Merekatkan Bangsa dengan Gerakan Salawat Nusantara
A
A
A
JAKARTA - Seiring datangnya bulan suci Ramadan, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) membentuk Majelis Pencinta Sholawat Nusantara (Pesona).
Pembentukan majelis ini bertujuan untuk merekatkan umat se- Tanah Air melalui salawat dan tahlil. Ketua Fraksi PKB DPR Helmy Faishal Zaini mengatakan, berbagai dinamika yang terjadi belakangan ini cukup mengusik hati nurani, di antaranya kasus pembunuhan bocah cilik Angeline yang tidak manusiawi dan tragedi kemanusiaan yang menimpa etnis Rohingya, Myanmar.
Belum lagi harga-harga kebutuhan pokok (sembako) yang terus naik, ditambah melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS yang sedikit banyaknya menyulitkan kehidupan masyarakat.
”Banyak sekali kedukaan-kedukaan yang perlu menjadi keprihatinan oleh kita sebagai entitas bangsa. Cara kami adalah membaca doa, salawat, dan tahlil. Kami yakin kedukaan itu bisa diselesaikan dengan pendekatan transenden,” katanya. Helmy menilai pembacaan salawat ini mampu menjadi perekat umat, mengingat setiap daerah memiliki bacaan salawat yang berbeda-beda namun memiliki tujuan yang sama yakni mengagungkan Rasulullah SAW sebagai utusan Sang Khalik.
”Salawat Nusantara ini tidak lepas dari peran para kiai kita yang meramu bacaan salawat, sehingga antara daerah satu dan lainnya beragam. Inilah khazanah yang dimiliki Indonesia yang tidak ditemukan di negara lain, perekat yang menghasilkan muslim terbesar di dunia dengan Islam yang lentur, damai, antikekerasan, toleran, dan sebagainya,” paparnya.
Menurutnya, pembacaan salawat ini mengikat akar tradisi, agama dan budaya masyarakat Indonesia.Puncak kegiatan ini pada 23 Juni 2015 saat para kiai dan jamaah yang berjumlah sekitar 3.000 orang akan berkumpul. ”Ini terbuka, tidak harus kader PKB tapi seluruh masyarakat. Ini senapas dengan Muktamar ke-33 NU yang juga mengusung Islam Nusantara,” ucapnya.
Senada, Sekretaris Jenderal (Sekjen) DPP PKB Abdul Kadir Karding mengatakan, pembacaan salawat ini untuk menyampaikan pesan-pesan moral kepada masyarakat. Apalagi, salawat ini merupakan bagian dari budaya dan tradisi di PKB dan warga Nahdlatul Ulama (NU). ”Kita mendorong ada gerakan salawat Nusantara, kita ingin menghadapi keadaan ini dengan salawat. Sebab, barang siapa yang bersalawat akan dapat syafaat dari Rasulullah,” ujarnya.
Wakil Ketua Dewan Majelis Syuro sekaligus Ketua Majelis Pesona Andy Muawiyah Ramli mengatakan, ada sejumlah pesan moral dari kegiatan ini antara lain mengajak semua pihak untuk introspeksi diri.
”Kami juga mengajak semua pemimpin negeri ini untuk bertanya kepada dirinya dalam mengelola dan memakmurkan negeri ini. Apakah upaya ikhtiar dalam setahun ini sudah terwujud atau hanya mengejar pencitraan semata-mata,” ucapnya.
Sucipto
Pembentukan majelis ini bertujuan untuk merekatkan umat se- Tanah Air melalui salawat dan tahlil. Ketua Fraksi PKB DPR Helmy Faishal Zaini mengatakan, berbagai dinamika yang terjadi belakangan ini cukup mengusik hati nurani, di antaranya kasus pembunuhan bocah cilik Angeline yang tidak manusiawi dan tragedi kemanusiaan yang menimpa etnis Rohingya, Myanmar.
Belum lagi harga-harga kebutuhan pokok (sembako) yang terus naik, ditambah melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS yang sedikit banyaknya menyulitkan kehidupan masyarakat.
”Banyak sekali kedukaan-kedukaan yang perlu menjadi keprihatinan oleh kita sebagai entitas bangsa. Cara kami adalah membaca doa, salawat, dan tahlil. Kami yakin kedukaan itu bisa diselesaikan dengan pendekatan transenden,” katanya. Helmy menilai pembacaan salawat ini mampu menjadi perekat umat, mengingat setiap daerah memiliki bacaan salawat yang berbeda-beda namun memiliki tujuan yang sama yakni mengagungkan Rasulullah SAW sebagai utusan Sang Khalik.
”Salawat Nusantara ini tidak lepas dari peran para kiai kita yang meramu bacaan salawat, sehingga antara daerah satu dan lainnya beragam. Inilah khazanah yang dimiliki Indonesia yang tidak ditemukan di negara lain, perekat yang menghasilkan muslim terbesar di dunia dengan Islam yang lentur, damai, antikekerasan, toleran, dan sebagainya,” paparnya.
Menurutnya, pembacaan salawat ini mengikat akar tradisi, agama dan budaya masyarakat Indonesia.Puncak kegiatan ini pada 23 Juni 2015 saat para kiai dan jamaah yang berjumlah sekitar 3.000 orang akan berkumpul. ”Ini terbuka, tidak harus kader PKB tapi seluruh masyarakat. Ini senapas dengan Muktamar ke-33 NU yang juga mengusung Islam Nusantara,” ucapnya.
Senada, Sekretaris Jenderal (Sekjen) DPP PKB Abdul Kadir Karding mengatakan, pembacaan salawat ini untuk menyampaikan pesan-pesan moral kepada masyarakat. Apalagi, salawat ini merupakan bagian dari budaya dan tradisi di PKB dan warga Nahdlatul Ulama (NU). ”Kita mendorong ada gerakan salawat Nusantara, kita ingin menghadapi keadaan ini dengan salawat. Sebab, barang siapa yang bersalawat akan dapat syafaat dari Rasulullah,” ujarnya.
Wakil Ketua Dewan Majelis Syuro sekaligus Ketua Majelis Pesona Andy Muawiyah Ramli mengatakan, ada sejumlah pesan moral dari kegiatan ini antara lain mengajak semua pihak untuk introspeksi diri.
”Kami juga mengajak semua pemimpin negeri ini untuk bertanya kepada dirinya dalam mengelola dan memakmurkan negeri ini. Apakah upaya ikhtiar dalam setahun ini sudah terwujud atau hanya mengejar pencitraan semata-mata,” ucapnya.
Sucipto
(ars)