Lebih Siap Hadapi MEA
A
A
A
Persaingan ketat di dunia kerja menuntut mahasiswa untuk memiliki keahlian khusus demi bisa menembus ranah industri. Pendidikan vokasi dapat menjadi alternatif bagi calon mahasiswa untuk mempersiapkan bekal keahlian itu.
Seperti apa programnya? Menurut Ketua Forum Pendidikan Tinggi Vokasi Indonesia Hotma Prawoto, pendidikan vokasi memang belum terlalu dikenal masyarakat. Bahkan, program pendidikan ini masih dipandang sebelah mata oleh mereka. Padahal, pendidikan vokasi adalah pendidikan yang membangun keahlian yang besertifikasi, sehingga calon pekerja terlindungi hak-haknya di dunia global.
”Mahasiswa vokasi disiapkan untuk menerapkan bidang ilmu yang dimiliki. Pendidikannya terdiri dari 60% praktik dan 40% teori, sehingga mahasiswa vokasi akan mampu bersaing,” katanya usai acara deklarasi Forum Pendidikan Tinggi Vokasi Indonesia yang diprakarsai lima perguruan tinggi (PT) yaitu Universitas Gadjah Mada (UGM), Universitas Indonesia (UI), Institut Pertanian Bogor (IPB), Universitas Brawijaya, dan Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) di Kampus UI, Depok, beberapa waktu lalu.
Saat ini sudah ada 50 perguruan tinggi (PT) yang memiliki program vokasi. Khusus UGM, pendidikan vokasi telah melingkupi 27 program studi. Hotma menambahkan, mahasiswa yang mengikuti pendidikan vokasi bakal diberi standar nasional pendidikan atau kompetensi yang memenuhi standar agar mereka mampu bersaing di dunia kerja. Kemudian, lulusan vokasi juga akan diberi sertifikat profesi atau keahlian.
Sertifikat tersebut dapat mereka bawa ke berbagai perusahaan, baik di dalam maupun luar negeri. ”Bagi lulusan diploma IV, kami yakin mereka memiliki kompetensi yang bisa diadu dengan mahasiswa strata 1,” ujar Hotma. Hotma menjelaskan, sertifikasi diperlukan untuk segala bidang sebagai alat ukur kemampuan.
Dengan begitu, ketika lulusan PT memasuki dunia kerja, mereka akan mampu bersaing dengan tenaga kerja asing. ”Maka itu, pendidikan vokasi sangat penting, karena pendidikan ini untuk menciptakan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas serta mampu bersaing secara global,” tandasnya.
Hotma meyakini, mahasiswa lulusan pendidikan vokasi mampu bersaing untuk menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). ”Bagi lulusan vokasi, MEA merupakan tantangan, bukan hambatan,” imbuhnya.
Hotma menambahkan, pendidikan vokasi saat ini telah memiliki program berkelanjutan dengan dibukanya program mulai diploma 1 hingga strata 3 terapan untuk menambah kompetensi bagi mahasiswa vokasi. ”Kami akan terus tingkatkan kemampuan mahasiswa vokasi. Bahkan, di UGM sudah dibuka strata 2 terapan,” sebutnya.
Sementara, Ketua Badan Standar Nasional Pendidikan (BNSP) Zainal A Hasibuan mengatakan, tantangan bagi SDM di Indonesia masih sangat banyak. ”Di antaranya, jumlah lulusan banyak tetapi kualitas masih rendah. Kemudian yang dipelajari banyak tetapi relevansinya sedikit,” urai dia.
Tak ayal, banyak lulusan PT justru masih perlu mengikuti pelatihan keterampilan. ”Pendidikan yang baik itu harus bisa mengaplikasikan teori ke praktik. Mulai dari konseptual, kontekstual, sampai hasil dari ilmu tersebut seharusnya mampu dirasakan oleh penggunanya atau sesuai dengan yang dipelajari, sehingga mereka mampu bersaing, terutama dalam menghadapi MEA yang akan datang,” tambahnya.
Rektor UI Muhammad Annis sepakat, demi meningkatkan daya saingterutama untuk tenaga kerja dalam menghadapi MEA-perlu adanya sertifikasi keahlian, terutama bagi lulusan vokasi.
”Pendidikan vokasi bertujuan untuk menciptakan lulusan atau tenaga kerja yang profesional di bidang tertentu. Sebab, kurikulum yang diberikan berbasis kompetensi, ditambah lagi dengan pemberian sertifikasi, sehingga lulusan pendidikan vokasi dapat bersaing dalam dunia kerja,” katanya.
