Pemeriksaan Sri Mulyani Picu Kontroversi

Selasa, 09 Juni 2015 - 10:30 WIB
Pemeriksaan Sri Mulyani...
Pemeriksaan Sri Mulyani Picu Kontroversi
A A A
JAKARTA - Pemeriksaan mantan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati oleh penyidik Bareskrim Polri di Kementerian Keuangan (Kemenkeu) memicu kontroversi.

Kalangan DPR menilai Polri terlalu mengistimewakan Direktur Pelaksana Bank Dunia tersebut. Sri Mulyani diperiksa sebagai saksi untuk penyidikan kasus dugaan korupsi dan pencucian uang dalam penjualan kondensat bagian negara yang melibatkan SKK Migas dan PT Trans Pasific Petrochemical Indotama (TPPI).

Wakil Ketua Komisi III DPR Desmond J Mahesa memprotes kebijakan Polri memeriksa Sri Mulyani di Gedung Kemenkeu. Hal itu menimbulkan dugaan adanya perlakuan khusus terhadap Sri Mulyani. ”Itu yang aneh, apa alasannya? Apakah dalam rangka mempermudah pemeriksaan dokumen yang sifatnya rahasia?” kata Desmond di Gedung DPR Senayan, Jakarta, kemarin.

Anehnya, kata Desmond, pemeriksaan tersebut tidak ada kaitannya dengan data yang bersifat rahasia. Dia menyindir, pemeriksaan itu harusnya dilakukan di hotel saja. Politikus Partai Gerindra itu mendukung jika ada penetapan tersangka baru dalam kasus kondensat tersebut. ”Dalam rangka penegakan hukum kenapa tidak kita dukung, hukum itu harus tuntas. Dan bila satu kasus itu tidak tuntas maka akan timbul fitnah,” tegas Desmond.

Senada, anggota Komisi III DPR Masinton Pasaribu mengaku tak terima dengan pemeriksaan Sri Mulyani bukan di Gedung Bareskrim Mabes Polri. ”Seharusnya tidak ada privilege khusus, tidak ada keistimewaan khusus. Tidak ada perlakuan istimewa untuk Sri Mulyani, harusnya panggil saja ke Mabes Polri. Sri Mulyani juga harus patuh pada hukum, tidak perlu minta perlakuan istimewa,” tegas Masinton.

Dia meminta agar tidak ada perlakukan beda terhadap Sri Mulyani, karena semua penduduk Indonesia harus sama di mata hukum. Dari Solo, Kapolri Jenderal Polisi Badrodin Haiti membantah memberikan perlakuan istimewa terhadap Sri Mulyani. Dia menegaskan bahwa pemeriksaan dapat dilakukan di mana saja tergantung situasi dan kondisi.

”Untuk pemeriksaan di mana itu tergantung. Kalau saksi bisa dipanggil ke Indonesia maka akan panggil. Kalau ada Indonesia maka kita periksa. Tapi kalau di luar negeri maka bisa diperiksa di luar negeri,” kata Badrodin Haiti di Polresta Surakarta kemarin.

Secara prinsip, dalam proses penyidikan tindak pidana, siapa pun bisa dilakukan pemeriksaan terkait dengan fakta hukum yang ditemukan. Fakta hukum yang ditemukan, bisa dari saksisaksi maupun bukti-bukti lain, seperti surat atau bukti lainnya, sehingga hal itu perlu dilakukan pemeriksaan untuk mengklarifikasi seperti dalam pemeriksaan Sri Mulyani. ”(Pemeriksaan Sri Mulyani) Bukan berarti terus jadi tersangka. Tidak,” tandasnya.

Direktur Direktorat tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Brigjen Victor Edison Simanjuntak mengatakan, awalnya Sri Mulyani dijadwalkan diperiksa pada Rabu (10/5) besok. ”Karena besok (hari ini) dia harus balik ke Amerika maka diminta diperiksa hari ini (kemarin). Tadi kita tunggu di sini, tapi Kemenkeu telepon mohon diperiksa di Kemenkeu. Demi kepentingan pemeriksaan, tidak ada salahnya diperiksa di sana,” kata Victor di Bareskrim Polri Jakarta kemarin.

