BPK Temukan Penyimpangan KPU Rp334 Miliar
A
A
A
JAKARTA - Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengungkapkan hal mengejutkan terkait dugaan ketidakpatuhan Komisi Pemilihan Umum (KPU) dalam pengelolaan dan penggunaan anggaran.
Dalam pemeriksaan BPK yang diserahkan ke DPR Kamis 18 Juni 2015, indikasi ketidakpatuhan KPU atas keuangan negara sebesar Rp334 miliar atas pelaksanaan anggaran pemilu pada KPU tahun 2013 dan 2014.
“Dari pemeriksaan ditemukan ketidakpatuhan pada ketentuan perundang-undangan dengan jumlah cukup materiil untuk menggantikan istilah signifikan. Total keseluruhan temuan terhadap ketidakpatuhan pada ketentuan perundang-undagan sebesar Rp334.127.902.611,93,” tutur Wakil Ketua DPR Taufik Kurniawan seusai bertemu dengan BPK, di Gedung DPR, Jakarta, Kamis (18/6/2015).
Dalam pertemuan tersebut, BPK diwakili Agung Firman Sampurna. Sementara dari DPR hadir Ketua DPR Setya Novanto, yang didampingi Wakil Ketua DPR Taufik Kurniawan, Fadli Zon, dan DPR Agus Hermanto. Hadir juga Ketua Komisi II DPR Rambe Kamarul Zaman dan Ketua Komisi III Aziz Syamsuddin.
Taufik menjelaskan, dari indikasi kerugian Negara itu BPK sudah mengklasifikasikan tujuh temuan yakni indikasi kerugian negara sebesar Rp 34.349.212.517,69, potensi kerugian negara sebesar Rp 2.251.876.257,00, kekurangan penerimaan Rp 7.354.932.367,89, pemborosan sebesar Rp 9.772.195.440,11, yang tidak diyakini kewajarannya sebesar Rp 93.058.747.083,40, lebih pungut pajak sebesar Rp 1.356.334.734, dan temuan administrasi sebesar Rp 185.984.604.211,62.
Menurut Taufik, temuan tersebut diperoleh BPK berdasarkan atas hasil pemeriksaan terhadap sampel satuan kerja.
Dari 531 satuan kerja di 33 provinsi, kata dia, BPK mengambil 181 satuan kerja sebagai sampel. Dia menambahkan, temuan indikasi kerugian negara ini cukup besar karena berkaitan dengan kurang lebih 14 jenis temuan.
“Setidaknya ada beberapa indikasi penyebab besarnya kerugian negara ini, di antaranya pegawai atau pihak yang melakukan perjalanan dinas ternyata mempertanggungjawabkan perjalanannya tidak sesuai dengan fakta. Kemudian, KPA, PPK, PPSPM dan bendahara pengeluaran serta panitia barang lalai melaksanakan tugas dan wewenangnya sesuai ketentuan yang berlaku,” tutur Taufik.
Taufik menegaskan, temuan tersebut sangat serius dan punya implikasi yang cukup besar karena menyangkut legitimasi kinerja KPU ke depan, khususnya dalam menyelenggarakan Pilkada Serentak di tahun 2015 ini.
Menurut dia, jika untuk pengelolaan anggaran Pemilu 2014 lalu saja ada indikasi kerugian keuangan negara maka bukan tidak mungkin hal itu terjadi dalam pengelolaan anggaran pilkada.
“Efeknya sangat serius. Nanti tergantung audit. Bisa KPU diganti atau pelaksanaan pilkada serentak 9 Desember 2015 ditunda,” tukasnya.
Ketua Komisi II DPR Rambe Kamarul Zaman mengungkapkan, atas temuan tersebut pihaknya akan meminta pertanggungjawaban KPU.
Namun pertanggungjawaban itu seperti apa, Rambe belum bisa menjawabnya karena hal itu akan dibahas dalam rapat komisi.
Atas temuan itu, kata Rambe, sebenarnya pihaknya bisa saja membawanya ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk diselidiki secara hukum. Namun, kata dia, implikasinya tentu akan sangat besar karena pelaksanaan pilkada serentak bisa tertunda.
“Jadi yang kita pikirkan sekarang, kalau kacau KPU, bagaimana pelaksanaan pilkada? Ini bukan karena dendam, bukan kami mencari-cari kesalahan. Kita hanya antikorupsi,” ungkapnya.
