Perempuan Penunjang Kekayaan Keluarga
A
A
A
Keuangan keluarga perlu dikelola dengan baik, supaya semua kebutuhan anggota keluarga dapat terpenuhi dengan teratur dan tidak menimbulkan masalah.
Perlu peran perempuan (istri) yang andal untuk melakukan hal tersebut. Di samping mampu mengelola keuangan, tidak sedikit pula sosok perempuan mampu menunjang kekayaan keluarga. Kepiawaiannya dalam mengelola bisnis keluarga dan keuangan keluarga membuat sosok perempuan ini memiliki peranan penting. Perencana keuangan dari Universitas Indonesia (UI) Budi Frensidy mengatakan, dalam sebuah keluarga sumber keuangan ada yang berasal dari suami semata, pasangan suami istri yang bekerja, atau suami bekerja dan istrinya membuat usaha di rumah untuk membantu kebutuhan keluarga.
”Uang yang dihasilkan dari semua usaha akan dikelola untuk kebutuhan harian, mingguan, dan bulanan,” ujar Budi. Menurut Budi, pengelolaan dan perencanaan dalam keluarga terdapat beberapa pola. Pertama, dalam sebuah keluarga seorang suami menyerahkan sepenuhnya ke istri untuk mengelola keuangan keluarga. Dari hal terkecil hingga terbesar. Kedua, yang hanya menjadikan pasangan sebagai eksekutor, sedangkan untuk perencanaan tetap di pihak suami.
Peran dominan terjadi pada model pertama. Seorang istri yang hanya sebagai ibu rumah tangga akan mengelola satu sumber pemasukan untuk beragam kebutuhan. Istri yang ikut bekerja akan mengelola dua sumber penghasilan. Dari hasil kerjanya dan yang diserahkan suami. Seorang perempuan atau istri harus mengetahui apa saja yang dibutuhkan keluarga. Kalau itu berkaitan dengan uang semua itu harus dikeluarkan.
Untuk pembayaran listrik dan air, kebutuhan pangan sekeluarga, biaya sekolah anak, dan operasional rumah tangga lainnya, cicilan rumah atau kontrakan rumah. Cara kerja untuk mengelola keuangan itu harus rasional. Bagi perempuan yang tidak menggunakan logika dalam mengelola uang dari suaminya, bisa saja uang yang dikelola itu akan habis sebelum waktunya. Pada akhirnya si suami akan mencari tambahan menjelang akhir bulan atau mencari pinjaman.
”Tentu cara seperti ini tidak sehat untuk sebuah rumah tangga,” kata Budi. Sejatinya, berapa pun besar kebutuhan keuangan keluarga harus ada yang disimpan untuk kebutuhan tak terduga. Lebih bagus lagi penyisihan keuangan keluarga digunakan untuk investasi masa depan. ”Pada kenyataannya tidak sedikit perempuan di rumah tangga tidak bisa membedakan antara kebutuhan dan keinginan. Hal itu mengganggu kesehatan keuangan keluarga,” ungkapnya.
Lebih jauh dia menuturkan, pengeluaran untuk kebutuhan memang harus dikeluarkan pada saat itu juga, sedangkan keinginan adalah sebuah pengeluaran yang dapat ditunda hingga waktu tertentu. Bagi perempuan yang tidak mengedepankan logika dalam membelanjakan keuangan keluarga, mereka kerap terjebak dalam sebuah gaya hidup dan gengsi sosial di tengah masyarakat. Peran vital seorang perempuan dalam pengelolaan keuangan keluarga juga akui oleh Presiden Direktur (Presdir) PT Manulife Aset Manajemen Indonesia (MAMI) Legowo Kusumonegoro.
Menurutnya, sosok perempuan atau ibu selama ini dianggap memiliki peranan penting mengatur keuangan keluarga. Mereka selama ini dikenal sebagai sosok yang teliti, rajin, lebih tahu cara menyimpan uang keluarga. Bagi calon ibu atau perempuan yang masuk ke dalam ranah keluarga memiliki tantangan untuk cerdas finansial. Nantinya perempuan itu adalah guru yang paling dekat dengan anak-anak mereka. Anak belajar banyak tentang keuangan dari keluarga dari ibu, kalau ibu cerdas mengelola keuangan.
”Perempuan selain mengoptimalkan kekayaan keluarganya, juga guru bagi anaknya untuk mengatur uang secara cerdas,” ungkapnya. Dia menyarankan perempuan agar mampu memanfaatkan kekayaan keluarga sebaik mungkin. ”Jangan membiarkan uang itu tidur di perbankan. Larinya tidak kencang,” saran Legowo.
Di negara berkembang seperti Indonesia masyarakatnya belum terbiasa dengan lembaga keuangan untuk mengelola keuangannya. Baru 0,1% yang memanfaatkan pasal modal untuk menyimpan uangnya. Padahal uang yang ditempatkan di pasar modal itu mengalami pertumbuhan 14%/tahun. Kendati tumbuh, namun kalah cepat dibanding pertumbuhan kenaikan biaya yang dikeluarkan.
”Makanya uang itu jangan diparkir. Biarkan uang itu bekerja dengan cara diinvestasikan, seperti ditabungkan atau deposito atau juga memanfaatkan pasar modal,” tuturnya.
