Jangan Dihapus, Jadikan Opsional

Sabtu, 13 Juni 2015 - 10:16 WIB
Jangan Dihapus, Jadikan...
Jangan Dihapus, Jadikan Opsional
A A A
KONTROVERSI penghapusan skripsi sebagai syarat utama kelulusan oleh Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Menristek-Dikti) Muhammad Nasir kini tengah ramai diperbincangkan.

Hal ini menimbulkan pro dan kontra dari berbagai pihak. Sebagian setuju dengan penghapusan skripsi. Itu karena banyaknya kecurangan seperti adanya joki pembuatan skripsi. Namun, sebagian lainnya menolak skripsi dihapuskan. Sakurta Harapen Ginting menilai, skripsi merupakan bagian penting dari perjalanan hidup seorang mahasiswa selama di perguruan tinggi.

Untuk meraih gelar sarjana, diperlukan perjuangan, salah satunya berjuang membuat skripsi. Oleh karena itu, skripsi tidak bisa dihilangkan begitu saja. Pemeran Kipli dalam sinetron Kiamat Sudah Dekatini tengah menjalani statusnya sebagai mahasiswa Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia.

Menurut dia, melalui skripsi, mahasiswa diajarkan untuk berpikir sistematis. “Skripsi kan disusun bab per bab, jadi mahasiswa dituntut untuk bisa berpikir lebih sistematis,” ujarnya. Selain itu, melalui skripsi, mahasiswa telah menjalankan salah satu Tri Dharma Perguruan Tinggi, yaitu penelitian dan pengembangan.

Sebagai seorang mahasiswa, penelitian adalah kegiatan mutlak yang harus dimiliki. Melalui skripsilah wujud pengaplikasian penelitian dan pengembangan dari seorang mahasiswa. Namun, di sisi lain, Uta - sapaan akrabnya - tidak menyetujui jika skripsi dijadikan syarat utama kelulusan untuk meraih gelar sarjana.

Melihat bahwa Tri Dharma Perguruan Tinggi terdiri atas tiga aspek, yaitu penelitian dan pengembangan, pendidikan dan pengajaran, dan pengabdian kepada masyarakat. Karena itu, skripsi sepatutnya hanya menjadi opsional. ”(Skripsi) jangan dihapus, tetapi jadikan opsional saja,” paparnya.

Opsional itu bisa dalam bentuk karya ilmiah, laporan penelitian di laboratorium hingga pengabdian kepada masyarakat. Selain itu, skripsi kerap kali membuat mahasiswa tidak lulus tepat waktu. Bahkan, ada yang bertahun-tahun tidak lulus karena pembuatan skripsinya tidak selesai-selesai.

Menurutnya lagi, penghambatan pembuatan skripsi kerap berasal dari dosen pembimbing. Sering kali dia menyaksikan sendiri, bagaimana seorang mahasiswa yang sulit menemui dosen pembimbing ketika membutuhkan bimbingan dengan berbagai alasan. Selain itu, terlalu banyaknya revisi membuat mahasiswa stres sendiri.

Terkait hal ini, menurut Uta, sebenarnya skripsi membuat mahasiswa lebih tahan banting dalam menghadapi berbagai tekanan. Untuk meminimalkan stres, Uta memberikan tips untuk mengerjakan skripsi secara bertahap pada waktu luang, yaitu ketika liburan. Dengan begitu, mahasiswa lebih santai dan persiapannya pun lebih matang. ”Ngerjainnyanyicilpas lagi libur,” paparnya.

Meski masih semester 4, Uta sudah tidak asing dengan pembuatan karya ilmiah dan penelitian sehingga bisa lebih siap menghadapi skripsi kelak.

Linda Juliawanti
(ftr)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.0863 seconds (0.1#10.140)