TNI Keluar dari Barak

Kamis, 04 Juni 2015 - 06:02 WIB
TNI Keluar dari Barak
TNI Keluar dari Barak
A A A
KERJA sama Tentara Nasional Indonesia (TNI) dengan kementerian/lembaga negara yang marak belakangan ini ditengarai memberi ruang bagi TNI untuk terlibat dalam ranah sipil. Padahal, tuntutan Reformasi 17 tahun lampau menginginkan dwifungsi ABRI (kini TNI) dihapuskan dan meminta militer kembali ke barak.

Akan tetapi, pintu dwifungsi yang sudah ditutup itu seolah kembali terbuka. TNI mulai dilibatkan dalam urusan sipil seperti nota kesepahaman (MoU) dengan beberapa kementerian, di antaranya Kementerian Pertanian (Kementan). Isi nota tersebut terkait tentang penertiban penyimpangan pupuk bersubsidi.

Keputusan Presiden (Keppres) Nomor 63 Tahun 2004 tentang Pengamanan Objek Vital Nasional yang bakal melibatkan TNI juga direvisi. Selama ini, tugas tersebut hanya diemban Polri. Terkait sorotan itu, Kepala Dinas Penerangan TNI Angkatan Darat (AD), Brigadir

Kepala Dinas Penerangan TNI Angkatan Darat, Brigadir Jenderal Wuryanto mengatakan, bahwa kerja sama dengan kementerian dilakukan karena program pemerintah sejalan dengan visi TNI. Lulusan Akademi Militer pada 1986 ini menambahkan, masuknya TNI dalam bidang keamanan didasari permintaan rakyat. Menurut dia, pengamanan objek vital nasional sangat penting.

“Tapi, kami tidak kembali ke dwifungsi. Masuknya TNI ke ranah sipil didasari atas panggilan dan permintaan rakyat,” ujarnya.

Berikut penuturan Brigjen Wuryanto kepada Bona Ventura dari SINDO Weekly pada Selasa pekan ini. Apa yang melatari MoU TNI AD dengan Kementerian Pertanian dan Kementerian PU dan Perumahan Rakyat (PUPR)?

Visi TNI, termasuk AD, sejalan dengan program pemerintah untuk kemajuan bangsa. TNI AD memang mengambil langkah-langkah untuk mendukung program-program pemerintah dan langsung mengadakan kerja sama. Contohnya, dengan Kementan mengenai ketahanan pangan dan Kementerian PUPR soal infrastruktur jalan di perbatasan.

KSAD, Pak Gatot, (Jenderal Gatot Nurmantyo) melihat ketahanan pangan sebagai hal strategis. Bila tidak tercapai, Indonesia akan tergantung dengan negara lain. Jika kita tergantung negara lain soal pangan lalu sewaktu-waktu kita bermasalah dengan negara itu, kita bisa diembargo. Negara kita bisa hancur bila ketahanan pangan tidak ada. Makanya, TNI AD harus turun.


Termasuk penindakan penyimpangan soal pangan?

Ada banyak masalah di pertanian, mulai alih fungsi lahan yang tidak terkendali, petani yang beralih profesi, bibit, pupuk, alat pertanian, sampai yang paling utama adalah tidak adanya perbaikan infrastruktur pertanian. Salah satunya adalah penertiban subsidi pupuk.

Kita tahu anggaran subsidi dan produksi pupuk besar. Namun, mengapa saat petani butuh (musim tanam) jadi sulit memperolehnya? Kalau ada juga mahal karena penyimpangan distribusi pupuk.

Jadi, TNI AD menelusuri dan mengontrol distribusi pupuk, mulai dari pabrik sampai tepat ke petani. Selama beberapa bulan ini, TNI AD berhasil menyelamatkan puluhan ribu ton pupuk subsidi yang diselewengkan.


Apa hal itu tidak tumpang tindih dengan polisi?

Tidak. Dalam penertiban penyimpangan soal pangan, TNI AD tetap berkoordinasi dengan kepolisian di lapangan. Persoalan apapun yang terkait dengan penyimpangan pangan menjadi tanggung jawab bersama.

Bagaimana pendapat Anda tentang revisi Keppres No. 63 Tahun 2004 tentang Pengamanan Objek Vital Nasional yang akan melibatkan TNI? Sebab, sebelumnya hanya melibatkan Polri.

Kami menyambut baik revisi Keppres tersebut. Namun, pemerintah yang lebih tahu latar belakangnya. TNI hanya diminta saja. Yang jelas, objek vital nasional merupakan kepentingan bersama dan sangat penting.

Bila terjadi gangguan terhadap produksi dan operasional objek vital nasional, keamanan nasional bisa terkena dampak buruknya. Jadi, melibatkan TNI untuk pengamanan objek vital nasional merupakan langkah yang sangat tepat.

Apa masuknya TNI ke ranah sipil ingin mengulang masa dwifungsi?

Persoalan dwifungsi—TNI masuk ke politik—praktis disebabkan keadaan zaman untuk mengeliminasi komunisme yang merajalela. Namun, dalam perjalanannya, terjadi penyimpangan sehingga harus dikoreksi. TNI tidak ingin kembali ke masa lalu. Masuknya TNI ke ranah sipil didasari atas panggilan dan permintaan rakyat.

Bagaimana dengan pemberantasan teroris?

Kabarnya, ada rebutan jabatan Kepala BNPT. TNI ingin jabatan itu dijabat militer, sedangkan saat ini dipimpin perwira polisi. Tidak ada rebutan. Siapa yang menjabat Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) menjadi wewenang Presiden. TNI tidak ingin berebut soal siapa yang menjadi Kepala BNPT.
(san)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.1084 seconds (0.1#10.140)