Berantas Mafia Tanah dan Beri BPN Hak Uji Materiil
A
A
A
Sengketa kepemilikan lahan masih banyak terjadi di masyarakat. Keberadaan sertifikat ganda menjadi salah satu faktor terjadinya saling klaim lahan.
Keabsahan sertifikat lahan pun menjadi hal terpenting. Namun, problemnya tidak hanya sampai di sini. Lamanya kepengurusan sertifikat, termasuk birokrasi berbelit, menjadi momok masyarakat. Bagaimana Badan Pertanahan Nasional (BPN) menyikapi persoalan itu. Berikut wawacara KORAN SINDO dengan Kepala BPN Kabupaten Bekasi Dirwan Dahri.
Bisa dijelaskan apa problem pertanahan saat ini??
Problem pertanahan itu ada dua. Pertama soal pelayanan. Ini karena kurangnya informasi kepada masyarakat sehingga ada kesan mahal, berbelit-belit, dan lama. Dalam sisi pelayanan kami sudah pangkas birokrasi seperti tanah milik adat. Begitu juga dengan tanah bengkok dan tanah desa. Dari semua itu, yang menjadi kendala adalah masyarakat sulit membuat keterangan waris.
Mereka harus ke lurah dan camat bahkan pengadilan. Persyaratan awal inilah yang susah. Bayar Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) dari NJOP. Mereka juga harus ke pamong desa karena mengurus tanah harus ada keterangan RT, RW, sekdes, dan kepala desa diteruskan ke camat. Kedua adalah sengketa kepemilikan. Yang diterbitkan adalah sertifikat dengan kepastian hukum. Siapa yang merasa berhak atas tanah ke pengadilan. Biasanya di sini ada mafia yang melakukan rekayasa data atau pemalsuan.
Bagaimana modus mafia tanah itu bermain??
Modus mafia tanah bermacam- macam. Bisa kerja sama dengan oknum desa atau BPN. Misalnya, blangko girik direndam di teh seolah girik lama. Ini bisa menimbulkan sengketa. Ada data ganda. Yang kami lakukan adalah bagaimana melakukan pengawasan ketat. Dan yang terpenting adalah BPN harus mempunyai kewenangan uji materiil karena selama ini hanya administrasi. Belum lagi kawasan industri, harga tanah tidak terkontrol. Muncul spekulan. Muncul mafia tanah. Mencari sertifikat asli tapi palsu. Ini bisa dihindari dengan pengawasan ketat dan pemilik tanah menjaganya.
Mengapa proses sertifikasi tanah begitu lama sehingga masyarakat merasa seakan-akan ”dipermainkan”?
Ada banyak persyaratan agar tanah bisa disertifikasi. Misalnya, harus ada keterangan riwayat, tidak sengketa, dan keterangan lainnya. Kalau sudah beres, diteruskan ke BPN. Nah, proses itu saja memakan waktu berbulan-bulan. Belum kalau masuk ke BPN. Di BPN ada yang namanya pengukuran. Pemilik juga mempunyai kewajiban menghadirkan tetangga terkait batas. Ini saja memakan waktu. Kalau tidak menghadirkan bisa jadi sengketa batas karena BPN tidak bisa menguji secara materiil. Kendalanya kalau si tetangga itu belum punya sertifikat tanahnya, kecuali kalau sudah sertifikat lebih mudah.
Jadi tidak benar jika faktor lamanya pengurusan itu karena ada ”permainan”?
Banyak faktornya kenapa lama, mahal, dan berbelit-belit. Itu tadi sesudah pengukuran, hasilnya diserahkan ke desa untuk dicek kebenarannya. Dari situ masuk proses pemetaan. Selanjutnya masuk ke seksi hak-hak tanah. Ada panitia A, meneliti subjek apakah berhak menerima tanah itu atau tidak.
Dilanjutkan pengecekan ke lapangan. Dari seksi hak-hak tanah masuk lagi kepala desa, dan empat seksi lainnya di BPN. Dari situ dikeluarkan pengumuman dan memakan waktu dua bulan. Belum lagi kalau masalah tata ruang. Misalnya jalur hijau. Jika sudah begitu, kasihan masyarakat karena dia tidak bisa membangun di atas lahannya. Padahal, secara hak dia berhak atas tanah itu. Konsekuensinya, pemerintah harus membayar ganti rugi.
Atas masalah itu, apa yang sudah Anda lakukan??
Terobosan saya melakukan pengawasan ekstra ketat di semua instansi. Yang saya soroti buku letter C desa. Di situ biang masalahnya karena bisa dimainkan, ditambah bahkan dihilangkan. Yang saya maksud letter C adalah asal muasal tanah. Kami juga sudah melakukan kerja sama dengan kepolisian untuk memperketat pengeluaran sertifikat serta membuat MoU dengan notaris. Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) yang merupakan perangkat kementerian di bidang agraria juga diharapkan terus melakukan advokasi kepada masyarakat.
Berapa jumlah pemohon terkait permohonan pengukuran di kantor BPN Kabupaten Bekasi??
Per hari ada sekitar 100-200 permohonan ukur, sementara petugas kami cuma ada 20 orang. Nah , menunggu jadwal pengukuran saja bisa seminggu. Di situlah yang saya sebut banyak kendala. Alat untuk mengukur tanah yang kami miliki juga terbatas, di samping kurangnya SDM. Saat ini kami hanya memiliki tiga alat ukur tanah. Sehari biasanya empat lokasi. Itu pun sudah maksimal.
