Polisi Bongkar Mafia Ijazah Palsu
A
A
A
JAKARTA - Persoalan ijazah palsu di Tanah Air sudah kian memprihatinkan. Kemarin polisi membongkar sindikat pemalsu ijazah di Jalan Pramuka, Jakarta Pusat. Pelaku sudah mencetak ratusan ijazah palsu dari sejumlah universitas terkemuka di Tanah Air.
Penangkapan komplotan mafia ini diharapkan bisa membeberkan siapa saja yang menggunakan ijazah palsu. Kemarin Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara-Reformasi Birokrasi (Menpan-RB) Yuddy Chrisnandi menengarai banyak kepala daerah menggunakan ijazah ilegal tersebut. Pelaku pemalsuan ijazah yang ditangkap Subdit Jatanras Ditreskrimum Polda Metro Jaya diidentifikasi bernama Alex.
Dirkrimum Polda Metro Jaya Kombes Pol Krishna Murti menjelaskan, dalam menjalankan bisnisnya, tersangka dibantu tiga calo. Sebelumnya, dua calo ditangkap polisi. Namun karena saat itu pelaku utama belum tertangkap, polisi melepaskan kembali keduanya. “Nah sekarang pelaku utama tertangkap, calonya ada tiga orang masih kita buru,” ujarnya di Jakarta kemarin Krishna menuturkan, tersangka menjalankan bisnisnya di Jalan Pramuka.
Lewat perantara tiga calo, tersangka menerima order untuk memalsukan ijazah. Setelah mendapatkan konsumen, calo tersebut akan mengantarkannya ke Alex. “Ini ijazah yang dipalsukan ada dari IPB, UGM, STIE Perbanas, UI juga ada,” ujarnya. Dengan modal mesin pemindai, Alex yang telah melakukan bisnis ilegal tersebut selama setahun tahunsudah mencetak ratusan ijazah palsu.
“Dia cetak hampir 500-an ijazah palsu. Modalnya cuma mesin pemindai (scanner), lalu dicetak,” tuturnya. Atas perbuatannya itu, Alex dijerat dengan Pasal 263 KUHP tentang Pemalsuan Dokumen jo UU Pendidikan No 2 Tahun 2003. Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol M Iqbal mengungkapkan, tarif yang ditetapkan untuk sekali pembuatan mulai Rp1-4 juta per ijazah.
Dia menegaskan, mereka juga membuat stempel bahkan memalsukan tanda tangan dari rektor universitas yang mereka palsukan. “Banyak juga mereka adalah mahasiswa yang DO, jadi mereka memindai ijazah kawannya,” ujarnya. Dia berharap masyarakat bisa melaporkan kepada polisi tentang kemungkinan adanya lokasi lain yang menjadi pusat pemalsuan ijazah. Polisi, menurut dia, belum menemukan lokasi lain dalam pemalsuan ijazah tersebut.
“Kalau memang ada, masyarakat kami mohon untuk bisa memberikan informasi sehingga bisa segera ditindak,” tukasnya. Ketua Tim Audit Akademik Kemenristek-Dikti Supriadi Rustad mengapresiasi langkah kepolisian yang menangkap penjual ijazah palsu di Jalan Pramuka. Menurut dia, seluruh penjual ijazah harus ditangkap baik yang menjual offline maupun menawarkan dagangannya melalui internet.
Dia yakin jika semakin banyak pelaku yang ditangkap, akan memusnahkan praktik jual-beli ijazah palsu yang saat ini bebas diperdagangkan. “Kami apresiasi penangkapan ini sehingga praktik jual-beli ijazah palsu akan musnah dan masyarakat tidak akan mencari jalan pintas mencari gelar,” katanya. Direktur Pendidik dan Tenaga Kependidikan Kemenristek- Dikti ini menilai, jual-beli ijazah palsu di internet sudah memprihatinkan.
Masyarakat tinggal mencari di Google, lalu banyak pilihan pelaku mana saja yang bisa menyediakan. Selain itu, harga jual ijazah palsu itu sedemikian murah dan praktis sehingga banyak orang yang tertarik membeli ijazah daripada kerja keras kuliah. Oleh karena itu, selain langkah dari kepolisian, Kemenristek-Dikti juga menunggu Kemenkominfo untuk menutup seluruh laman yang menyajikan jual-beli ijazah palsu. Supriadi juga berharap kepolisian tidak hanya menindak penjual ijazah palsu dari hasil investigasi internal polisi.
