Pengungsi Sinabung Butuh Penanganan Serius

Senin, 08 Juni 2015 - 10:37 WIB
Pengungsi Sinabung Butuh Penanganan Serius
Pengungsi Sinabung Butuh Penanganan Serius
A A A
KARO - Tidak menentunya aktivitas Gunung Sinabung, Karo, Sumatera Utara (Sumut) berdampak besar terhadap kehidupan sosial masyarakat yang bermukim di desa-desa dalam radius 5 kilometer (km) dari puncak kawah, serta 7 km selatan-tenggara yang menjadi jalur luncuran awan panas dan guguran lava.

Peningkatan status gunung dengan ketinggian 2.460 meter di atas permukaan laut (mdpl) dari level III (status Siaga), ke posisi tertinggi , level IV (status Awas), membuat 2.418 jiwa atau 762 kepala keluarga (KK) harus meninggalkan kampung halaman, yakni Desa Gurukinayan, Berastepu, Tiga Pancur, dan Pintu Mbesi.

Lantaran tempat tinggalnya untuk beberapa saat karena ancaman serius. “Sampai kapan kami seperti ini, belum ada kejelasan. Harta benda serta rutinitas untuk saat ini terpaksa kami tinggalkan. Yang berat adalah besok (hari ini), anak-anak kami menjalani ujian sekolah. Tentunya tidak dapat belajar maksimal di posko dengan kondisi seperti ini,” ujar Surya Sitepu, warga Desa Tiga Pancur, kepada KORAN SINDO, saat ditemui di Posko Paroki Kabanjahe, kemarin.

Menurut pria kelahiran 42 tahun itu, logistik masih cukup untuk makan pengungsi. Hanya uluran tangan dermawan di berbagai hal, misalnya di bidang medis, pendidikan, dan juga psikiater, masih sangat dibutuhkan. Kondisi Sinabung yang terus fluktuatif sejak letusan 2013 lalu hingga sekarang, seolah membuat kesan biasa.

Sebab, warga sudah berulang kali pergi mengungsi dan kemudian kembali ke rumah. Seiring hal itu, perhatian pihak donatur menjadi berkurang. Padahal jika ditelusuri, kondisi para pengungsi semakin lama semakin memburuk. Baik dalam hal kehidupan ekonomi, kesehatan, maupun pendidikan.

Pengungsi sangat membutuhkan dermawan yang peduli pendidikan, mengingat ujian kenaikan kelas sudah di depan mata. Apabila ada organisasi, lembaga, atau wadah yang mau membatu penyelenggaraan pendidikan di posko, tentunya akan menambah wawasan dan semangat para pelajar.

“Kasihan mereka (anakanak) itu semua. Tidak mungkin belajar maksimal di kamp pengungsian. Nilai rapor itu tidak penting, bisa saja didongkrak angkanya yang terpenting adalah ilmu pengetahuan yang diperoleh. Bagaimana nantinya nasib mereka jika tidak dibekali ilmu yang mapan. Sementara kampung halaman terancam bahaya bencana alam,” ucap ayah tiga anak ini ditemani sejumlah pengungsi lain.

Pengungsi lainnya, Rumian Perangin-angin, yang mengungsi di tempat penampungan sementara Gedung Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) Kabanjahe, juga berharap pemerintah dan instansi terkait dapat memberikan penjelasan lebih lanjut terkait keberadaan mereka.

“Kami tidak mendapat penjelasan secara terperinci. Sampai kapan di sini dan akan bagaimana nantinya juga belum ada kepastian. Apa kegiatan selanjutnya belum ada jawaban. Kalau untuk makan, sampai hari ini masih cukup. Tapi perjuangan hidup, bukan hanya untuk makan saja,” ujarnya.

Dia mengharapkan pemerintah membuat terobosan baru terkait penanganan pengungsi erupsi Sinabung, agar ke depannya tidak hanya sebatas memulangkan dan mengangkut pengungsi ketika terjadi peningkatan, atau penurunan status gunung.

“Kami ini benarbenar korban ketidakbijakan pemerintah. Banyak yang menganggap kami ini manja. Padahal, hidup di pengungsian ini sangat melelahkan, baik secara fisik maupun psikis. Kami butuh penanganan yang serius. Harapan kami, pemerintah sigap menghadapi bencana ini sehingga tidak berulang dan itu-itu saja permasalahannya,” ujarnya sambil mengusap air mata.

Pantauan KORAN SINDO di lapangan, sejumlah aktivis peduli anak-anak tampak menggelar kegiatan trauma healing. Para pengungsi dewasa dan lanjut usia (lansia) terlihat kebingungan di lokasi penampungan karena mengalami perubahan aktivitas. Banyak di antara pengungsi berharap adanya pelatihan keahlian baru dari pihak berkompeten.

Data yang diperoleh dari Media Center, warga Desa Gurukinayan yang diungsikan sebanyak 767 jiwa (268 KK), Berastepu 447 jiwa (133 KK), Tiga Pancur 929 jiwa (285 KK), dan Pintu Mbesi 275 jiwa (76 KK). Informasi dari Pos Pengamatan Gunung Api (PPGA) Sinabung, Pusat Vulkanologi Mitigasi dan Bencana Geologi (PVMBG) menyebutkan, sejak pukul 00.00-18.00 WIB, telah terjadi delapan kali guguran lava dari puncak kawah, dengan jarak luncur 500-1.500 meter.

“Sampai saat ini aktivitas kegempaan Sinabung masih tergolong tinggi. Untuk itu kami terus mengimbau kepada masyarakat agar mematuhi rekomendasi dari PVMBG,” kata petugas PPGA Derry di kantornya, kemarin. Sementara itu, di sektor industri pariwisata, khususnya perhotelan, terjadi penurunan omzet antara 5-10%, pascapeningkatan status Sinabung menjadi Awas.

“Ada penurunan walau tidak banyak. Namun, booking -an tetap ramai karena kami dapat meyakinkan tamu bahwa dampak gunung berapi itu tidak sampai ke Berastagi,” ujar Imam, selaku Wakil Ketua Persatuan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Karo, yang juga menjabat GM Sinabung Hotel Berastagi.

Riza pinem
(ftr)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5782 seconds (0.1#10.140)