Rapor BPK Jadi Dasar Pemberian Formasi
A
A
A
JAKARTA - Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan - RB) akan menjadikan rapor Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) sebagai dasar pertimbangan pemberian formasi seleksi calon pegawai negeri sipil (CPNS).
Menpan - RB Yuddy Chrisnandi mengatakan, usulan yang disampaikan BPK tersebut cukup relevan. Bagaimana mungkin instansi yang memiliki laporan keuangan yang buruk diberikan fasilitas tambahan pegawai. ”Dengan laporan disclaimer dari BPK, menunjukkan instansi tersebut memiliki disiplin, tertib anggaran, dan kinerja yang buruk. Lalu, minta formasi CPNS? Itu tidak logis,” tandas Yuddy di Jakarta kemarin.
Selain itu, Presiden Joko Widodo (Jokowi) memang sebelumnya juga meminta instansi yang mendapatkan disclaimer dari BPK untuk dibenahi. Pembenahan tersebut dapat dilakukan dengan memperbaiki kinerja, memberikan sanksi administrasi, konseling, dan motivasi.
”Salah satunya dengan tidak mengabulkan semua permintaan dalam rangka meningkatkan fasilitas. Penambahan pegawai termasuk fasilitas. Pegawai yang ada saja belum dapat dimaksimalkan, masa minta tambahan,” paparnya.
Selain tidak diberikan formasi CPNS, BPK juga mengusulkan agar rapor yang disusunnya menjadi pertimbangan dalam menaikkan tunjangan kinerja. Instansi yang berpredikat disclaimer tidak mendapatkan kenaikan tunjangan kinerja. ”Usulannya juga agar kenaikan tunjangan kinerja ditunda terlebih dulu,” ujarnya.
Instansi baru akan terbebas dari sanksi jika rapornya membaik dari disclaimer menjadi WajarDenganPengecualian( WDP). Namun, jika rapor instansi mengalami kemelorotan, akan dilakukan penundaan terhadap kenaikan tunjangan kinerja. ”Minimal idealnya Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) agar mendapatkan kenaikan tunjangan kinerja,” tuturnya.
Meski demikian, ungkap Yuddy, kebijakan ini hanya dapat diberlakukan untuk instansi di pusat. Di daerah harus melalui banyak pertimbangan. Salah satunya dicari penyebab instansi daerah mendapatkan rapor disclaimer dari BPK. ”Kalau di daerah, kita lihat dulu kondisinya. Papua kan sulit medannya. Kalau disclaimer , kita lihat mengapa. Tidak bisa hanya melihat laporan di atas kertas saja. Ini lebih berwawasan berkeadilan,” ucap Yuddy.
Anggota III BPK Eddy Mulyadi Soepardi mengusulkan agar instansi yang mendapatkan opini disclaimer dari BPK tidak diberikan formasi CPNS. Hal ini dilakukan sebagai bentuk sanksi atas laporan keuangan instansiinstansi tersebut.
Dita angga
Menpan - RB Yuddy Chrisnandi mengatakan, usulan yang disampaikan BPK tersebut cukup relevan. Bagaimana mungkin instansi yang memiliki laporan keuangan yang buruk diberikan fasilitas tambahan pegawai. ”Dengan laporan disclaimer dari BPK, menunjukkan instansi tersebut memiliki disiplin, tertib anggaran, dan kinerja yang buruk. Lalu, minta formasi CPNS? Itu tidak logis,” tandas Yuddy di Jakarta kemarin.
Selain itu, Presiden Joko Widodo (Jokowi) memang sebelumnya juga meminta instansi yang mendapatkan disclaimer dari BPK untuk dibenahi. Pembenahan tersebut dapat dilakukan dengan memperbaiki kinerja, memberikan sanksi administrasi, konseling, dan motivasi.
”Salah satunya dengan tidak mengabulkan semua permintaan dalam rangka meningkatkan fasilitas. Penambahan pegawai termasuk fasilitas. Pegawai yang ada saja belum dapat dimaksimalkan, masa minta tambahan,” paparnya.
Selain tidak diberikan formasi CPNS, BPK juga mengusulkan agar rapor yang disusunnya menjadi pertimbangan dalam menaikkan tunjangan kinerja. Instansi yang berpredikat disclaimer tidak mendapatkan kenaikan tunjangan kinerja. ”Usulannya juga agar kenaikan tunjangan kinerja ditunda terlebih dulu,” ujarnya.
Instansi baru akan terbebas dari sanksi jika rapornya membaik dari disclaimer menjadi WajarDenganPengecualian( WDP). Namun, jika rapor instansi mengalami kemelorotan, akan dilakukan penundaan terhadap kenaikan tunjangan kinerja. ”Minimal idealnya Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) agar mendapatkan kenaikan tunjangan kinerja,” tuturnya.
Meski demikian, ungkap Yuddy, kebijakan ini hanya dapat diberlakukan untuk instansi di pusat. Di daerah harus melalui banyak pertimbangan. Salah satunya dicari penyebab instansi daerah mendapatkan rapor disclaimer dari BPK. ”Kalau di daerah, kita lihat dulu kondisinya. Papua kan sulit medannya. Kalau disclaimer , kita lihat mengapa. Tidak bisa hanya melihat laporan di atas kertas saja. Ini lebih berwawasan berkeadilan,” ucap Yuddy.
Anggota III BPK Eddy Mulyadi Soepardi mengusulkan agar instansi yang mendapatkan opini disclaimer dari BPK tidak diberikan formasi CPNS. Hal ini dilakukan sebagai bentuk sanksi atas laporan keuangan instansiinstansi tersebut.
Dita angga
(ftr)