Tujuh Masukan KPAI Agar Kekerasan Anak Tak Terus Terulang
A
A
A
JAKARTA - Belum lama ini Tanah Air kembali digegerkan kasus penelantaran anak di Cibubur, tak berselang lama kasus pembunuhan Angeline pun mencuat. Tindak kejahatan terhadap anak ini dinilai tak boleh dibiarkan karena menyangkut masa depan bangsa.
Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Susanto mengatakan, negara tidak boleh kalah dengan pelaku kejahatan terhadap anak. Untuk mencegah agar tidak ada anak Indonesia yang bernasib seperti Angeline, bangsa ini harus melakukan revoluasi mental.
"Pertama, pandangan yang memosisikan anak sebagai milik dan sah diperlukan semaunya, harus dicegah," kata Susanto kepada Sindonews, Minggu 14 Juni 2015 malam.
Kedua, kata dia, mengingat perlindungan anak menjadi kewenangan wajib daerah, gubernur, wali kota atau bupati, perlu dilakukan promosi intensif terkait perlindungan anak. Caranya, dengan memanfaatkan kelembagaan RT dan RW sebagai pioner promosi perlindungan anak termasuk bagaimana membangun mekanisme pencegahan, penanganan, dan pelaporan dugaan kekerasan terhadap anak.
"Tiga, tokoh agama, tokoh adat dan tokoh budaya penting mengambil peran untuk penyadaran masyarakat pentingnya perlindungan anak. Empat, mengintegrasikan muatan perlindungan anak dalam khutbah Jumat, khutbah di gereja dan aktivitas ceramah keagamaan lainnya," terang Susanto.
Poin kelima dan keenam, tambah Susanto, pastikan calon pengantin sudah terbangun perspektif perlindungan anak sebelum menikah. Serta pastikan sekolah aktif mempromosikan perlindungan anak.
"Tujuh, pastikan, pengasuh, kakek nenek dan baby sitter memahami pola pengasuhan yang ramah anak," tutupnya.
Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Susanto mengatakan, negara tidak boleh kalah dengan pelaku kejahatan terhadap anak. Untuk mencegah agar tidak ada anak Indonesia yang bernasib seperti Angeline, bangsa ini harus melakukan revoluasi mental.
"Pertama, pandangan yang memosisikan anak sebagai milik dan sah diperlukan semaunya, harus dicegah," kata Susanto kepada Sindonews, Minggu 14 Juni 2015 malam.
Kedua, kata dia, mengingat perlindungan anak menjadi kewenangan wajib daerah, gubernur, wali kota atau bupati, perlu dilakukan promosi intensif terkait perlindungan anak. Caranya, dengan memanfaatkan kelembagaan RT dan RW sebagai pioner promosi perlindungan anak termasuk bagaimana membangun mekanisme pencegahan, penanganan, dan pelaporan dugaan kekerasan terhadap anak.
"Tiga, tokoh agama, tokoh adat dan tokoh budaya penting mengambil peran untuk penyadaran masyarakat pentingnya perlindungan anak. Empat, mengintegrasikan muatan perlindungan anak dalam khutbah Jumat, khutbah di gereja dan aktivitas ceramah keagamaan lainnya," terang Susanto.
Poin kelima dan keenam, tambah Susanto, pastikan calon pengantin sudah terbangun perspektif perlindungan anak sebelum menikah. Serta pastikan sekolah aktif mempromosikan perlindungan anak.
"Tujuh, pastikan, pengasuh, kakek nenek dan baby sitter memahami pola pengasuhan yang ramah anak," tutupnya.
(kri)