Menhan Rymizard: Tempat Hiburan Malam Harus Dijaga PM
A
A
A
JAKARTA - Menteri Pertahanan (Menhan) Ryamizard Ryacudu menyesalkan dan mengaku prihatin atas keributan yang menewaskan prajurit TNI AU. Agar tidak terulang kembali, Menhan akan memanggil ketiga matra untuk melakukan evaluasi.
"Saya sangat sesalkan kenapa terjadi begitu. Panglima TNI sudah keliling sampai ke Aceh dan Papua, nanti kita akan kaji menhan, kita akan panggil dari angkatan-angkatan apa yang boleh dilakukan dan tidak boleh. Itu nggak baik, saya teriak di luar damai, kok tentaranya nggak damai," ujar Ryamizard di Kantor Kementerian Pertahanan, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Rabu, (3/6/2015)
Menhan menilai, insiden tersebut terjadi karena kurang ketatnya pengawasan di internal. Sebab, sejauh ini sistem pembinaan dan rekrutmen prajurit TNI sudah benar dan berjalan dengan baik. "Tinggal dicari kenapa bisa begitu. Pengawasan kurang ketat salah satunya. Itu baru dari saya, belum lihat hasil penyelidikannya," katanya.
Mantan KSAD ini menyarankan agar apel malam kembali digiatkan, dengan demikian semua prajurit dapat terpantau dengan baik karena adanya pengawasan internal. "Kalau apel malam enggak ada, bisa dipertanyakan oleh provost. Jadi di dalam asrama ada pengawasan kemudian di setiap tempat hiburan juga harus ada Polisi Militer (PM) entah dari laut, darat, udara, polisi. Jadi double. Tentara enggak boleh masuk (tempat hiburan malam). Dalam waktu dekat ini saya kasih arahan," ucapnya.
Ryamizard menegaskan, bila prajurit dilarang ke tempat hiburan malam ataupun kafe. Sebelumnya, TNI pernah menempatkan petugas untuk mencegah adanya prajurit yang masuk ke tempat-tempat tersebut. "Ini harus, dulu petugas ada dimana-mana, takut itu tentara," paparnya.
Terkait dengan proses penyelidikan, Ryamizard mengaku, belum mengetahui hasil dari penyelidikan kasus ini. Menurut Ryamizard, perlu ada penyelidikan setidak-tidaknya tiga kali proses penyelidikan sehingga diperoleh hasil yang benar.
"Saya belum dapat laporan hasil penyelidikan. Usut paling tidak tiga kali, kita harus tahu kebenaran, jangan asal menyimpulkan benar atau salah. Ya minimal tiga kali atau tiga sumber yang menyelidiki tidak bisa satu, kita tunggu saja," katanya.
Mantan Pangkostrad ini mengimbau kepada seluruh prajurit untuk tidak mudah diadu seperti yang pernah terjadi pada 1965 silam. Ryamizard juga mengapresiasi langkah Kopassus yang meminta maaf atas insiden tersebut.
"Benar atau salah, kalau ada korban harus minta maaf, harus ksatria. Ini enggak perlu terjadi lagi. Kita akan bicarakan di sini (Kemhan) dengan tiga angkatan, kita panggil tidak boleh terjadi lagi. Kalau terjadi sanksinya akan lebih besar dan berat lagi," tegasnya.
"Saya sangat sesalkan kenapa terjadi begitu. Panglima TNI sudah keliling sampai ke Aceh dan Papua, nanti kita akan kaji menhan, kita akan panggil dari angkatan-angkatan apa yang boleh dilakukan dan tidak boleh. Itu nggak baik, saya teriak di luar damai, kok tentaranya nggak damai," ujar Ryamizard di Kantor Kementerian Pertahanan, Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Rabu, (3/6/2015)
Menhan menilai, insiden tersebut terjadi karena kurang ketatnya pengawasan di internal. Sebab, sejauh ini sistem pembinaan dan rekrutmen prajurit TNI sudah benar dan berjalan dengan baik. "Tinggal dicari kenapa bisa begitu. Pengawasan kurang ketat salah satunya. Itu baru dari saya, belum lihat hasil penyelidikannya," katanya.
Mantan KSAD ini menyarankan agar apel malam kembali digiatkan, dengan demikian semua prajurit dapat terpantau dengan baik karena adanya pengawasan internal. "Kalau apel malam enggak ada, bisa dipertanyakan oleh provost. Jadi di dalam asrama ada pengawasan kemudian di setiap tempat hiburan juga harus ada Polisi Militer (PM) entah dari laut, darat, udara, polisi. Jadi double. Tentara enggak boleh masuk (tempat hiburan malam). Dalam waktu dekat ini saya kasih arahan," ucapnya.
Ryamizard menegaskan, bila prajurit dilarang ke tempat hiburan malam ataupun kafe. Sebelumnya, TNI pernah menempatkan petugas untuk mencegah adanya prajurit yang masuk ke tempat-tempat tersebut. "Ini harus, dulu petugas ada dimana-mana, takut itu tentara," paparnya.
Terkait dengan proses penyelidikan, Ryamizard mengaku, belum mengetahui hasil dari penyelidikan kasus ini. Menurut Ryamizard, perlu ada penyelidikan setidak-tidaknya tiga kali proses penyelidikan sehingga diperoleh hasil yang benar.
"Saya belum dapat laporan hasil penyelidikan. Usut paling tidak tiga kali, kita harus tahu kebenaran, jangan asal menyimpulkan benar atau salah. Ya minimal tiga kali atau tiga sumber yang menyelidiki tidak bisa satu, kita tunggu saja," katanya.
Mantan Pangkostrad ini mengimbau kepada seluruh prajurit untuk tidak mudah diadu seperti yang pernah terjadi pada 1965 silam. Ryamizard juga mengapresiasi langkah Kopassus yang meminta maaf atas insiden tersebut.
"Benar atau salah, kalau ada korban harus minta maaf, harus ksatria. Ini enggak perlu terjadi lagi. Kita akan bicarakan di sini (Kemhan) dengan tiga angkatan, kita panggil tidak boleh terjadi lagi. Kalau terjadi sanksinya akan lebih besar dan berat lagi," tegasnya.
(hyk)