Kejagung Pastikan Ada Tersangka Baru Kasus Hambalang
A
A
A
JAKARTA - Kejaksaan Agung (Kejagung) terus mengembangkan kasus dugaan korupsi proyek Pengadaan Sarana Olahraga Pusat Pendidikan, Pelatihan dan Sekolah Olahraga Nasional (P3SON) Hambalang tahun 2011 di Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) senilai Rp76, 2 miliar. Dalam kasus ini, Kejagung memastikan akan ada tersangka baru.
"Akan ada tersangka baru kasus P3SON Kemenpora," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Tony T Spontana di kantornya, Jakarta Selatan, Selasa (16/6/2015).
Tony menjelaskan, Satuan Petugas Khusus (Satgassus) bentukan Kejagung terus menggali informasi dari pihak-pihak yang diduga mengetahui proyek tersebut, termasuk dari saksi dan pihak-pihak yang sudah dijadikan tersangka.
"Tersangka baru ini merupakan hasil pemeriksaan atau keterangan tersangka yang sudah ditetapkan," jelasnya.
Kendati begitu, Tony enggan menyebutkan calon tersangka baru tersebut. Dia berdalih karena untuk kepentingan penyidikan. "Tunggu saja, nanti diinformasikan," tandasnya.
Sebelumnya, penyidik Jampidsus meningkatkan status penyelidikan ke penyidikan kasus dugaan korupsi proyek Pengadaan Sarana Olahraga Pusat Pendidikan, Pelatihan dan Sekolah Olahraga Nasional (P3SON) Hambalang tahun 2011 di Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) senilai Rp76, 2 miliar.
Dalam kasus dugaan pengadaan Peralatan Sport Science di Kemenpora ini, penyidik sudah menetapkan dua orang sebagai tersangka. Mereka adalah Rino Lade (RL) Direktur Utama PT Artha Putra Arjuna (mantan Direktur Utama PT Suramadu Angkasa Indonesia) dan Brahmantory (B) yang juga mantan Asisten Deputi Pengembangan Prasarana dan Sarana Olahraga Kemenpora.
Rino dan Brahmantory ditetapkan sebagai tersangka setelah dalam penyelidikan dianggap memiliki bukti permulaan yang cukup untuk ditingkatkan ke tingkat penyidikan. Ihkwal penyelidikan ini bermula dari Laporan Hasil Penyelidikan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang dilimpahkan perkaranya ke Kejagung.
Diketahui, pelaksanaan P3SON berupa peralatan Sport Science di Kementerian Pemuda dan Olahraga, 2011 diduga telah terjadi dugaan proses lelang menyimpang dari prosedur yang berlaku dan telah dilakukan pembayaran 100% padahal pekerjaan pengadaan belum selesai dilaksanakan.
"Akan ada tersangka baru kasus P3SON Kemenpora," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung Tony T Spontana di kantornya, Jakarta Selatan, Selasa (16/6/2015).
Tony menjelaskan, Satuan Petugas Khusus (Satgassus) bentukan Kejagung terus menggali informasi dari pihak-pihak yang diduga mengetahui proyek tersebut, termasuk dari saksi dan pihak-pihak yang sudah dijadikan tersangka.
"Tersangka baru ini merupakan hasil pemeriksaan atau keterangan tersangka yang sudah ditetapkan," jelasnya.
Kendati begitu, Tony enggan menyebutkan calon tersangka baru tersebut. Dia berdalih karena untuk kepentingan penyidikan. "Tunggu saja, nanti diinformasikan," tandasnya.
Sebelumnya, penyidik Jampidsus meningkatkan status penyelidikan ke penyidikan kasus dugaan korupsi proyek Pengadaan Sarana Olahraga Pusat Pendidikan, Pelatihan dan Sekolah Olahraga Nasional (P3SON) Hambalang tahun 2011 di Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) senilai Rp76, 2 miliar.
Dalam kasus dugaan pengadaan Peralatan Sport Science di Kemenpora ini, penyidik sudah menetapkan dua orang sebagai tersangka. Mereka adalah Rino Lade (RL) Direktur Utama PT Artha Putra Arjuna (mantan Direktur Utama PT Suramadu Angkasa Indonesia) dan Brahmantory (B) yang juga mantan Asisten Deputi Pengembangan Prasarana dan Sarana Olahraga Kemenpora.
Rino dan Brahmantory ditetapkan sebagai tersangka setelah dalam penyelidikan dianggap memiliki bukti permulaan yang cukup untuk ditingkatkan ke tingkat penyidikan. Ihkwal penyelidikan ini bermula dari Laporan Hasil Penyelidikan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang dilimpahkan perkaranya ke Kejagung.
Diketahui, pelaksanaan P3SON berupa peralatan Sport Science di Kementerian Pemuda dan Olahraga, 2011 diduga telah terjadi dugaan proses lelang menyimpang dari prosedur yang berlaku dan telah dilakukan pembayaran 100% padahal pekerjaan pengadaan belum selesai dilaksanakan.
(kri)