Akselerasi Berpikir dengan Otak Virtual

Minggu, 21 Juni 2015 - 10:35 WIB
Akselerasi Berpikir...
Akselerasi Berpikir dengan Otak Virtual
A A A
Sementara itu, satu dari (hanya) lima kardiologis di dunia, Taruna Ikrar, adalah pemegang paten metode pemetaan otak manusia, yakni metode yang menggambarkan dinamika pada otak manusia secara terperinci. Kemampuannya merupakan gabungan cardiovascular system dan neuroscience.

Dia juga penemu gene therapy, teknik terbaru pengobatan penyakit epilepsi. Kepakarannya diakuisecara internasional. Pria yangmendapatkanpenghargaan extraordinary ability dari Pemerintah AS ini pun seorang pakar farmasi, jantung, sistem saraf, dan elektropsikologi. Dia menjadi dokter pertama dari Indonesia yang bisa menerbitkan karya ilmiahnya di Jurnal Nature, jurnal ilmiah internasional ternama.

Karya jurnal ilmiahnya bersama Kuhlman SJ, Olivas ND, Tring E, Xu X, dan Trachtenberg JT berjudul “A disinhibitory microcircuit initiates critical period plasticity in visual cortex “ (2013). Proyek terbarunya adalah mengembangkan otak virtual. Taruna menjelaskan, dalam otak manusia terdapat 100 miliar sel yang berasal dari seluruh tubuh. Satu sel memiliki 10.000 jaringan.

Dengan begitu, jaringan keseluruhan dalam tubuh manusia mencapai 100-1.000 triliun. Dengan keahliannya di pemetaan otak, Taruna sedang mencoba melakukan akselerasi terhadap kemampuan berpikir dengan membuat otak virtual. Pemerintah AS tahun lalu menggelontorkan dana USD100 miliar dengan target proyek ini rampung dalam waktu 10 tahun. Dia menjadi salah satu ahli yang terlibat.

Kegunaan otak virtual, lanjut pria kelahiran Makassar, 15 April 1969, ini adalah sebagai pengganti sementara otak manusia yang bisa letih.Otak virtual adalah robot yang tidak ada capainya sehingga banyak produksi ilmiah yang bisa dijalankan. Dalam konteks lain, kualitas hidup orang yang lumpuh, tetapi otaknya masih berfungsi, bisa ditingkatkan. “Di aspek lain, kita bisa membaca pikiran orang lain.

Sebenarnya, kami sudah memadukan dan mulai berjalan, tapi dasarnya adalah bagaimana menuntaskan 100 triliun jaringan tadi,” papar Wakil Presiden International Indonesian Scientists Association periode 2011-2015 ini. Menurut Taruna, sebelumnya dia sangat ingin tahu dan terus bertanya-tanya bagaimana cara otak mengontrol jantung. Setelah bekerja siang dan malam akhirnya terjawab.

Dia berinovasi dengan alat baru yang disebut voltage sensitive dye imaging and laser scanning photostimulation. Taruna menggabungkan kedua teknik itu dan berhasil. Dia mematenkan temuannya di AS pada akhir 2009. Seharusnya Taruna sudah kembali ke Indonesia setelah itu, tapi pihak AS terus memperpanjang masa kerjanya.

Dia pun melanjutkan spesialisasi di School of Medicine, University California, AS mengambil neuroscience. Pria yang menyelesaikan pendidikan hingga post-doctoral di Divisi Neurosciences, School of Medicine, University California, Irvine, AS ini bekerja sama dengan para penerima penghargaan Nobel.

Dokter Udang

Ilmuwan lainnya adalah Sidrotun Naim yang dikenal sebagai dokter udang. Staf pengajar Program Studi Agrobisnis Surya University, Serpong, Tangerang, ini merupakan orang Indonesia pertama yang menyelesaikan program PhD di laboratorium referensi dunia tentang penyakit udang di University of Arizona, AS.

Ketertarikannya pada studi penyakit udang didasarkan atas keprihatinan karena merosotnya ekspor udang yang telah menyebabkan para petani udang di Indonesia menderita kerugian besar. Berkat konsistensinya, Naim mendapat banyak penghargaan, di antaranyaL’Oreal- UNESCOFWISInternational 2012 di Paris, Anugerah Menristek 2012, Telkom Indonesia 2013, dan Global Innovation Initiative 2014.

Anggota tim ahli Direktorat Kesehatan Ikan dan Lingkungan, Kementerian Kelautan dan Perikanan, ini meraih gelar PhD untuk bidang mikrobiologi lingkungan melalui program PhD Fulbright Presidential. Dia juga mempunyai tiga gelar master sekaligus, dua dari Universitas Arizona pada 2012 dan satu dari University of Queensland, Australia, pada 2005. Disertasi doktoral Naim membahas masalah penyakit udang dan pencegahannya.

Dia melakukan riset lanjutan di Harvard Medical School mengenai virus udang. Naim yang juga Direktur Center for Sustainable Aquaculture and Pathology studies (AquaPath) Surya University adalah penerima Pin Prince of Asturias dan Prince of Asturias Award 2014 di Spanyol untuk kategori kerja sama internasional, mewakili program Fulbright dan alumni dari seluruh dunia yang berjumlah sekitar 360.000 orang.

Di Spanyol, penghargaan Prince of Asturias adalah penghargaan tertinggi yang diberikan kepada warga dunia untuk bidang yang berbeda, yang dikenal sebagai Nobel dari Spanyol. Beberapa tokoh penting yang pernah menerima penghargaan tersebut adalah Nelson Mandela, Muhammad Yunus, Stephen Hawking, Bill Gates, Iker Casillas, dan Xavi Hernandez. Perempuan kelahiran Sukoharjo, 29 Mei 1979, ini juga mendapatkan penghargaan Schlumberger Foundation Faculty for the Future. Sebuah penghargaan yang dikhususkan untuk women scientist dan engineers.

Robi ardianto
(bbg)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.1095 seconds (0.1#10.140)