Lepas MDGs, Songsong SDGs
A
A
A
Tahun 2015 merupakan tahun transisi dari berakhirnya Millennium Development Goals (MDGs). Tahun 2016 merupakan tahun pertama implementasi agenda pembangunan dunia Post-2015 atauyangkita kenal sebagai Sustainable Developmet Goals (SDGs).
Sidang Umum PBB pada 4 Desember 2014 telah menyetujui platform agenda pembangunan dunia Post-2015 berdasar pada hasil Open Working Group on SustainableDevelopmentGoals yangakan menjadi target dan tujuan pembangunan dunia sampai 2030. Pembahasan awal tentang SDGs muncul pada pertemuan KTT Rio+20 tahun 2012 di mana 192 negara setuju membuat platform SDGs, antara lain mempertimbangkan berbagai aspek seperti action oriented, dapat diimplementasikan, dan bersifat universal.
Aspek itu tetap mempertimbangkan kondisi negara masing- masing, terukur dan mudah terkomunikasikan. Agenda pembangunan SDGs merupakan keberlanjutan dari MDGs yang telah membuat sejumlah kemajuan yang sangat berartididunia. Meskipunmasih meninggalkan sejumlah tantangan, MDGs telah mampu membantu banyak negara berkembang untuk lebih sejahtera dan berkeadilan.
Deklarasi MDGs ditandatangani pada September 2000 oleh 147 negara pada KTT Millennium di New York. MDGs berisi delapan agenda pembangunan, yaitu menanggulangi kemiskinan dan kelaparan, mencapai pendidikan dasar untuk semua, mendorong kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan, menurunkan angka kematian anak, meningkatkan kesehatan ibu, memerangi HIV/AIDS dan malaria serta penyakit menular lainnya, memastikan kelestarian lingkungan hidup, dan mengembangkan kemitraan global untuk pembangunan.
MDGs telah menjadi referensi penting bagi hampir semua negara di dunia. Meskipun masih menyisakan sejumlah catatan, kemajuan berarti atas pencapaian target pembangunan MDGs dari 2000 sampai saat ini telah tertorehkan. Laporan MDGs 2014 oleh PBB menyebutkan, jika pada tahun 1990 hampir setengah populasi di negara berkembang hidup di bawah USD1,25/hari, pada tahun 2010 proporsi tersebut turun menjadi hanya 22%. Penurunan proporsi ini juga telah mampu mengeluarkan tidak kurang 700 juta manusia dari kondisi kemiskinan ekstrem.
Antara 2000 hingga 2010, tidak kurang 3,3 juta penderita penyakit malaria terselamatkan hidupnya. Sementara itu tidak kurang dari 22 juta penderita tuberkulosis juga terselamatkan hidupnya sejak 1995. Pada 2012 tercatat 89% penduduk dunia memiliki akses terhadap air bersih. Di bidang kesetaraan gender juga dunia mengalami perbaikan. Pada Januari 2014 tidak kurang dari 46 negara memiliki lebih dari 30% keterwakilan perempuan dalam parlemen mereka.
Dana bantuan internasional untuk pembangunan dasar ke negara miskin dan berkembang mencapai rekor jumlahnya pada 2013 sebesar USD134,8 miliar. Bagi Indonesia, meskipun masih perlu melakukan banyak perbaikan, terdapat tidak sedikit pencapaian dari target MDGs yang positif. Laporan MDGs yang dikeluarkan Bappenas menunjukkan sejumlah pencapaian untuk memenuhi target pembangunan milenium.
Meskipun mengalami perlambatan penurunan, persentase penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan dapat diturunkan dari 15,1% di tahun 1990 menjadi 10,96% di 2014. Prevalensi balita dengan berat badan rendah atau gizi buruk dapat diturunkan dari 31% di tahun 1980 menjadi 19,60% di 2013. Di sektor pendidikan dasar, Indonesia telah mampu meningkatkan angka partisipasi murni (APM) SD/MI/sederajat dari 88,70% di tahun 1990 menjadi 95,71% di tahun 2012. Angka melek huruf penduduk usia 15-24 tahun meningkat menjadi 99,08% di tahun 2012.
