harus ada partner atau mitra dari luar. Selain banyak berdiskusi dengan sang profesor tadi, dia juga melahap banyak jurnal sebagai bahan bacaan.

Dari sana Fatma mengetahui bahwa peluang untuk mendapatkan senyawa baru dari spons sangat besar. Penelitian terdahulu menunjukkan bahwa senyawa-senyawa dari spons yang sudah diisolasi bisa dijadikan antitumor. “Saya pikir, dengan potensi yang besar tersebut, peluang untuk mendapatkan senyawa aktif sebagai antikanker juga semakin besar. Itugoal saya,” jelasnya.

Proses dari spons hingga ditemukan senyawa baru panjang dan rumit. Pertama, spons tersebut diisolasi dengan ekstraksi, yakni proses pemisahan suatu zat berdasarkan perbedaan kelarutannya terhadap dua cairan tidak saling larut yang berbeda, biasanya air dan yang lainnya pelarut organik. Dengan kata lain, diambil sarinya. Kedua, proses fraksinasi, yaitu prosedur pemisahan komponen-komponen berdasarkan perbedaan kepolaran tergantung dari jenis senyawa yang terkandung dalam tumbuhan.

Setelah itu, masih ada lagi proses panjang hingga didapatkan senyawa baru. Setelah senyawa baru didapatkan lalu dielusidasi struktur, yaitudilihat strukturdankandungannya seperti apa. Untuk memisahkannya itu membutuhkan kemampuan khusus. Isolasi senyawa dari penelitian ini bisa diaplikasikan sebagai obat malaria, infeksi, kanker, dan alzeimer. Karena ini masih proposal riset, kemungkinan untuk berkembang masih mungkin sekali. Fatma berharap penelitian ini dan hasilnya nanti bisa juga untuk mengobati lebih banyak penyakit.

Personalize Medicine


Tak banyak orang Indonesia yang menjadi ahli genetika statistika. Mereka mengidentifikasi gen yang berhubungan dengan penyakit manusia untuk menemukan obatnya. Di antara segelintir nama, ada Beben Benyamin yang kini berkarier di Centre for Neurogenetics and Statistical Genomics (CNSG), Queensland Brain Institute, The University of Queensland, Brisbane, Australia. Menggunakan metode matematika dan statistika, Beben Benyamin mengidentifikasi gen yang berhubungan dengan penyakit manusia.

Visiting Scientist di Queensland Institute of Medical Research (QIMR) ini telah memublikasikan puluhan paper yang antara lain dimuat di berbagai jurnal internasional bergengsi seperti Nature, PloS Medicine, American Journal of Human Genetics, Molecular Psychiatry, dan and Human Molecular Genetics .

Beben adalah penerima beasiswa NHMRC Peter Doherty Fellowship (2009-2012), 2013 UQ Indonesia Partnership Award, dan finalis Australian Society of Medical Research Postdoctoral Award 2010. Dengan keahliannya di bidang genetika statistika, Beben Benyamin meyakini bahwa meski penyakitnya sama, setiap pasien memiliki reaksi berbeda terhadap obat yang diberikan dokter. Itu karena gen manusia tak ada yang sama. Dengan begitu, dosis obatnya pun harus berbeda.

Dia berobsesi mengembangkan personalize medicine diTanah Air. Pemberian obat yang benar-benar cocok untuk pasien. Genetika statistika atau statistical genetic merupakan bidang penelitian genetika untuk kedokteran dengan menggunakan metode matematika dan statistika. Tujuannya adalah untuk mencari gen yang berhubungan dengan penyakit manusia.

Penelitian Beben berfokus pada basic science yang dari hasil temuannya bisa dilakukan penelitian lebih lanjut. Beben dan tim lebih pada menyediakan ilmu dasarnya. Karena bernaung di Queensland Brain Institute, penelitiannya pun lebih berhubungan dengan mental health seperti skizofrenia, alzeimer, dan autisme. Peraih PhD dari University of Edinburgh, Inggris, ini mencontohkan, misalnya telah ditemukan gen yang berhubungan dengan penyakit jantung.

Dengan begitu, penelitian bisa difokuskan untuk menemukan obat dengan menjadikan gen tersebut sebagai target penelitian. Selain itu, gen tersebut juga bisa dijadikan alat untuk memprediksi apakah seseorang berpotensi mengidap penyakit jantung atau tidak. Ke depannya, lanjut pria kelahiran Tasikmalaya, 12 Oktober 1976, ini, akan ada apa yang disebut personalize medicine. Maksudnya, obat yang diberikan akan disesuaikan dengan gen si pasien.

Itu karena setiap pasien memiliki reaksi berbeda terhadap obat yang diterima. Saat ini, Beben dan timnya sedang meneliti motor neuron diseases atau MND, yaitu suatu penyakit yang menyebabkan kerusakan pada motor neuron. Dia berkolaborasi dengan peneliti di China karena China memiliki jumlah pasien MND terbesar.

Dina angelina/arif ardliyanto/ ananda nararya
(bbg)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7941 seconds (0.1#10.140)