Kekeringan Terparah Abad Ini, Korut Terancam Kekurangan Makanan
A
A
A
PYONGYANG - Korea Utara (Korut) menghadapi bencana kekeringan terburuk dalam seabad terakhir. Masyarakat Korut khawatir kekeringan itu akan berdampak besar terhadap hasil pertanian dan perkebunan.
Dengan rentang musim panas yang masih cukup panjang, pasokan air di Korut tidak akan cukup mengairi seluruh lahan pertanian. Beberapa wilayah penghasil beras di Korut mengalami dampak yang sangat besar. Lebih dari 30% hasil tani mereka diperkirakan puso atau gagal panen. Korut menyimpan kenangan buruk mengenai peristiwa serupa pada 1990-an. Saat itu pasokan makanan di Korut menipis hingga menyebabkan ratusan orang meninggal dunia.
Belajar dari pengalaman itu, saat ini Korut melakukan reformasi di bidang pertanian dengan harapan insiden serupa tidak lagi terjadi. Berdasarkan laporan Program Makanan Dunia (WFP) dari Perserikatan Bangsa- Bangsa (PBB), Korut akan kekurangan bahan makanan. Sekitar sepertiga anak-anak di sana mengalami malnutrisi. Informasi ini cukup mengejutkan karena Korut jarang membuka permasalahan internal mereka ke dunia luar. Menurut koresponden BBC, Stephen Evans, hal ini menunjukkan Korut sedang terancam masalah serius.
”Ini sekaligus menandakan mereka membutuhkan bantuan dari luar,” katanya, dikutip BBC. Hasil jajak pendapat di Korsel menunjukkan sebagian besar warga Korsel ingin memberikan bantuan ke Korut. Dalam 10 tahun terakhir, keinginan negara luar untuk membantu Korut senyap seiring dengan adanya tuduhan senjata nuklir. PBB mengatakan jumlah bantuan ke Korut turun menjadi USD50 juta dari sebelumnya USD300 juta pada 2004. Kantor Berita KCNA melaporkan sedikitnya 136.200 hektare lahan padi dari total lebih 441.560 hektare area tanam tidak akan tumbuh sempurna.
Pesawahan di Provinsi Hwanghae Selatan dan Utara mengalami dampak kekeringan terburuk. Sebanyak 80% sawah di dua provinsi itu dilaporkan bakal gagal panen. Beberapa wilayah seperti Phyongan Selatan dan Hamgyong Selatan juga dilaporkan mengalami dampak signifikan. Pasalnya, tingkat sumber air di Korut mencapai titik terendah. Sungai-sungai juga mengalami kekeringan. Masyarakat setempat mencoba menyelesaikan masalah ini dengan menanam tanaman lain yang bisa tumbuh. ”Kekurangan air menyebabkan kerusakan besar terhadap tanaman yang biasa ditanam pada musim panas. Padi juga sangat sulit tumbuh jika tanpa air cukup,” kata Duta Besar (Dubes) Denmark untuk Korsel dan Korut, Thomas Lehman, kemarin, dilansir Reuters.
Lehman mengaku sudah mengunjungi lokasi itu pada Mei. Tahun ini curah hujan di Korut memasuki yang terendah sejak 30 tahun terakhir. Negara luar seperti Indonesia dan Korsel biasanya mengirimkan bantuan ke Korut. PBB pun meminta pengumpulan dana bantuan sebesar USD111 juta untuk membantu aktivitas kemanusiaan di bidang makanan, nutrisi, pertanian, dan sanitasi. Namun, kali ini pemerintah Korsel kemungkinan tidak akan memberikan bantuan kepada Korut.
”Tapi pemerintah mengizinkan sektor swasta untuk membantu. Korsel sudah membantu Korut selama lima tahun. Korut sering menggunakan beras bantuan untuk cadangan makanan militer,” kata ahli politik Korsel yang tidak mau disebutkan namanya kepada KORAN SINDO kemarin. Dia menambahkan, pemerintah Korsel pernah meminta untuk mengawasi distribusi bantuan, namun Korut menolaknya.