Pasalnya, tim audit ijazah palsu Kemenristek-Dikti sudah menyampaikan seluruh laporan penjual ijazah palsu ke polisi. Misalnya polisi semestinya bertindak cepat dengan menangkap pemilik University of Berkeley, karena bukti-bukti lengkap pemalsuan yang mereka lakukan juga sudah diserahkan ke polisi. “Kalau mau bukti kan sudah segudang (yang dilaporkan) dan buktinya juga sudah jelas. Tapi saya yakin polisi akan menindaknya,” ujarnya.
Sekjen Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (Aptisi) Suyatno mengatakan, praktik jual-beli ijazah palsu di Pramuka sudah menjadi rahasia umum. Lapak-lapak berkedok jasa ketik skripsi sudah puluhan tahun menjual ijazah palsu. Oleh karena itu, penangkapan penjual ijazah palsu kemarin semestinya ditindaklanjuti ke pelaku lain di tempat sama. Dia yakin masih ada pelaku lain yakin masih berkeliaran.
“Penangkapan yang dilakukan itu sudah bagus karena lapak di situ memang sudah menjadi rahasia. Sudah menjadi kewajiban polisi untuk menindaknya,” terangnya. Suyatno sangat yakin pengguna ijazah palsu sangat banyak, karena tingginya permintaan masyarakat. Dia menyebut salah satu pendorong ijazah palsu adalah kenaikan jabatan yang mengharuskan adanya gelar sarjana S-1 hingga S-3.
Bahkan, anggota DPR melalui UU MPR, DPR, DPD, dan DPRD (MD3) sudah diwajibkan mempunyai gelar jika mau menjadi legislator. Selain itu di UU Guru dan Dosen pun, guru wajib bergelar diploma atau strata 1. Rektor Uhamka ini menambahkan, antisipasi yang harus dilakukan pemerintah adalah melakukan pembinaan dan pengawasan lebih ketat ke perguruan tinggi.
Mahasiswa sarjana dan pascasarjana juga harus diperingatkan untuk kuliah dengan benar tanpa mencari jalan pintas mencari ijazah palsu. “Aptisi sendiri sudah mengeluarkan surat edaran kepada seluruh kampus swasta agar memeriksa dosendanpegawaidikampusnya apakah memakai ijazah palsu atau tidak. Jika ada dosen dan pegawai yang memakai ijazah palsu maka harus dilaporkan ke polisi,” katanya.
Sebelumnya, Kemenristek- Dikti menerima aduan adanya 18 kampus diduga menjual ijazah palsu. Menristek-Dikti M Nasir merespons dengan melakukan sidak ke STIE Adhy Niaga di Bekasi dan University of Berkeley Michigan America di Jalan Proklamasi 21, Mei lalu. University Berkeley yang bekerja sama dengan Lembaga Manajemen International Indonesia (LMII) tertangkap basah memasang ijazah palsu. Kemenristek-Dikti pun sudah melaporkan kampus abal-abal ini ke Mabes Polri.
Kepala Daerah
Menpan-RB Yuddy Chrisnandi mengungkapkan banyak kepala daerah, dalam hal ini gubernur dan bupati, diduga menggunakan ijazah palsu. Sayangnya, Yuddy tidak membeberkan detail terkait nama dan asal kepala daerah yang terindikasi menggunakan ijazah abal-abal itu. “Setingkat gubernur informasinya ada. Setingkat bupati juga banyak.
Kami sedang melakukan klarifikasi,” katanya ditemui dalam Pelatihan “Sinergi Kampanye Revolusi Mental dan Reformasi Birokrasi” di Kuta, Kabupaten Badung, Bali, kemarin. Selain kepala daerah, banyak pejabat daerah yang menggunakan ijazah palsu dari perguruan tinggi abal-abal. Menurut dia, hal tersebut terjadi karena pada satu sisi banyak pejabat ingin meningkatkan status dengan cepat dengan cara tidak jujur, dan di sisi lain ada pihak yang memanfaatkan untuk melakukan kejahatan pidana dengan membuat sertifikat.
Yuddy menuturkan, untuk mengungkap kasus ijazah palsu, Kemenpan-RB telah menjalin kerja sama dengan Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemenristek- Dikti) dan Polri pada 28 Mei 2015 melalui rapat koordinasi. Nantinya Kemenristek- Dikti akan mengeluarkan daftar merah perguruan tinggi tanpa izin, sedangkan Polri akan mengusut laporan masyarakat yang mengadukan adanya ijazah palsu.
