Pelayanan Transjakarta Menurun

Sabtu, 06 Juni 2015 - 10:47 WIB
Pelayanan Transjakarta...
Pelayanan Transjakarta Menurun
A A A
JAKARTA - Pelayanan bus Transjakarta terus mengalami penurunan. Masalah lamanya kedatangan antarbus (headway) dan sterilisasi jalur hingga kini belum terselesaikan.

Kepala Penelitian dan Pengembangan Dewan Transportasi Kota Jakarta (DTKJ) Leksmono Suryo Putranto mengatakan, sejak menjadi Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) pada Januari lalu, PT Transportasi Jakarta belum memperlihatkan peningkatan pelayanan. Akibatnya berdasarkan penelitian yang dilakukan DTKJ, ada kecenderungan penurunan jumlah penumpang. Pada 2011 jumlah penumpang mencapai 114 juta orang per tahun.

Hingga saat ini belum ada peningkatan dan bahkan tidak ada yang mengalahkan angka tertinggi pada 2011 tersebut. Padahal, pada 2012 ada penambahan koridor dari 10 menjadi 11 koridor. Salah satu penyebab penurunan penumpang adalah kedatangan bus (headway) belum seperti yang diharapkan.

”Kalau jumlah pengguna menurun, berarti kepercayaan terhadap Transjakarta berkurang. Kami berharap, dengan penambahan koridor, seharusnya pengguna terus bertambah,” kata Leksmono saat dihubungi kemarin. Leksmono menjelaskan, seharusnya PT Transportasi Jakarta dapat meningkatkan pelayanan, baik dengan membina para operator agar tidak ada awak bus yang mogok dan stop beroperasi seperti beberapa hari lalu, perbaikan dan penambahan armada, serta sterilisasi jalur harus segera dilakukan.

Jika tidak, Leksmono pesimistis target 1 juta penumpang per hari pada 2019 terpenuhi. ”Memang harus ada sinergitas untuk mensterilisasikan jalur. Tetapi kalau bus tidak ada, orang akan terdorong untuk terus melanggar karena kosong jalurnya,” tegasnya. Direktur Institut Studi Transportasi (Instran) Dharmaningtyas juga mengatakan hal yang sama. Sejak menjadi BUMD, PT Transportasi Jakarta masih belum dapat keluar dari persoalan awal dan dasar.

Selain jalur tidak steril, keterbatasan armada belum terselesaikan. Akibatnya, headway bus lama. Termasuk, tidak bisa memberikan kepastian pada waktu tempuh. Berdasarkan hasil monitoring Instran, masa tunggu penumpang terlama adalah di koridor XI dari Pulogebang ke perumnas, yaitu 20 menit.

Kemudian, koridor X ke arah Tanjung Priok selama 17 menit, dan koridor VIII dari Harmoni ke arah Lebak Bulus selama 15 menit. Adapun, rata-rata masa tunggu di semua koridor masih normal, yaitu sekitar 2 sampai 3 menit. ”Pengemudi Transjakarta sendiri juga belum memiliki masa depan yang cerah. Jalur yang tidak steril berdampak pada beban pengemudi. Kesejahteraan pramudi masih di bawah standar.

Jadi lebih baik, Pemprov DKI Jakarta lebih baik fokus ke pembenahan-pembenahan tersebut,” jelasnya. Direktur Utama PT Transportasi Jakarta Antonius Kosasih mengatakan, sejak membawahi sembilan operator bus seperti Damri, Lorena, Transportasi Mega Jakarta (TMJ) dan sebagainya, pihaknya terus mencoba meningkatkan pelayanan. Mulai dari penerapan sistem e-ticketing yang sudah berlaku di seluruh koridor hingga penambahan 51 armada bus gandeng tahun ini.

”Mulai Juni-Juli ini kami akan datangkan 20 unit bus gandeng Scania. Hingga akhir tahun kami akan datangkan 51 unit bus gandeng. Operator lainnya saat ini juga sedang melakukan lelang untuk mengadakan 51 bus,” ungkapnya. Selain itu, PT Transportasi Jakarta juga akan merekrut Kopaja dan Angkutan Perbatasan Terintegrasi Bus Transjakarta (APTB) tahun ini. Tahun ini akan ada penambahan bus sekitar 1.000 unit.

Diharapkan, rata-rata headway di setiap koridor nantinya menjadi 10- 15 menit. Menurut Kosasih, lamanya headway bukan hanya karena minimnya armada. Melainkan juga karena kurang cepatnya pihak kepolisian dalam merealisasikan penilangan elektronik. Begitu juga dengan peninggian separator busway yang menjadi kewenangan Dinas Perhubungan. ”Kalau sudah steril, kami rasa 2-3 menit headway-nya sudah berjalan. Kami yakin target 1 juta penumpang dapat terealisasi pada 2019,” tandasnya.

BRT di Kota Tangerang Beroperasi Tahun Depan

Di bagian lain, Dinas Perhubungan (Dishub) Kota Tangerang terus berinovasi dalam pengembangan transportasi umum. Salah satunya menyiapkan bus rapid transit (BRT). Angkutan massal dalam kota ini masuk dalam Rencana Strategis Dishub 2014-2018. Tujuannya menekan kemacetan lalu lintas dan mengubah kebiasaan masyarakat dari penggunaan kendaraan pribadi ke angkutan umum.

”Saat ini armada BRT dan koridornya masih dalam tahap lelang. Ditargetkan, selesai di tahun ini sehingga bisa beroperasi Januari 2016,” kata Kepala Dishub Kota Tangerang Engkos Zarkasyi Ahmad. Pada tahap awal disediakan 10 armada dengan model seperti minibus berkapasitas 50 orang. Ke-10 bus tersebut rencananya beroperasi di lima koridor.

Uji coba akan dilakukan di rute angkot T-01 (Bitung- Terminal Poris Plawad) dan T- 02 (Terminal Poris Plawad- Palem Semi). ”Di rute yang dilintasi akan dibangun halte khusus BRT yang di dalamnya dilengkapi bus tracking yang dapat digunakan penumpang untuk mengetahui lokasi BRT di rute tersebut,” imbuhnya.

Wali Kota Tangerang Arief R Wismanyah mengatakan, penerapan BRT dilakukan karena disadari bahwa transportasi umum di wilayah yang dipimpinnya belum nyaman. Maka, banyak warga yang menggunakan kendaraan pribadi untuk memenuhi kebutuhan perjalanan mereka. ”BRT ini seukuran Kopaja. Jika satu unit BRT seharga Rp500 juta, maka total anggaran yang dikeluarkan sekitar Rp80 miliar,” tandasnya.

Bima setiyadi/ denny irawan
(bbg)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7335 seconds (0.1#10.140)