Abdullah m surjaya
Keabsahan sertifikat lahan pun menjadi hal terpenting. Namun, problemnya tidak hanya sampai di sini. Lamanya kepengurusan sertifikat, termasuk birokrasi berbelit, menjadi momok masyarakat. Bagaimana Badan Pertanahan Nasional (BPN) menyikapi persoalan itu. Berikut wawacara KORAN SINDO dengan Kepala BPN Kabupaten Bekasi Dirwan Dahri.
Bisa dijelaskan apa problem pertanahan saat ini??
Problem pertanahan itu ada dua. Pertama soal pelayanan. Ini karena kurangnya informasi kepada masyarakat sehingga ada kesan mahal, berbelit-belit, dan lama. Dalam sisi pelayanan kami sudah pangkas birokrasi seperti tanah milik adat. Begitu juga dengan tanah bengkok dan tanah desa. Dari semua itu, yang menjadi kendala adalah masyarakat sulit membuat keterangan waris.
Mereka harus ke lurah dan camat bahkan pengadilan. Persyaratan awal inilah yang susah. Bayar Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) dari NJOP. Mereka juga harus ke pamong desa karena mengurus tanah harus ada keterangan RT, RW, sekdes, dan kepala desa diteruskan ke camat. Kedua adalah sengketa kepemilikan. Yang diterbitkan adalah sertifikat dengan kepastian hukum. Siapa yang merasa berhak atas tanah ke pengadilan. Biasanya di sini ada mafia yang melakukan rekayasa data atau pemalsuan.
Bagaimana modus mafia tanah itu bermain??
Modus mafia tanah bermacam- macam. Bisa kerja sama dengan oknum desa atau BPN. Misalnya, blangko girik direndam di teh seolah girik lama. Ini bisa menimbulkan sengketa. Ada data ganda. Yang kami lakukan adalah bagaimana melakukan pengawasan ketat. Dan yang terpenting adalah BPN harus mempunyai kewenangan uji materiil karena selama ini hanya administrasi. Belum lagi kawasan industri, harga tanah tidak terkontrol. Muncul spekulan. Muncul mafia tanah. Mencari sertifikat asli tapi palsu. Ini bisa dihindari dengan pengawasan ketat dan pemilik tanah menjaganya.
Mengapa proses sertifikasi tanah begitu lama sehingga masyarakat merasa seakan-akan ”dipermainkan”?
Ada banyak persyaratan agar tanah bisa disertifikasi. Misalnya, harus ada keterangan riwayat, tidak sengketa, dan keterangan lainnya. Kalau sudah beres, diteruskan ke BPN. Nah, proses itu saja memakan waktu berbulan-bulan. Belum kalau masuk ke BPN. Di BPN ada yang namanya pengukuran. Pemilik juga mempunyai kewajiban menghadirkan tetangga terkait batas. Ini saja memakan waktu. Kalau tidak menghadirkan bisa jadi sengketa batas karena BPN tidak bisa menguji secara materiil. Kendalanya kalau si tetangga itu belum punya sertifikat tanahnya, kecuali kalau sudah sertifikat lebih mudah.
Jadi tidak benar jika faktor lamanya pengurusan itu karena ada ”permainan”?
Banyak faktornya kenapa lama, mahal, dan berbelit-belit. Itu tadi sesudah pengukuran, hasilnya diserahkan ke desa untuk dicek kebenarannya. Dari situ masuk proses pemetaan. Selanjutnya masuk ke seksi hak-hak tanah. Ada panitia A, meneliti subjek apakah berhak menerima tanah itu atau tidak.
Dilanjutkan pengecekan ke lapangan. Dari seksi hak-hak tanah masuk lagi kepala desa, dan empat seksi lainnya di BPN. Dari situ dikeluarkan pengumuman dan memakan waktu dua bulan. Belum lagi kalau masalah tata ruang. Misalnya jalur hijau. Jika sudah begitu, kasihan masyarakat karena dia tidak bisa membangun di atas lahannya. Padahal, secara hak dia berhak atas tanah itu. Konsekuensinya, pemerintah harus membayar ganti rugi.
Atas masalah itu, apa yang sudah Anda lakukan??
Terobosan saya melakukan pengawasan ekstra ketat di semua instansi. Yang saya soroti buku letter C desa. Di situ biang masalahnya karena bisa dimainkan, ditambah bahkan dihilangkan. Yang saya maksud letter C adalah asal muasal tanah. Kami juga sudah melakukan kerja sama dengan kepolisian untuk memperketat pengeluaran sertifikat serta membuat MoU dengan notaris. Pejabat Pembuat Akta Tanah (PPAT) yang merupakan perangkat kementerian di bidang agraria juga diharapkan terus melakukan advokasi kepada masyarakat.
Berapa jumlah pemohon terkait permohonan pengukuran di kantor BPN Kabupaten Bekasi??
Per hari ada sekitar 100-200 permohonan ukur, sementara petugas kami cuma ada 20 orang. Nah , menunggu jadwal pengukuran saja bisa seminggu. Di situlah yang saya sebut banyak kendala. Alat untuk mengukur tanah yang kami miliki juga terbatas, di samping kurangnya SDM. Saat ini kami hanya memiliki tiga alat ukur tanah. Sehari biasanya empat lokasi. Itu pun sudah maksimal.
Abdullah m surjaya
(ars)