Neneng zubaidah/ helmy syarief/ant
Penangkapan komplotan mafia ini diharapkan bisa membeberkan siapa saja yang menggunakan ijazah palsu. Kemarin Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara-Reformasi Birokrasi (Menpan-RB) Yuddy Chrisnandi menengarai banyak kepala daerah menggunakan ijazah ilegal tersebut. Pelaku pemalsuan ijazah yang ditangkap Subdit Jatanras Ditreskrimum Polda Metro Jaya diidentifikasi bernama Alex.
Dirkrimum Polda Metro Jaya Kombes Pol Krishna Murti menjelaskan, dalam menjalankan bisnisnya, tersangka dibantu tiga calo. Sebelumnya, dua calo ditangkap polisi. Namun karena saat itu pelaku utama belum tertangkap, polisi melepaskan kembali keduanya. “Nah sekarang pelaku utama tertangkap, calonya ada tiga orang masih kita buru,” ujarnya di Jakarta kemarin Krishna menuturkan, tersangka menjalankan bisnisnya di Jalan Pramuka.
Lewat perantara tiga calo, tersangka menerima order untuk memalsukan ijazah. Setelah mendapatkan konsumen, calo tersebut akan mengantarkannya ke Alex. “Ini ijazah yang dipalsukan ada dari IPB, UGM, STIE Perbanas, UI juga ada,” ujarnya. Dengan modal mesin pemindai, Alex yang telah melakukan bisnis ilegal tersebut selama setahun tahunsudah mencetak ratusan ijazah palsu.
“Dia cetak hampir 500-an ijazah palsu. Modalnya cuma mesin pemindai (scanner), lalu dicetak,” tuturnya. Atas perbuatannya itu, Alex dijerat dengan Pasal 263 KUHP tentang Pemalsuan Dokumen jo UU Pendidikan No 2 Tahun 2003. Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Pol M Iqbal mengungkapkan, tarif yang ditetapkan untuk sekali pembuatan mulai Rp1-4 juta per ijazah.
Dia menegaskan, mereka juga membuat stempel bahkan memalsukan tanda tangan dari rektor universitas yang mereka palsukan. “Banyak juga mereka adalah mahasiswa yang DO, jadi mereka memindai ijazah kawannya,” ujarnya. Dia berharap masyarakat bisa melaporkan kepada polisi tentang kemungkinan adanya lokasi lain yang menjadi pusat pemalsuan ijazah. Polisi, menurut dia, belum menemukan lokasi lain dalam pemalsuan ijazah tersebut.
“Kalau memang ada, masyarakat kami mohon untuk bisa memberikan informasi sehingga bisa segera ditindak,” tukasnya. Ketua Tim Audit Akademik Kemenristek-Dikti Supriadi Rustad mengapresiasi langkah kepolisian yang menangkap penjual ijazah palsu di Jalan Pramuka. Menurut dia, seluruh penjual ijazah harus ditangkap baik yang menjual offline maupun menawarkan dagangannya melalui internet.
Dia yakin jika semakin banyak pelaku yang ditangkap, akan memusnahkan praktik jual-beli ijazah palsu yang saat ini bebas diperdagangkan. “Kami apresiasi penangkapan ini sehingga praktik jual-beli ijazah palsu akan musnah dan masyarakat tidak akan mencari jalan pintas mencari gelar,” katanya. Direktur Pendidik dan Tenaga Kependidikan Kemenristek- Dikti ini menilai, jual-beli ijazah palsu di internet sudah memprihatinkan.
Masyarakat tinggal mencari di Google, lalu banyak pilihan pelaku mana saja yang bisa menyediakan. Selain itu, harga jual ijazah palsu itu sedemikian murah dan praktis sehingga banyak orang yang tertarik membeli ijazah daripada kerja keras kuliah. Oleh karena itu, selain langkah dari kepolisian, Kemenristek-Dikti juga menunggu Kemenkominfo untuk menutup seluruh laman yang menyajikan jual-beli ijazah palsu. Supriadi juga berharap kepolisian tidak hanya menindak penjual ijazah palsu dari hasil investigasi internal polisi.