”Korut seharusnya menggunakan sebagian anggaran untuk membeli nasi atau jagung, bukan senjata. Satu kali uji coba misil memakan biaya USD700-800 juta. Itu bisa untuk memasok makanan selama enam bulan,” lanjutnya.
Muh shamil
Dengan rentang musim panas yang masih cukup panjang, pasokan air di Korut tidak akan cukup mengairi seluruh lahan pertanian. Beberapa wilayah penghasil beras di Korut mengalami dampak yang sangat besar. Lebih dari 30% hasil tani mereka diperkirakan puso atau gagal panen. Korut menyimpan kenangan buruk mengenai peristiwa serupa pada 1990-an. Saat itu pasokan makanan di Korut menipis hingga menyebabkan ratusan orang meninggal dunia.
Belajar dari pengalaman itu, saat ini Korut melakukan reformasi di bidang pertanian dengan harapan insiden serupa tidak lagi terjadi. Berdasarkan laporan Program Makanan Dunia (WFP) dari Perserikatan Bangsa- Bangsa (PBB), Korut akan kekurangan bahan makanan. Sekitar sepertiga anak-anak di sana mengalami malnutrisi. Informasi ini cukup mengejutkan karena Korut jarang membuka permasalahan internal mereka ke dunia luar. Menurut koresponden BBC, Stephen Evans, hal ini menunjukkan Korut sedang terancam masalah serius.
”Ini sekaligus menandakan mereka membutuhkan bantuan dari luar,” katanya, dikutip BBC. Hasil jajak pendapat di Korsel menunjukkan sebagian besar warga Korsel ingin memberikan bantuan ke Korut. Dalam 10 tahun terakhir, keinginan negara luar untuk membantu Korut senyap seiring dengan adanya tuduhan senjata nuklir. PBB mengatakan jumlah bantuan ke Korut turun menjadi USD50 juta dari sebelumnya USD300 juta pada 2004. Kantor Berita KCNA melaporkan sedikitnya 136.200 hektare lahan padi dari total lebih 441.560 hektare area tanam tidak akan tumbuh sempurna.
Pesawahan di Provinsi Hwanghae Selatan dan Utara mengalami dampak kekeringan terburuk. Sebanyak 80% sawah di dua provinsi itu dilaporkan bakal gagal panen. Beberapa wilayah seperti Phyongan Selatan dan Hamgyong Selatan juga dilaporkan mengalami dampak signifikan. Pasalnya, tingkat sumber air di Korut mencapai titik terendah. Sungai-sungai juga mengalami kekeringan. Masyarakat setempat mencoba menyelesaikan masalah ini dengan menanam tanaman lain yang bisa tumbuh. ”Kekurangan air menyebabkan kerusakan besar terhadap tanaman yang biasa ditanam pada musim panas. Padi juga sangat sulit tumbuh jika tanpa air cukup,” kata Duta Besar (Dubes) Denmark untuk Korsel dan Korut, Thomas Lehman, kemarin, dilansir Reuters.
Lehman mengaku sudah mengunjungi lokasi itu pada Mei. Tahun ini curah hujan di Korut memasuki yang terendah sejak 30 tahun terakhir. Negara luar seperti Indonesia dan Korsel biasanya mengirimkan bantuan ke Korut. PBB pun meminta pengumpulan dana bantuan sebesar USD111 juta untuk membantu aktivitas kemanusiaan di bidang makanan, nutrisi, pertanian, dan sanitasi. Namun, kali ini pemerintah Korsel kemungkinan tidak akan memberikan bantuan kepada Korut.
”Tapi pemerintah mengizinkan sektor swasta untuk membantu. Korsel sudah membantu Korut selama lima tahun. Korut sering menggunakan beras bantuan untuk cadangan makanan militer,” kata ahli politik Korsel yang tidak mau disebutkan namanya kepada KORAN SINDO kemarin. Dia menambahkan, pemerintah Korsel pernah meminta untuk mengawasi distribusi bantuan, namun Korut menolaknya.
”Korut seharusnya menggunakan sebagian anggaran untuk membeli nasi atau jagung, bukan senjata. Satu kali uji coba misil memakan biaya USD700-800 juta. Itu bisa untuk memasok makanan selama enam bulan,” lanjutnya.
Muh shamil
(ars)