UU Guru dan Dosen Gagal Dilaksanakan
A
A
A
JAKARTA - Pemerintah dinilai gagal melaksanakan UU No 14/2005 tentang Guru dan Dosen. Kegagalan itu terlihat dari belum seluruh guru bergelar sarjana (S-1) dan D-4 pada 2015 sesuai target sebelumnya.
Ketua Umum PB Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Sulistiyo mengatakan, seharusnya paling lambat 10 tahun sejak UU ini disahkan atau pada 2015, semua guru sudah harus berkualifikasi pendidikan S-1 dan D-4 dan dilengkapi dengan sertifikat pendidik.
Namun, dari 3 juta guru yang ada saat ini, sekitar 40% guru belum berkualifikasi S-1 atau D-4. Sedangkan 45% guru juga masih belum besertifikat pendidik. ”Ini masih ada waktu sekitar enam bulan sampai Desember. Seyogianya program dan kegiatan pencitraan dikurangi. Kami sudah bosan,” tandas Sulistiyo di Jakarta kemarin. Sulistiyo mengatakan, siswa berpotensi mendapat layanan pendidikan yang tidak adil karena kualifikasi guru yang heterogen tersebut.
Di sisi lain, guru juga merasa didiskriminasikan karena kualifikasi pendidikan maupun sertifikasi yang harus dibiayai pemerintah pusat dan daerah berimplikasi pada diterimanya tunjangan profesi. Guru yang belum berkualifikasi S-1 atau D-4 dan besertifikat semestinya dibina. Namun, pemerintah pun tidak mendidik dan melatih guru secara jelas dan merata. Adapun pelatihan yang dilakukan 2013 didesain untuk pelaksanaan kurikulum 2013 dan bukan untuk peningkatan kompetensi guru.
Sulistiyo melanjutkan, pemerintah juga gagal melaksanakan amanat Pasal 14 terkait hak guru seperti penghasilan di atas kebutuhan hidup minimal dan jaminan kesejahteraan sosial. Jutaan guru yang bekerja penuh waktu itu memperoleh penghasilan yang tidak manusiawi. Dia bahkan menyebut pemerintah menzalimi guru honorer karena masih banyak yang digaji Rp250.000 per bulan.
”Mereka sudah bekerja penuh waktu, berprestasi, dan berdedikasi tinggi. Kami hanya meminta guru yang sudah bekerja keras ini dihargai,” sebutnya. Pembayaran tunjangan fungsional, terutama bagi guru non-PNS, pun tidak jelas polanya. Banyak yang tidak menerima pembayaran tunjangan profesi guru (TPG). Sulistiyo menyebut, pembayaran tahun ini justru lebih jelek dari tahun-tahun sebelumnya.
Sampai Juni ini masih banyak guru yang telah besertifikat pendidik belum menerima TPG. Internal Kemendikbud pun sering saling lempar tanggung jawab dan saling menyalahkan dengan pemerintah daerah. Sekarang guru disibukkan mengurusi tugas-tugas administratif sehingga sulit mengembangkan kompetensi diri. Guru bahkan terancam tidak bisa naik pangkat karena aturan yang dibuat kementerian sangat aneh dan jauh dari kepentingan terwujudnya tugas pokok guru.
”Kaitannya dengan perlindungan hukum bagi guru yang diatur pada Pasal 39 belum dilaksanakan sama sekali. Peraturannya pun tidak ada. Akibatnya, banyak guru yang teraniaya, dipindah sewenang-wenang, diturunkan jabatan, dan pangkatnya,” tandasnya. Menganggapi hal ini, Direktur Pembinaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan (P2TK) Ditjen Pendidikan Dasar Kemendikbud Sumarna Surapranata mengaku ada sekitar 300.000 guru SD yang belum berkualifikasi S-1 atau D-4. Namun, mayoritas guru SMP dan SMA sudah memiliki dua gelar itu.
Karena itu, Kemendikbud pun melakukan percepatan peningkatan kualifikasi dengan memberi beasiswa bagi guru yangbelumsarjanaataudiploma empat. ”Kami ada program namanya PPKHB (Pengalaman Kerja dan Hasil Belajar) bagi guru yang belum S-1 atau D-4. Bekerja sama dengan UT, kami yakin semua guru pada 2015 ini sudah mendapat gelar itu,” katanya. Pranata mengatakan, PPKHB sebenarnya sama dengan kuliah. Karena pemerintah mengakui masa kerjanya sebagai guru, lama kuliahnya diperpendek.
Contohnya ada guru yang sudah berusia 55tahundenganmasakerja20tahun. Normalnya masa kuliah adalah lima tahun. Karena ada pengakuan masa kerja, dia cukup kuliah 2/3 dari lima tahun itu. Menurut Pranata, ada kuota 80.000 beasiswa PPKHB bagi guru dari daerah mana saja yang ingin berkuliah lagi di Universitas Terbuka (UT). Saat ini sudah terdata ada 11.000 guru di Maluku dan 4.000 guru SD di Jawa Barat yang akan kuliah PPKHB pada Agustus nanti.
Selanjutnya Kemendikbud sudah menerjunkan tim untuk menyisir guru di daerah lain yang akan dijaring dengan beasiswa ini. Pranata mengungkapkan, beasiswa yang diberikan untuk satu guru mencapai Rp3,5 juta per tahun. ”Saya kira cukup dengan anggaran segitu. Tetapi, jika kampus bilang kurang, saya akan tambah lagi,” tandasnya.