Di tahun yang sama, Indonesia mendapatkan penghargaan dari UNESCO karena sukses melawan buta huruf. Indikator ketimpangan gender untuk akses ke pendidikan juga mengalami perbaikan yang berarti dan terlihat dari porsi rasio APM perempuan dan laki-laki baik pada jenjang SD, SMP maupun SMA. Keterwakilan perempuan di lembaga legislatif juga semakin meningkat dari waktu ke waktu.
Angka kematian bayi juga berhasil diturunkan dari 97/kelahiran di tahun 1990 menjadi 41/kelahiran di tahun 2012. Akses terhadap air bersih juga meningkat dari 37,73% di tahun 1990 menjadi 67,73% di tahun 2013. Meskipun MDGs telah mencapai sejumlah pencapaian berarti, beberapa tantangan masih membutuhkan usaha bersama untuk mempercepat perbaikannya. Misalnya emisi karbondioksida (CO2) terus meningkat di mana jumlahnya meningkat 50% di tahun 2011 dari level 1990.
Sementara itu, meski telah mampu menurunkan proporsi penduduk yang mengalami malnutrisi di negara miskin dan berkembang dari 24% di tahun 1990-1992 menjadi 14% di tahun 2011, kecepatan penurunan semakin melambat akhirakhir ini. Hal ini mengancam target pencapaian MDGs untuk menurunkan setengah dari persentase penduduk dunia yang menderita kelaparan di tahun 2015. Oleh karenanya, dunia membutuhkan agenda pembangunan lanjutan sebagai referensi dan platform bersama agar sumber daya dan prioritas menjadi lebih efisien dan terfokus. Sekaligus melakukan koreksi dari kekurangan implementasi MDGs selama 15 tahun.
Rumusan SDG sterdiri atas17 tujuan dan 169 target yang meliputi penghapusan kemiskinan dankelaparan, pendidikaninklusif, kesehatan, kesamaan gender, kesediaan air bersih dan sanitasi untuk semua, serta akses dan kesediaan sumber energi untuk semua. Kemudian pertumbuhan ekonomi berkelanjutan dan ketersediaan lapangan kerja, pembangunan infrastruktur dan inovasi, mengurangi kesenjangan, mengatasi dampak perubahan iklim, pemanfaatan sumber daya laut yang berkelanjutan, mendorong tatanan masyarakat yang damai, dan mendorong kerja sama global.
Masing-masing dari 17 tujuan kemudian dipecah menjadi target yang lebih terukur untuk menciptakan masyarakat dunia 2030 jauh lebih baik dari saat ini. Dari elemen-elemen tersebut dapat dikelompokkan menjadi enam elemen kunci, yaitu dignity untuk mengakhiri kemiskinan dan memerangi ketimpangan, prosperity melalui pertumbuhan yang inklusif dan mentransformasi masyarakat, justice melalui perwujudan masyarakat yang aman dan damai serta penguatan kelembagaan, partnership dengan mendorong solidaritas global untuk pembangunan berkelanjutan, planet dengan melindungi bumi dan ekosistem untuk generasi saat ini dan ke depan, people dengan memastikan hidup sehat dan inklusi perempuan serta anak-anak.
Target pembangunan universal yang tertuang dalam SDGs membutuhkan dukungan dari semua elemen masyarakat dunia. Termasuk di dalamnya pemerintahan, LSM, swasta, perguruan tinggi, dan masyarakat. Di setiap negara, tidak hanya negara miskin dan berkembang tetapi juga negara maju, rumusan SDGs merupakan sumber penting untuk menyelaraskan strategi dan kebijakan demi membuat kehidupan di muka bumi menjadi lebih baik.
Bagi Indonesia, rumusan SDGs dan target pencapaian dapat menjadi salah satu rujukan dalam penyusunan rencana pembangunan nasional. Selain tentunya amanat dari konstitusi dan janji politik selama kampanye capres, SDGs merupakan referensi dalam penyusunan baik RPJMN maupun rencana kerja pemerintah (RKP) tahunan hingga pelaksanaannya. Rencana Aksi Daerah (RAD) di tiap provinsi perlu disusun agar perencanaan dan implementasi menjadi lebih fokus sesuai dengan tantangan daerah masing-masing.
Kita dapat melakukan penahapan dari target SDGs sesuai dengan siklus penyusunan RPJMN lima tahunan 2015-2020, 2020-2025, dan 2025-2030. Melalui penahapan ini, kita dapat menyesuaikan dengan kondisi nasional baik skala prioritas, penganggaran maupun penataan serta kerja sama kelembagaan.