PILIHAN :
BPK Siap Audit KPU Terkait Pilkada
Dalam pemeriksaan BPK yang diserahkan ke DPR Kamis 18 Juni 2015, indikasi ketidakpatuhan KPU atas keuangan negara sebesar Rp334 miliar atas pelaksanaan anggaran pemilu pada KPU tahun 2013 dan 2014.
“Dari pemeriksaan ditemukan ketidakpatuhan pada ketentuan perundang-undangan dengan jumlah cukup materiil untuk menggantikan istilah signifikan. Total keseluruhan temuan terhadap ketidakpatuhan pada ketentuan perundang-undagan sebesar Rp334.127.902.611,93,” tutur Wakil Ketua DPR Taufik Kurniawan seusai bertemu dengan BPK, di Gedung DPR, Jakarta, Kamis (18/6/2015).
Dalam pertemuan tersebut, BPK diwakili Agung Firman Sampurna. Sementara dari DPR hadir Ketua DPR Setya Novanto, yang didampingi Wakil Ketua DPR Taufik Kurniawan, Fadli Zon, dan DPR Agus Hermanto. Hadir juga Ketua Komisi II DPR Rambe Kamarul Zaman dan Ketua Komisi III Aziz Syamsuddin.
Taufik menjelaskan, dari indikasi kerugian Negara itu BPK sudah mengklasifikasikan tujuh temuan yakni indikasi kerugian negara sebesar Rp 34.349.212.517,69, potensi kerugian negara sebesar Rp 2.251.876.257,00, kekurangan penerimaan Rp 7.354.932.367,89, pemborosan sebesar Rp 9.772.195.440,11, yang tidak diyakini kewajarannya sebesar Rp 93.058.747.083,40, lebih pungut pajak sebesar Rp 1.356.334.734, dan temuan administrasi sebesar Rp 185.984.604.211,62.
Menurut Taufik, temuan tersebut diperoleh BPK berdasarkan atas hasil pemeriksaan terhadap sampel satuan kerja.
Dari 531 satuan kerja di 33 provinsi, kata dia, BPK mengambil 181 satuan kerja sebagai sampel. Dia menambahkan, temuan indikasi kerugian negara ini cukup besar karena berkaitan dengan kurang lebih 14 jenis temuan.
“Setidaknya ada beberapa indikasi penyebab besarnya kerugian negara ini, di antaranya pegawai atau pihak yang melakukan perjalanan dinas ternyata mempertanggungjawabkan perjalanannya tidak sesuai dengan fakta. Kemudian, KPA, PPK, PPSPM dan bendahara pengeluaran serta panitia barang lalai melaksanakan tugas dan wewenangnya sesuai ketentuan yang berlaku,” tutur Taufik.
Taufik menegaskan, temuan tersebut sangat serius dan punya implikasi yang cukup besar karena menyangkut legitimasi kinerja KPU ke depan, khususnya dalam menyelenggarakan Pilkada Serentak di tahun 2015 ini.
Menurut dia, jika untuk pengelolaan anggaran Pemilu 2014 lalu saja ada indikasi kerugian keuangan negara maka bukan tidak mungkin hal itu terjadi dalam pengelolaan anggaran pilkada.
“Efeknya sangat serius. Nanti tergantung audit. Bisa KPU diganti atau pelaksanaan pilkada serentak 9 Desember 2015 ditunda,” tukasnya.
Ketua Komisi II DPR Rambe Kamarul Zaman mengungkapkan, atas temuan tersebut pihaknya akan meminta pertanggungjawaban KPU.
Namun pertanggungjawaban itu seperti apa, Rambe belum bisa menjawabnya karena hal itu akan dibahas dalam rapat komisi.
Atas temuan itu, kata Rambe, sebenarnya pihaknya bisa saja membawanya ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk diselidiki secara hukum. Namun, kata dia, implikasinya tentu akan sangat besar karena pelaksanaan pilkada serentak bisa tertunda.
“Jadi yang kita pikirkan sekarang, kalau kacau KPU, bagaimana pelaksanaan pilkada? Ini bukan karena dendam, bukan kami mencari-cari kesalahan. Kita hanya antikorupsi,” ungkapnya.
PILIHAN :
BPK Siap Audit KPU Terkait Pilkada
(dam)