Puasa Bentuk Pribadi Saleh
A
A
A
SEMARANG - Ramadan merupakan momentum bagi umat Islam untuk menempa diri menjadi insan yang bertakwa. Melalui puasa, setiap pribadi muslim dilatih menjadi manusia yang mulia dan saleh, baik secara individu maupun sosial.
Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo Semarang Muhibbin mengatakan, ibadah puasa yang dilaksanakan selama sebulan penuh ini pada dasarnya adalah ajang pembelajaran untuk menjadi insan yang lebih baik. ”Semua hal yang dilakukan saat berpuasa itu adalah pelatihan. Selama sebulan penuh ini, umat Islam dididik untuk meningkatkan ketakwaan kepada Tuhan dengan melakukan berbagai hal yang bernilai ibadah,” ujarnya kemarin.
Pelatihan-pelatihan tersebut, lanjut Muhibbin, bertujuan menjadikan umat lebih baik untuk kehidupan di kemudian hari. Dengan demikian setelah Ramadan selesai, setiap individu muslim tetap mampu melanjutkan kebaikan-kebaikan di bulan-bulan berikutnya. Jika mampu lulus melalui ujian Ramadan, setia pribadi muslim akan memiliki kesalehan pribadi maupun kesalehan sosial.
Kesalehan pribadi, kata dia, dibuktikan dengan kemampuan setiap insan untuk mengendalikan hawa nafsu, meningkatkan kualitas ibadah, menjadi manusia penyabar, dan sebagainya. ”Sementara kesalehan sosial seperti selalu bersedekah, menolong sesama, dan memberikan bantuan,” ujarnya.
Dosen Fakultas Dakwah UIN Walisongo Semarang Misbah Zulfa Elisabeth mengatakan, melalui ibadah puasa umat Islam diajari bahwa apa yang mereka lakukan saat Ramadan seharusnya membekas dan tetap berlanjut meskipun bulan istimewa itu telah usai. Namun sampai saat ini, kata dia, masih banyak masyarakat yang belum memahami bahwa sebenarnya Ramadan adalah momentum belajar untuk menjadi lebih baik di kemudian hari sehingga seusai Ramadan kepekaan terhadap permasalahan sosial kembali luntur.
”Banyak masyarakat yang berlombalomba berbuat baik selama Ramadan saja, tetapi hal itu tidak lagi dijumpai seusai Ramadan. Padahal sebenarnya puasa itu hanyalah pembelajaran agar apa yang dilakukan selama Ramadan tetap berlanjut sampai akhir hayat,” ujarnya. Diakuinya, dibutuhkan waktu cukup lama bagi umat untuk memahami makna puasa secara utuh tersebut.
Namun dengan terus melakukan pembelajaran, pemahaman akan semakin terbentuk sehingga pada akhirnya mereka nantinya akan menjadi orang yang penuh kasih sayang dan peduli terhadap sesama meski itu di luar Ramadan. Terpisah, Ketua Umum Lembaga Studi Islam dan Kemasyarakatan (LSIK) Abdul Hafiz Anshari mengatakan, Ramadan adalah tempat umat Islam untuk mengoreksi diri.
Setelah 11 bulan dilalui dengan kenikmatan duniawi, di bulan ini manusia diminta untuk bisa mengendalikan hawa nafsunya. ”Ini kesempatan karena orang dibina menjadi orang muttaqin , artinya manusia yang paripurna,” ujarnya di Jakarta awal pekan ini. Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) periode 2007-2012 ini mengatakan,
tujuan akhir dari seluruh rutinitas selama Ramadan adalah bagaimana mengaplikasikannya di bulan-bulan lain agar setiap pribadi menjadi manusia bertakwa. ”Karena itu kontinuitas diperlukan supaya Ramadan menjadi momen meneguhkan keimanan dan ketakwaan umat,” ujarnya.
Andika prabowo/ dian ramdhani
Rektor Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo Semarang Muhibbin mengatakan, ibadah puasa yang dilaksanakan selama sebulan penuh ini pada dasarnya adalah ajang pembelajaran untuk menjadi insan yang lebih baik. ”Semua hal yang dilakukan saat berpuasa itu adalah pelatihan. Selama sebulan penuh ini, umat Islam dididik untuk meningkatkan ketakwaan kepada Tuhan dengan melakukan berbagai hal yang bernilai ibadah,” ujarnya kemarin.
Pelatihan-pelatihan tersebut, lanjut Muhibbin, bertujuan menjadikan umat lebih baik untuk kehidupan di kemudian hari. Dengan demikian setelah Ramadan selesai, setiap individu muslim tetap mampu melanjutkan kebaikan-kebaikan di bulan-bulan berikutnya. Jika mampu lulus melalui ujian Ramadan, setia pribadi muslim akan memiliki kesalehan pribadi maupun kesalehan sosial.
Kesalehan pribadi, kata dia, dibuktikan dengan kemampuan setiap insan untuk mengendalikan hawa nafsu, meningkatkan kualitas ibadah, menjadi manusia penyabar, dan sebagainya. ”Sementara kesalehan sosial seperti selalu bersedekah, menolong sesama, dan memberikan bantuan,” ujarnya.
Dosen Fakultas Dakwah UIN Walisongo Semarang Misbah Zulfa Elisabeth mengatakan, melalui ibadah puasa umat Islam diajari bahwa apa yang mereka lakukan saat Ramadan seharusnya membekas dan tetap berlanjut meskipun bulan istimewa itu telah usai. Namun sampai saat ini, kata dia, masih banyak masyarakat yang belum memahami bahwa sebenarnya Ramadan adalah momentum belajar untuk menjadi lebih baik di kemudian hari sehingga seusai Ramadan kepekaan terhadap permasalahan sosial kembali luntur.
”Banyak masyarakat yang berlombalomba berbuat baik selama Ramadan saja, tetapi hal itu tidak lagi dijumpai seusai Ramadan. Padahal sebenarnya puasa itu hanyalah pembelajaran agar apa yang dilakukan selama Ramadan tetap berlanjut sampai akhir hayat,” ujarnya. Diakuinya, dibutuhkan waktu cukup lama bagi umat untuk memahami makna puasa secara utuh tersebut.
Namun dengan terus melakukan pembelajaran, pemahaman akan semakin terbentuk sehingga pada akhirnya mereka nantinya akan menjadi orang yang penuh kasih sayang dan peduli terhadap sesama meski itu di luar Ramadan. Terpisah, Ketua Umum Lembaga Studi Islam dan Kemasyarakatan (LSIK) Abdul Hafiz Anshari mengatakan, Ramadan adalah tempat umat Islam untuk mengoreksi diri.
Setelah 11 bulan dilalui dengan kenikmatan duniawi, di bulan ini manusia diminta untuk bisa mengendalikan hawa nafsunya. ”Ini kesempatan karena orang dibina menjadi orang muttaqin , artinya manusia yang paripurna,” ujarnya di Jakarta awal pekan ini. Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) periode 2007-2012 ini mengatakan,
tujuan akhir dari seluruh rutinitas selama Ramadan adalah bagaimana mengaplikasikannya di bulan-bulan lain agar setiap pribadi menjadi manusia bertakwa. ”Karena itu kontinuitas diperlukan supaya Ramadan menjadi momen meneguhkan keimanan dan ketakwaan umat,” ujarnya.
Andika prabowo/ dian ramdhani
(bbg)