Persatukan Anak-Anak Sri Lanka dari Etnis Berbeda

Kamis, 18 Juni 2015 - 09:15 WIB
Persatukan Anak-Anak...
Persatukan Anak-Anak Sri Lanka dari Etnis Berbeda
A A A
Perang sipil di Sri Lanka antara kelompok mayoritas Sinhala dan etnis minoritas Tamil memang sudah berakhir sejak 2009. Namun, luka konflik masih dirasakan para generasi penerus hingga kini.

Banyak anak yang tumbuh dalam keadaan trauma perang. Warga Sri Lanka tidak ingin hal itu kesedihan terus berlarut menimpa anak-anak mereka. Pada 2012, di tengah upaya pemerintah untuk terus melakukan rekonsiliasi nasional, sebuah kelompok yang didanai swasta meluncurkan program yang mereka sebut Music Project . Hal ini bertujuan untuk mempertemukan anak-anak etnis yang berbeda melalui pembentukan orkestra muda.

Shalini Wickramasuriya adalah orang yang menjadi motor di balik hadirnya Music Project yang terinspirasi dari program serupa di Venezuela. ”Di Venezuela, banyak anak berasal dari rumah tangga yang hancur. Masa kecil mereka terganggu oleh situasi kekerasan yang ada di sekitar mereka. Musik diyakini bisa menjadi penyembuh trauma mereka. Dan hasilnya banyak kemajuan yang dirasakan anak-anak di sana. Saya berharap hal ini ditiru anak-anak di sini yang terkena dampak perang,” ujar Wickramasuriya, dikutipAl Jazeera .

Anak yang dipilih untuk mengikuti program ini berasal dari Sri Lanka utara, daerah asal kelompok Sinhala dan Tamil. Angkatan pertama terdiri dari anak-anak yang terkena dampak langsung perang. ”Beberapa anak ini kehilangan orang tua mereka karena perang. Ide menyatukan anak-anak dari ras yang berbeda agar bisa bersama-sama membentuk orkestra menunjukkan negara ini memiliki masa depan yang menjanjikan,” jelasnya.

Sejak didirikan, jumlah anak yang mengikuti program ini terus meningkat. Sampai sekarang sudah hampir 500 anak antara usia 11-16 tahun ikut ambil bagian. Karena mengalami kendala logistik, anak-anak diberi pelajaran musik di sekolah melalui program tambahan. Setelah dilatih beberapa kali, mereka pun siap untuk konser di depan orang tua mereka yang digelar dua kali dalam setahun. Proyek ini membuat anak-anak dari latar belakang etnis yang berbeda bisa membentuk persahabatan yang kuat.

Di hari terakhir latihan, anak-anak menghabiskan istirahat makan siang mereka dengan bermain dengan satu sama lain. Pemandangan yang tampak sama sekali tidak menunjukkan tanda-tanda perpecahan dengan membawa nama etnis mereka. Anak-anak dari etnis berbeda itu justru semakin bersatu. Mereka bahkan samasama belajar bahasa Tamil dan Sinhala di sekolah agar dapat berkomunikasi satu sama lain. Kavin,12, bocah asal etnis Sinhala dan teman-teman lainnya, kini mendapatkan sahabat baru dari etnis Tamil.

Bahkan, mereka tak segan untuk foto bersama untuk mengeratkan persahabatan tersebut. ”Kita akan memulai sebuah band bersama-sama,” katanya. Kavin bercerita, dirinya mulai bermain seruling ketika berusia sembilan tahun. ”Saya tidak pernah memainkan alat musik sebelumnya. Saya hanya ingin bermain kriket. Sejak datang ke sini, saya bisa bermain kriket sepanjang hari dengan teman-teman dan juga berlatih band,” ujar Kavin yang mengaku sangat menikmati bergabung dalam Music Project bersama anak-anak lain dari etnis Tamil dan Sinhala.

Selain karena musiknya, bertemu teman baru menjadi kebahagiaan tersendiri baginya. Selain persahabatan yang terjadi pada anak-anak, dengan dibentuknya grup musik dari etnis yang berbeda itu pula, orang tua mereka juga menjadi dekat. ”Melihat anak-anak Sinhala dan Tamil bergabung di sebuah orkestra, ini pertanda perdamaian sejati,” tutur Wickramasuriya.

Ananda Nararya
(ars)
Copyright © 2025 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0824 seconds (0.1#10.173)