Pasalnya, tim audit ijazah palsu Kemenristek-Dikti sudah menyampaikan seluruh laporan penjual ijazah palsu ke polisi. Misalnya polisi semestinya bertindak cepat dengan menangkap pemilik University of Berkeley, karena bukti-bukti lengkap pemalsuan yang mereka lakukan juga sudah diserahkan ke polisi. “Kalau mau bukti kan sudah segudang (yang dilaporkan) dan buktinya juga sudah jelas. Tapi saya yakin polisi akan menindaknya,” ujarnya.
Sekjen Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia (Aptisi) Suyatno mengatakan, praktik jual-beli ijazah palsu di Pramuka sudah menjadi rahasia umum. Lapak-lapak berkedok jasa ketik skripsi sudah puluhan tahun menjual ijazah palsu. Oleh karena itu, penangkapan penjual ijazah palsu kemarin semestinya ditindaklanjuti ke pelaku lain di tempat sama. Dia yakin masih ada pelaku lain yakin masih berkeliaran.
“Penangkapan yang dilakukan itu sudah bagus karena lapak di situ memang sudah menjadi rahasia. Sudah menjadi kewajiban polisi untuk menindaknya,” terangnya. Suyatno sangat yakin pengguna ijazah palsu sangat banyak, karena tingginya permintaan masyarakat. Dia menyebut salah satu pendorong ijazah palsu adalah kenaikan jabatan yang mengharuskan adanya gelar sarjana S-1 hingga S-3.
Bahkan, anggota DPR melalui UU MPR, DPR, DPD, dan DPRD (MD3) sudah diwajibkan mempunyai gelar jika mau menjadi legislator. Selain itu di UU Guru dan Dosen pun, guru wajib bergelar diploma atau strata 1. Rektor Uhamka ini menambahkan, antisipasi yang harus dilakukan pemerintah adalah melakukan pembinaan dan pengawasan lebih ketat ke perguruan tinggi.
Mahasiswa sarjana dan pascasarjana juga harus diperingatkan untuk kuliah dengan benar tanpa mencari jalan pintas mencari ijazah palsu. “Aptisi sendiri sudah mengeluarkan surat edaran kepada seluruh kampus swasta agar memeriksa dosendanpegawaidikampusnya apakah memakai ijazah palsu atau tidak. Jika ada dosen dan pegawai yang memakai ijazah palsu maka harus dilaporkan ke polisi,” katanya.
Sebelumnya, Kemenristek- Dikti menerima aduan adanya 18 kampus diduga menjual ijazah palsu. Menristek-Dikti M Nasir merespons dengan melakukan sidak ke STIE Adhy Niaga di Bekasi dan University of Berkeley Michigan America di Jalan Proklamasi 21, Mei lalu. University Berkeley yang bekerja sama dengan Lembaga Manajemen International Indonesia (LMII) tertangkap basah memasang ijazah palsu. Kemenristek-Dikti pun sudah melaporkan kampus abal-abal ini ke Mabes Polri.
Kepala Daerah
Menpan-RB Yuddy Chrisnandi mengungkapkan banyak kepala daerah, dalam hal ini gubernur dan bupati, diduga menggunakan ijazah palsu. Sayangnya, Yuddy tidak membeberkan detail terkait nama dan asal kepala daerah yang terindikasi menggunakan ijazah abal-abal itu. “Setingkat gubernur informasinya ada. Setingkat bupati juga banyak.
Kami sedang melakukan klarifikasi,” katanya ditemui dalam Pelatihan “Sinergi Kampanye Revolusi Mental dan Reformasi Birokrasi” di Kuta, Kabupaten Badung, Bali, kemarin. Selain kepala daerah, banyak pejabat daerah yang menggunakan ijazah palsu dari perguruan tinggi abal-abal. Menurut dia, hal tersebut terjadi karena pada satu sisi banyak pejabat ingin meningkatkan status dengan cepat dengan cara tidak jujur, dan di sisi lain ada pihak yang memanfaatkan untuk melakukan kejahatan pidana dengan membuat sertifikat.
Yuddy menuturkan, untuk mengungkap kasus ijazah palsu, Kemenpan-RB telah menjalin kerja sama dengan Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemenristek- Dikti) dan Polri pada 28 Mei 2015 melalui rapat koordinasi. Nantinya Kemenristek- Dikti akan mengeluarkan daftar merah perguruan tinggi tanpa izin, sedangkan Polri akan mengusut laporan masyarakat yang mengadukan adanya ijazah palsu.
Neneng zubaidah/ helmy syarief/ant
(bbg)