DPRD Nilai Rotasi PNS DKI Tidak Efektif
A
A
A
JAKARTA - DPRD DKI Jakarta menilai rotasi pejabat yang sebentar lagi dilakukan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) tidak akan efektif.
Rotasi tersebut dianggap belum dapat mewujudkan good government. ”Rotasi jabatan hanya ingin membersihkan Jakarta dari korupsi. Namun, belum mampu mewujudkan pemerintahan yang bersih (clean government) dan maksimal dalam pembangunannya (good government ),” ujar Anggota DPRD DKI Jakarta M Syarief kemarin.
Menurut dia, sejak kepemimpinan Joko Widodo (Jokowi) hingga Ahok sedikitnya sudah merombak tiga kali pejabat di lingkungannya lantaran mereka tidak mampu menyerap anggaran dengan baik. Terlihat dari penyerapan tahun anggaran 2012 sampai 2014 yang hanya mencapai 50-70%. Saat ini yang terjadi justru banyak pejabat yang tidak mau melakukan pekerjaan karena takut terlibat korupsi.
”Pak Ahok selalu mengancam anak buahnya jangan korupsi. Ancaman itu membuat pejabat tidak mau menyerap anggaran. Apalagi, lelang kegiatan tahun ini yang proses lelangnya baru berjalan dan pejabat disuruh lelang sejak Januari. Mana ada yang mau lelang tanpa surat pencairan dana,” beber politikus Partai Gerindra itu.
Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta Triwisaksana mengatakan, rotasi pejabat di lingkungan pemerintahan DKI Jakarta tidak akan berdampak efektif khususnya dalam pembangunan. Rotasi jabatan justru membuat para pejabat tertekan dan takut melakukan kegiatan. Untuk itu, dia menyarankan tiga hal kepada Ahok dan wakilnya dalam merotasi pejabat.
Pertama, Ahok harus mengedepankan faktor kondusif di lingkungan kerja jajarannya sebelum mengharapkan mereka bekerja secara maksimal. Contohnya memberikan waktu evaluasi jabatan minimal enam bulan sampai satu tahun. ”Kalau tiga bulan, terlalu cepat karena bagaimanapun jabatan itu membutuhkan pelajaran, produktif, dan observasi,” kata Sani, sapaan akrab Triwisaksana.
Kedua, faktor delegatif. Ahok harus memberikan kepercayaan dalam mendelegasikan kewenangan dan tugas utama terhadap pejabatdijajarannya, khususnya pejabat eselon I dan II. Terakhir, faktor produktif. Sani menyarankan tolok ukur produktivitas pejabat khususnya eselon II dibuka ke publik sehingga evaluasinya dapat diukur dari dua arah baik internalnya sendiri maupun masyarakat.
Berdasarkan informasi, Pemprov DKI akan melakukan rotasi kembali untuk pejabat eselon II atau kepala dinas di lingkungan Pemprov DKI pada 16 atau 17 Juni mendatang. ”Kami akan rutin melakukan rotasi pejabat. Jika ada pejabat yang tidak bisa diajak bergerak cepat, akan ditinggal. Kami ingin lari kencang,” tegas Ahok.
Bima setiyadi
Rotasi tersebut dianggap belum dapat mewujudkan good government. ”Rotasi jabatan hanya ingin membersihkan Jakarta dari korupsi. Namun, belum mampu mewujudkan pemerintahan yang bersih (clean government) dan maksimal dalam pembangunannya (good government ),” ujar Anggota DPRD DKI Jakarta M Syarief kemarin.
Menurut dia, sejak kepemimpinan Joko Widodo (Jokowi) hingga Ahok sedikitnya sudah merombak tiga kali pejabat di lingkungannya lantaran mereka tidak mampu menyerap anggaran dengan baik. Terlihat dari penyerapan tahun anggaran 2012 sampai 2014 yang hanya mencapai 50-70%. Saat ini yang terjadi justru banyak pejabat yang tidak mau melakukan pekerjaan karena takut terlibat korupsi.
”Pak Ahok selalu mengancam anak buahnya jangan korupsi. Ancaman itu membuat pejabat tidak mau menyerap anggaran. Apalagi, lelang kegiatan tahun ini yang proses lelangnya baru berjalan dan pejabat disuruh lelang sejak Januari. Mana ada yang mau lelang tanpa surat pencairan dana,” beber politikus Partai Gerindra itu.
Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta Triwisaksana mengatakan, rotasi pejabat di lingkungan pemerintahan DKI Jakarta tidak akan berdampak efektif khususnya dalam pembangunan. Rotasi jabatan justru membuat para pejabat tertekan dan takut melakukan kegiatan. Untuk itu, dia menyarankan tiga hal kepada Ahok dan wakilnya dalam merotasi pejabat.
Pertama, Ahok harus mengedepankan faktor kondusif di lingkungan kerja jajarannya sebelum mengharapkan mereka bekerja secara maksimal. Contohnya memberikan waktu evaluasi jabatan minimal enam bulan sampai satu tahun. ”Kalau tiga bulan, terlalu cepat karena bagaimanapun jabatan itu membutuhkan pelajaran, produktif, dan observasi,” kata Sani, sapaan akrab Triwisaksana.
Kedua, faktor delegatif. Ahok harus memberikan kepercayaan dalam mendelegasikan kewenangan dan tugas utama terhadap pejabatdijajarannya, khususnya pejabat eselon I dan II. Terakhir, faktor produktif. Sani menyarankan tolok ukur produktivitas pejabat khususnya eselon II dibuka ke publik sehingga evaluasinya dapat diukur dari dua arah baik internalnya sendiri maupun masyarakat.
Berdasarkan informasi, Pemprov DKI akan melakukan rotasi kembali untuk pejabat eselon II atau kepala dinas di lingkungan Pemprov DKI pada 16 atau 17 Juni mendatang. ”Kami akan rutin melakukan rotasi pejabat. Jika ada pejabat yang tidak bisa diajak bergerak cepat, akan ditinggal. Kami ingin lari kencang,” tegas Ahok.
Bima setiyadi
(ftr)