Robi ardianto
Seperti apa programnya? Menurut Ketua Forum Pendidikan Tinggi Vokasi Indonesia Hotma Prawoto, pendidikan vokasi memang belum terlalu dikenal masyarakat. Bahkan, program pendidikan ini masih dipandang sebelah mata oleh mereka. Padahal, pendidikan vokasi adalah pendidikan yang membangun keahlian yang besertifikasi, sehingga calon pekerja terlindungi hak-haknya di dunia global.
”Mahasiswa vokasi disiapkan untuk menerapkan bidang ilmu yang dimiliki. Pendidikannya terdiri dari 60% praktik dan 40% teori, sehingga mahasiswa vokasi akan mampu bersaing,” katanya usai acara deklarasi Forum Pendidikan Tinggi Vokasi Indonesia yang diprakarsai lima perguruan tinggi (PT) yaitu Universitas Gadjah Mada (UGM), Universitas Indonesia (UI), Institut Pertanian Bogor (IPB), Universitas Brawijaya, dan Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) di Kampus UI, Depok, beberapa waktu lalu.
Saat ini sudah ada 50 perguruan tinggi (PT) yang memiliki program vokasi. Khusus UGM, pendidikan vokasi telah melingkupi 27 program studi. Hotma menambahkan, mahasiswa yang mengikuti pendidikan vokasi bakal diberi standar nasional pendidikan atau kompetensi yang memenuhi standar agar mereka mampu bersaing di dunia kerja. Kemudian, lulusan vokasi juga akan diberi sertifikat profesi atau keahlian.
Sertifikat tersebut dapat mereka bawa ke berbagai perusahaan, baik di dalam maupun luar negeri. ”Bagi lulusan diploma IV, kami yakin mereka memiliki kompetensi yang bisa diadu dengan mahasiswa strata 1,” ujar Hotma. Hotma menjelaskan, sertifikasi diperlukan untuk segala bidang sebagai alat ukur kemampuan.
Dengan begitu, ketika lulusan PT memasuki dunia kerja, mereka akan mampu bersaing dengan tenaga kerja asing. ”Maka itu, pendidikan vokasi sangat penting, karena pendidikan ini untuk menciptakan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas serta mampu bersaing secara global,” tandasnya.
Hotma meyakini, mahasiswa lulusan pendidikan vokasi mampu bersaing untuk menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA). ”Bagi lulusan vokasi, MEA merupakan tantangan, bukan hambatan,” imbuhnya.
Hotma menambahkan, pendidikan vokasi saat ini telah memiliki program berkelanjutan dengan dibukanya program mulai diploma 1 hingga strata 3 terapan untuk menambah kompetensi bagi mahasiswa vokasi. ”Kami akan terus tingkatkan kemampuan mahasiswa vokasi. Bahkan, di UGM sudah dibuka strata 2 terapan,” sebutnya.
Sementara, Ketua Badan Standar Nasional Pendidikan (BNSP) Zainal A Hasibuan mengatakan, tantangan bagi SDM di Indonesia masih sangat banyak. ”Di antaranya, jumlah lulusan banyak tetapi kualitas masih rendah. Kemudian yang dipelajari banyak tetapi relevansinya sedikit,” urai dia.
Tak ayal, banyak lulusan PT justru masih perlu mengikuti pelatihan keterampilan. ”Pendidikan yang baik itu harus bisa mengaplikasikan teori ke praktik. Mulai dari konseptual, kontekstual, sampai hasil dari ilmu tersebut seharusnya mampu dirasakan oleh penggunanya atau sesuai dengan yang dipelajari, sehingga mereka mampu bersaing, terutama dalam menghadapi MEA yang akan datang,” tambahnya.
Rektor UI Muhammad Annis sepakat, demi meningkatkan daya saingterutama untuk tenaga kerja dalam menghadapi MEA-perlu adanya sertifikasi keahlian, terutama bagi lulusan vokasi.
”Pendidikan vokasi bertujuan untuk menciptakan lulusan atau tenaga kerja yang profesional di bidang tertentu. Sebab, kurikulum yang diberikan berbasis kompetensi, ditambah lagi dengan pemberian sertifikasi, sehingga lulusan pendidikan vokasi dapat bersaing dalam dunia kerja,” katanya.
Robi ardianto
(ftr)