Neneng zubaidah
Ketua Umum PB Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Sulistiyo mengatakan, seharusnya paling lambat 10 tahun sejak UU ini disahkan atau pada 2015, semua guru sudah harus berkualifikasi pendidikan S-1 dan D-4 dan dilengkapi dengan sertifikat pendidik.
Namun, dari 3 juta guru yang ada saat ini, sekitar 40% guru belum berkualifikasi S-1 atau D-4. Sedangkan 45% guru juga masih belum besertifikat pendidik. ”Ini masih ada waktu sekitar enam bulan sampai Desember. Seyogianya program dan kegiatan pencitraan dikurangi. Kami sudah bosan,” tandas Sulistiyo di Jakarta kemarin. Sulistiyo mengatakan, siswa berpotensi mendapat layanan pendidikan yang tidak adil karena kualifikasi guru yang heterogen tersebut.
Di sisi lain, guru juga merasa didiskriminasikan karena kualifikasi pendidikan maupun sertifikasi yang harus dibiayai pemerintah pusat dan daerah berimplikasi pada diterimanya tunjangan profesi. Guru yang belum berkualifikasi S-1 atau D-4 dan besertifikat semestinya dibina. Namun, pemerintah pun tidak mendidik dan melatih guru secara jelas dan merata. Adapun pelatihan yang dilakukan 2013 didesain untuk pelaksanaan kurikulum 2013 dan bukan untuk peningkatan kompetensi guru.
Sulistiyo melanjutkan, pemerintah juga gagal melaksanakan amanat Pasal 14 terkait hak guru seperti penghasilan di atas kebutuhan hidup minimal dan jaminan kesejahteraan sosial. Jutaan guru yang bekerja penuh waktu itu memperoleh penghasilan yang tidak manusiawi. Dia bahkan menyebut pemerintah menzalimi guru honorer karena masih banyak yang digaji Rp250.000 per bulan.
”Mereka sudah bekerja penuh waktu, berprestasi, dan berdedikasi tinggi. Kami hanya meminta guru yang sudah bekerja keras ini dihargai,” sebutnya. Pembayaran tunjangan fungsional, terutama bagi guru non-PNS, pun tidak jelas polanya. Banyak yang tidak menerima pembayaran tunjangan profesi guru (TPG). Sulistiyo menyebut, pembayaran tahun ini justru lebih jelek dari tahun-tahun sebelumnya.
Sampai Juni ini masih banyak guru yang telah besertifikat pendidik belum menerima TPG. Internal Kemendikbud pun sering saling lempar tanggung jawab dan saling menyalahkan dengan pemerintah daerah. Sekarang guru disibukkan mengurusi tugas-tugas administratif sehingga sulit mengembangkan kompetensi diri. Guru bahkan terancam tidak bisa naik pangkat karena aturan yang dibuat kementerian sangat aneh dan jauh dari kepentingan terwujudnya tugas pokok guru.
”Kaitannya dengan perlindungan hukum bagi guru yang diatur pada Pasal 39 belum dilaksanakan sama sekali. Peraturannya pun tidak ada. Akibatnya, banyak guru yang teraniaya, dipindah sewenang-wenang, diturunkan jabatan, dan pangkatnya,” tandasnya. Menganggapi hal ini, Direktur Pembinaan Pendidik dan Tenaga Kependidikan (P2TK) Ditjen Pendidikan Dasar Kemendikbud Sumarna Surapranata mengaku ada sekitar 300.000 guru SD yang belum berkualifikasi S-1 atau D-4. Namun, mayoritas guru SMP dan SMA sudah memiliki dua gelar itu.
Karena itu, Kemendikbud pun melakukan percepatan peningkatan kualifikasi dengan memberi beasiswa bagi guru yangbelumsarjanaataudiploma empat. ”Kami ada program namanya PPKHB (Pengalaman Kerja dan Hasil Belajar) bagi guru yang belum S-1 atau D-4. Bekerja sama dengan UT, kami yakin semua guru pada 2015 ini sudah mendapat gelar itu,” katanya. Pranata mengatakan, PPKHB sebenarnya sama dengan kuliah. Karena pemerintah mengakui masa kerjanya sebagai guru, lama kuliahnya diperpendek.
Contohnya ada guru yang sudah berusia 55tahundenganmasakerja20tahun. Normalnya masa kuliah adalah lima tahun. Karena ada pengakuan masa kerja, dia cukup kuliah 2/3 dari lima tahun itu. Menurut Pranata, ada kuota 80.000 beasiswa PPKHB bagi guru dari daerah mana saja yang ingin berkuliah lagi di Universitas Terbuka (UT). Saat ini sudah terdata ada 11.000 guru di Maluku dan 4.000 guru SD di Jawa Barat yang akan kuliah PPKHB pada Agustus nanti.
Selanjutnya Kemendikbud sudah menerjunkan tim untuk menyisir guru di daerah lain yang akan dijaring dengan beasiswa ini. Pranata mengungkapkan, beasiswa yang diberikan untuk satu guru mencapai Rp3,5 juta per tahun. ”Saya kira cukup dengan anggaran segitu. Tetapi, jika kampus bilang kurang, saya akan tambah lagi,” tandasnya.
Neneng zubaidah
(ars)