PROF FIRMANZAH PhD
Rektor Paramadina dan
Guru Besar FEUI
Sidang Umum PBB pada 4 Desember 2014 telah menyetujui platform agenda pembangunan dunia Post-2015 berdasar pada hasil Open Working Group on SustainableDevelopmentGoals yangakan menjadi target dan tujuan pembangunan dunia sampai 2030. Pembahasan awal tentang SDGs muncul pada pertemuan KTT Rio+20 tahun 2012 di mana 192 negara setuju membuat platform SDGs, antara lain mempertimbangkan berbagai aspek seperti action oriented, dapat diimplementasikan, dan bersifat universal.
Aspek itu tetap mempertimbangkan kondisi negara masing- masing, terukur dan mudah terkomunikasikan. Agenda pembangunan SDGs merupakan keberlanjutan dari MDGs yang telah membuat sejumlah kemajuan yang sangat berartididunia. Meskipunmasih meninggalkan sejumlah tantangan, MDGs telah mampu membantu banyak negara berkembang untuk lebih sejahtera dan berkeadilan.
Deklarasi MDGs ditandatangani pada September 2000 oleh 147 negara pada KTT Millennium di New York. MDGs berisi delapan agenda pembangunan, yaitu menanggulangi kemiskinan dan kelaparan, mencapai pendidikan dasar untuk semua, mendorong kesetaraan gender dan pemberdayaan perempuan, menurunkan angka kematian anak, meningkatkan kesehatan ibu, memerangi HIV/AIDS dan malaria serta penyakit menular lainnya, memastikan kelestarian lingkungan hidup, dan mengembangkan kemitraan global untuk pembangunan.
MDGs telah menjadi referensi penting bagi hampir semua negara di dunia. Meskipun masih menyisakan sejumlah catatan, kemajuan berarti atas pencapaian target pembangunan MDGs dari 2000 sampai saat ini telah tertorehkan. Laporan MDGs 2014 oleh PBB menyebutkan, jika pada tahun 1990 hampir setengah populasi di negara berkembang hidup di bawah USD1,25/hari, pada tahun 2010 proporsi tersebut turun menjadi hanya 22%. Penurunan proporsi ini juga telah mampu mengeluarkan tidak kurang 700 juta manusia dari kondisi kemiskinan ekstrem.
Antara 2000 hingga 2010, tidak kurang 3,3 juta penderita penyakit malaria terselamatkan hidupnya. Sementara itu tidak kurang dari 22 juta penderita tuberkulosis juga terselamatkan hidupnya sejak 1995. Pada 2012 tercatat 89% penduduk dunia memiliki akses terhadap air bersih. Di bidang kesetaraan gender juga dunia mengalami perbaikan. Pada Januari 2014 tidak kurang dari 46 negara memiliki lebih dari 30% keterwakilan perempuan dalam parlemen mereka.
Dana bantuan internasional untuk pembangunan dasar ke negara miskin dan berkembang mencapai rekor jumlahnya pada 2013 sebesar USD134,8 miliar. Bagi Indonesia, meskipun masih perlu melakukan banyak perbaikan, terdapat tidak sedikit pencapaian dari target MDGs yang positif. Laporan MDGs yang dikeluarkan Bappenas menunjukkan sejumlah pencapaian untuk memenuhi target pembangunan milenium.
Meskipun mengalami perlambatan penurunan, persentase penduduk yang hidup di bawah garis kemiskinan dapat diturunkan dari 15,1% di tahun 1990 menjadi 10,96% di 2014. Prevalensi balita dengan berat badan rendah atau gizi buruk dapat diturunkan dari 31% di tahun 1980 menjadi 19,60% di 2013. Di sektor pendidikan dasar, Indonesia telah mampu meningkatkan angka partisipasi murni (APM) SD/MI/sederajat dari 88,70% di tahun 1990 menjadi 95,71% di tahun 2012. Angka melek huruf penduduk usia 15-24 tahun meningkat menjadi 99,08% di tahun 2012.
Di tahun yang sama, Indonesia mendapatkan penghargaan dari UNESCO karena sukses melawan buta huruf. Indikator ketimpangan gender untuk akses ke pendidikan juga mengalami perbaikan yang berarti dan terlihat dari porsi rasio APM perempuan dan laki-laki baik pada jenjang SD, SMP maupun SMA. Keterwakilan perempuan di lembaga legislatif juga semakin meningkat dari waktu ke waktu.