Sri Mulyani menjadi orang ke-34 yang diperiksa Bareskrim sebagai saksi. Dalam pemeriksaan tersebut, kata Victor, Sri Mulyani dimintai keterangan dalam kapasitasnya sebagai menteri keuangan waktu itu terkait dikeluarkannya surat persetujuan skema pembayaran.

Dalam surat yang dikeluarkan Menteri Keuangan dengan Nomor S-85/MK.02./2009 tanggal 12 Februari 2009 yang ditujukan kepada Direktur Utama PT TPPI, Kemenkeu mendukung agar TPPI dapat diberikan suplai kondensat kembali. PT TPPI diharuskan melunasi kewajibannya atas pembelian kondensat itu.

Untuk produk yang dijual ke Pertamina, TPPI hanya akan menerima pembayaran BBM yang dibeli Pertamina dikurangi kewajiban pembayaran kondensat bagian negara yang dibeli TPPI. Selanjutnya, TPPI akan menyetorkan pembayaran kondensat ke pemerintah.

Pemeriksaan kepada Sri, menurutVictor, sekaligus untuk mengetahui alasan penerbitan surat persetujuan oleh Kementerian Keuangan, padahal belum ada seller appointment agreement (SAA) atau surat perjanjian kontrak antara TPPI dan SKK Migas.

Diperiksa 11 Jam

Setelah diperiksa lebih dari 11 jam, pukul 20.20 WIB tadi malam, Sri Mulyani akhirnya keluar dari Gedung Kemenkeu. ”Saya mengikuti seluruh proses dan saya mendukung upaya pemberantasan korupsi. Terima kasih,” katanya.

Dalam pemeriksaan tersebut, dia menjelaskan bahwa pihaknya telah menerbitkan surat bernomor S-85/MK02/ 2009 tanggal 12 Februari 2009 mengenai tata cara pembayaran kondensat jatah negara yang dikelola SKK Migas (dulu BP Migas) untuk diolah oleh PT TPPI. ”Surat itu dikaji menyeluruh oleh Kementerian Keuangan dalam hal ini Dirjen Anggaran dan Badan Kebijakan Fiskal dengan mempertimbangkan surat dari Pertamina,” katanya.

Selain itu, dia menambahkan, adanya penerbitan surat Nomor 011/BPC0000/2009/ S2 tertanggal 12 Januari 2009 mengenai penunjukan langsung TPPI sebagai pelaksana penjualan kondesat dengan beberapa persyaratan terkait tata kelola pembiayaan.

Persyaratannya, TPPI harus menyediakan jaminan pembiayaan sesuai ketentuan BP Migas untuk setiap pengambilan kondensat negara yang di-lifting dan mengganti seluruh kerugian terminal bila TPPI gagal melifting kondensat yang telah direncanakan. Menurut dia, ada tiga kali pertemuan antara BP Migas dan Direktur Penerimaan Negara Bukan Pajak di bawah Dirjen Anggaran untuk mengkaji seluruh kemungkinan terkait kesepakatan penjualan kondesat itu.

Hasilnya berupa rekomendasi penetapan tata laksana pembayaran. Sri juga menjelaskan alasan dirinya memberikan persetujuan, karena pemerintah memiliki hak atas kondesat yang dikelola SKK Migas, dengan kewajiban TPPI untuk melunasi kondesat tersebut agar negara tidak merugi.

Kasus yang diperkirakan merugikan negara senilai USD156 juta atau sekitar Rp2,4 triliun ini bermula dari penunjukan langsung BP Migas terhadap PT TPPI terkait penjualan kondensat pada kurun waktu 2008-2010. Sri Mulyani yang waktu itu menjabat sebagai menkeu diduga mengetahui TPPI mengalami kesulitan keuangan.

Namun, tetap menyetujui cara pembayaran tidak langsung TPPI dalam penjualan kondensat jatah negara. Selain itu, TPPI sebagai pelaksana penjualan kondesat bagian negara telah diberikan persyaratan untuk menjual kondesat hasil olahan kepada PT Pertamina.

Namun, kenyataannya TPPI malah menjual kondensat ke pihak lain, baik perusahaan lokal maupun asing. Penunjukan langsung menyalahi aturan yang ada.

Ary wahyu wibowo/ Khoirul muzakki/ Hasyim ashari/ Sindonews/ant
(ftr)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6862 seconds (0.1#10.140)