Ilham safutra
Perlu peran perempuan (istri) yang andal untuk melakukan hal tersebut. Di samping mampu mengelola keuangan, tidak sedikit pula sosok perempuan mampu menunjang kekayaan keluarga. Kepiawaiannya dalam mengelola bisnis keluarga dan keuangan keluarga membuat sosok perempuan ini memiliki peranan penting. Perencana keuangan dari Universitas Indonesia (UI) Budi Frensidy mengatakan, dalam sebuah keluarga sumber keuangan ada yang berasal dari suami semata, pasangan suami istri yang bekerja, atau suami bekerja dan istrinya membuat usaha di rumah untuk membantu kebutuhan keluarga.
”Uang yang dihasilkan dari semua usaha akan dikelola untuk kebutuhan harian, mingguan, dan bulanan,” ujar Budi. Menurut Budi, pengelolaan dan perencanaan dalam keluarga terdapat beberapa pola. Pertama, dalam sebuah keluarga seorang suami menyerahkan sepenuhnya ke istri untuk mengelola keuangan keluarga. Dari hal terkecil hingga terbesar. Kedua, yang hanya menjadikan pasangan sebagai eksekutor, sedangkan untuk perencanaan tetap di pihak suami.
Peran dominan terjadi pada model pertama. Seorang istri yang hanya sebagai ibu rumah tangga akan mengelola satu sumber pemasukan untuk beragam kebutuhan. Istri yang ikut bekerja akan mengelola dua sumber penghasilan. Dari hasil kerjanya dan yang diserahkan suami. Seorang perempuan atau istri harus mengetahui apa saja yang dibutuhkan keluarga. Kalau itu berkaitan dengan uang semua itu harus dikeluarkan.
Untuk pembayaran listrik dan air, kebutuhan pangan sekeluarga, biaya sekolah anak, dan operasional rumah tangga lainnya, cicilan rumah atau kontrakan rumah. Cara kerja untuk mengelola keuangan itu harus rasional. Bagi perempuan yang tidak menggunakan logika dalam mengelola uang dari suaminya, bisa saja uang yang dikelola itu akan habis sebelum waktunya. Pada akhirnya si suami akan mencari tambahan menjelang akhir bulan atau mencari pinjaman.
”Tentu cara seperti ini tidak sehat untuk sebuah rumah tangga,” kata Budi. Sejatinya, berapa pun besar kebutuhan keuangan keluarga harus ada yang disimpan untuk kebutuhan tak terduga. Lebih bagus lagi penyisihan keuangan keluarga digunakan untuk investasi masa depan. ”Pada kenyataannya tidak sedikit perempuan di rumah tangga tidak bisa membedakan antara kebutuhan dan keinginan. Hal itu mengganggu kesehatan keuangan keluarga,” ungkapnya.
Lebih jauh dia menuturkan, pengeluaran untuk kebutuhan memang harus dikeluarkan pada saat itu juga, sedangkan keinginan adalah sebuah pengeluaran yang dapat ditunda hingga waktu tertentu. Bagi perempuan yang tidak mengedepankan logika dalam membelanjakan keuangan keluarga, mereka kerap terjebak dalam sebuah gaya hidup dan gengsi sosial di tengah masyarakat. Peran vital seorang perempuan dalam pengelolaan keuangan keluarga juga akui oleh Presiden Direktur (Presdir) PT Manulife Aset Manajemen Indonesia (MAMI) Legowo Kusumonegoro.
Menurutnya, sosok perempuan atau ibu selama ini dianggap memiliki peranan penting mengatur keuangan keluarga. Mereka selama ini dikenal sebagai sosok yang teliti, rajin, lebih tahu cara menyimpan uang keluarga. Bagi calon ibu atau perempuan yang masuk ke dalam ranah keluarga memiliki tantangan untuk cerdas finansial. Nantinya perempuan itu adalah guru yang paling dekat dengan anak-anak mereka. Anak belajar banyak tentang keuangan dari keluarga dari ibu, kalau ibu cerdas mengelola keuangan.
”Perempuan selain mengoptimalkan kekayaan keluarganya, juga guru bagi anaknya untuk mengatur uang secara cerdas,” ungkapnya. Dia menyarankan perempuan agar mampu memanfaatkan kekayaan keluarga sebaik mungkin. ”Jangan membiarkan uang itu tidur di perbankan. Larinya tidak kencang,” saran Legowo.
Di negara berkembang seperti Indonesia masyarakatnya belum terbiasa dengan lembaga keuangan untuk mengelola keuangannya. Baru 0,1% yang memanfaatkan pasal modal untuk menyimpan uangnya. Padahal uang yang ditempatkan di pasar modal itu mengalami pertumbuhan 14%/tahun. Kendati tumbuh, namun kalah cepat dibanding pertumbuhan kenaikan biaya yang dikeluarkan.
”Makanya uang itu jangan diparkir. Biarkan uang itu bekerja dengan cara diinvestasikan, seperti ditabungkan atau deposito atau juga memanfaatkan pasar modal,” tuturnya.
Ilham safutra
(ars)