Angka kematian bayi juga berhasil diturunkan dari 97/kelahiran di tahun 1990 menjadi 41/kelahiran di tahun 2012. Akses terhadap air bersih juga meningkat dari 37,73% di tahun 1990 menjadi 67,73% di tahun 2013. Meskipun MDGs telah mencapai sejumlah pencapaian berarti, beberapa tantangan masih membutuhkan usaha bersama untuk mempercepat perbaikannya. Misalnya emisi karbondioksida (CO2) terus meningkat di mana jumlahnya meningkat 50% di tahun 2011 dari level 1990.
Sementara itu, meski telah mampu menurunkan proporsi penduduk yang mengalami malnutrisi di negara miskin dan berkembang dari 24% di tahun 1990-1992 menjadi 14% di tahun 2011, kecepatan penurunan semakin melambat akhirakhir ini. Hal ini mengancam target pencapaian MDGs untuk menurunkan setengah dari persentase penduduk dunia yang menderita kelaparan di tahun 2015. Oleh karenanya, dunia membutuhkan agenda pembangunan lanjutan sebagai referensi dan platform bersama agar sumber daya dan prioritas menjadi lebih efisien dan terfokus. Sekaligus melakukan koreksi dari kekurangan implementasi MDGs selama 15 tahun.
Rumusan SDG sterdiri atas17 tujuan dan 169 target yang meliputi penghapusan kemiskinan dankelaparan, pendidikaninklusif, kesehatan, kesamaan gender, kesediaan air bersih dan sanitasi untuk semua, serta akses dan kesediaan sumber energi untuk semua. Kemudian pertumbuhan ekonomi berkelanjutan dan ketersediaan lapangan kerja, pembangunan infrastruktur dan inovasi, mengurangi kesenjangan, mengatasi dampak perubahan iklim, pemanfaatan sumber daya laut yang berkelanjutan, mendorong tatanan masyarakat yang damai, dan mendorong kerja sama global.
Masing-masing dari 17 tujuan kemudian dipecah menjadi target yang lebih terukur untuk menciptakan masyarakat dunia 2030 jauh lebih baik dari saat ini. Dari elemen-elemen tersebut dapat dikelompokkan menjadi enam elemen kunci, yaitu dignity untuk mengakhiri kemiskinan dan memerangi ketimpangan, prosperity melalui pertumbuhan yang inklusif dan mentransformasi masyarakat, justice melalui perwujudan masyarakat yang aman dan damai serta penguatan kelembagaan, partnership dengan mendorong solidaritas global untuk pembangunan berkelanjutan, planet dengan melindungi bumi dan ekosistem untuk generasi saat ini dan ke depan, people dengan memastikan hidup sehat dan inklusi perempuan serta anak-anak.
Target pembangunan universal yang tertuang dalam SDGs membutuhkan dukungan dari semua elemen masyarakat dunia. Termasuk di dalamnya pemerintahan, LSM, swasta, perguruan tinggi, dan masyarakat. Di setiap negara, tidak hanya negara miskin dan berkembang tetapi juga negara maju, rumusan SDGs merupakan sumber penting untuk menyelaraskan strategi dan kebijakan demi membuat kehidupan di muka bumi menjadi lebih baik.
Bagi Indonesia, rumusan SDGs dan target pencapaian dapat menjadi salah satu rujukan dalam penyusunan rencana pembangunan nasional. Selain tentunya amanat dari konstitusi dan janji politik selama kampanye capres, SDGs merupakan referensi dalam penyusunan baik RPJMN maupun rencana kerja pemerintah (RKP) tahunan hingga pelaksanaannya. Rencana Aksi Daerah (RAD) di tiap provinsi perlu disusun agar perencanaan dan implementasi menjadi lebih fokus sesuai dengan tantangan daerah masing-masing.
Kita dapat melakukan penahapan dari target SDGs sesuai dengan siklus penyusunan RPJMN lima tahunan 2015-2020, 2020-2025, dan 2025-2030. Melalui penahapan ini, kita dapat menyesuaikan dengan kondisi nasional baik skala prioritas, penganggaran maupun penataan serta kerja sama kelembagaan.
PROF FIRMANZAH PhD
Rektor Paramadina dan
Guru Besar FEUI
(ars)