Momen Penyucian Jiwa dan Penguatan Diri
A
A
A
JAKARTA - Umat Islam se-Tanah Air mulai menjalankan ibadah puasa hari ini. Momentum bulan suci Ramadan ini diharapkan tidak sekadar rutinitas, tetapi diperlukan pemaknaan lebih dalam, yakni ajang untuk meningkatkan kualitas diri.
Umat Islam yang berpuasa harus melakukan upaya pengendalian atas hawa nafsu dan keinginan- keinginan yang bersifat negatif. Dengan melatih diri sebulan penuh diharapkan akan tercapai kualitas ketakwaan pada diri pribadi setiap muslim di akhir Ramadan nanti. Pesan ini disampaikan oleh Menteri Agama (Menag) Lukman Hakim Saifuddin dan Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Din Syamsuddin secara terpisah.
”Ramadan adalah ajang, momentum, kesempatan yang diberikan oleh Allah SWT kepada umat muslim untuk mampu selama sebulan penuh melatih diri, mengendalikan hawa nafsunya sendiri,” ujar Lukman Hakim Saifuddin di Jakarta, Selasa (16/6) malam. Menurut Lukman, musuh utama seorang manusia adalah dirinya sendiri yang kerap sulit untuk dilawan, terutama jika kualitas keimanan dan ketakwaan yang dimilikinya lemah.
”Musuh terbesar kita pada dasarnya bukan siapa-siapa, tapi diri kita sendiri. Itu sebabnya Allah (mengatur) dalam satu tahun ada satu bulan agar umat muslim dilatih untuk mengendalikan dirinya,” tuturnya. Sementara menurut Din Syamsuddin, ada dua orientasi yangsepatutnya dilakukanumat muslim selama berpuasa. Pertama, penyucian jiwa dari segala dosa dan pelanggaran, serta penguatan diri agar di akhir Ramadan umat bisa tampil sebagai pribadi yang bertakwa.
”Keduanya ini kiranya menjadi orientasi keberagamaan umat Islam. Kegiatan Ramadan tidak hanya rutinitas belaka, tetapi kita juga harus masuk ke wilayah pemaknaan yang dalam,” ujarnya di Jakarta pada Selasa (16/6) malam. Terkait aktivitas masyarakat di bulan Ramadan, Din juga mengimbau kepada umat Islam untuk tetap menjaga ukhuwah islamiah. Kebersamaan harus selalu dikedepankan dan tidak mudah terpengaruh dengan hasutan atau isu-isu yang belum terklarifikasi.
Menurutnya, banyak isu yang saat ini perlu diklarifikasi, termasuk munculnya kontroversi mengenai sikap saling menghormati antara orang yang berpuasa dengan yang tidak berpusa.
”Kita sebagai umat perlu mengedepankan toleransi, tenggang rasa. Tentu yang puasa kita harus hormati, yang tidak juga kita hormati. Tapi saatnya umat dewasa, jangan manja ingin dihormati tapi ketika tidak mendapatkan itu malah (melakukan) kekerasan,” ujar ulama yang juga Ketua Umum PP Muhammadiyah ini. Din juga mengingatkan agar tidak ada lagi aksi sweepingyang dilakukan selama Ramadan.
Aksi sweeping oleh kelompok tertentu kerap dilakukan kepada pihak yang dinilai tidak menghormati Ramadan karena tetap membuka warung makan pada siang hari atau tidak menutup tempat hiburan malam. Din mengatakan, hal seperti itu justru akan merusak kekhusyukan ibadah. ”Semoga kita mengisi bulan ini dengan sebaik-baiknya,” ujarnya.
Dian ramdhani
Umat Islam yang berpuasa harus melakukan upaya pengendalian atas hawa nafsu dan keinginan- keinginan yang bersifat negatif. Dengan melatih diri sebulan penuh diharapkan akan tercapai kualitas ketakwaan pada diri pribadi setiap muslim di akhir Ramadan nanti. Pesan ini disampaikan oleh Menteri Agama (Menag) Lukman Hakim Saifuddin dan Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) Din Syamsuddin secara terpisah.
”Ramadan adalah ajang, momentum, kesempatan yang diberikan oleh Allah SWT kepada umat muslim untuk mampu selama sebulan penuh melatih diri, mengendalikan hawa nafsunya sendiri,” ujar Lukman Hakim Saifuddin di Jakarta, Selasa (16/6) malam. Menurut Lukman, musuh utama seorang manusia adalah dirinya sendiri yang kerap sulit untuk dilawan, terutama jika kualitas keimanan dan ketakwaan yang dimilikinya lemah.
”Musuh terbesar kita pada dasarnya bukan siapa-siapa, tapi diri kita sendiri. Itu sebabnya Allah (mengatur) dalam satu tahun ada satu bulan agar umat muslim dilatih untuk mengendalikan dirinya,” tuturnya. Sementara menurut Din Syamsuddin, ada dua orientasi yangsepatutnya dilakukanumat muslim selama berpuasa. Pertama, penyucian jiwa dari segala dosa dan pelanggaran, serta penguatan diri agar di akhir Ramadan umat bisa tampil sebagai pribadi yang bertakwa.
”Keduanya ini kiranya menjadi orientasi keberagamaan umat Islam. Kegiatan Ramadan tidak hanya rutinitas belaka, tetapi kita juga harus masuk ke wilayah pemaknaan yang dalam,” ujarnya di Jakarta pada Selasa (16/6) malam. Terkait aktivitas masyarakat di bulan Ramadan, Din juga mengimbau kepada umat Islam untuk tetap menjaga ukhuwah islamiah. Kebersamaan harus selalu dikedepankan dan tidak mudah terpengaruh dengan hasutan atau isu-isu yang belum terklarifikasi.
Menurutnya, banyak isu yang saat ini perlu diklarifikasi, termasuk munculnya kontroversi mengenai sikap saling menghormati antara orang yang berpuasa dengan yang tidak berpusa.
”Kita sebagai umat perlu mengedepankan toleransi, tenggang rasa. Tentu yang puasa kita harus hormati, yang tidak juga kita hormati. Tapi saatnya umat dewasa, jangan manja ingin dihormati tapi ketika tidak mendapatkan itu malah (melakukan) kekerasan,” ujar ulama yang juga Ketua Umum PP Muhammadiyah ini. Din juga mengingatkan agar tidak ada lagi aksi sweepingyang dilakukan selama Ramadan.
Aksi sweeping oleh kelompok tertentu kerap dilakukan kepada pihak yang dinilai tidak menghormati Ramadan karena tetap membuka warung makan pada siang hari atau tidak menutup tempat hiburan malam. Din mengatakan, hal seperti itu justru akan merusak kekhusyukan ibadah. ”Semoga kita mengisi bulan ini dengan sebaik-baiknya,” ujarnya.
Dian ramdhani
(ars)