Merger Bukan Solusi Dongkrak Market Share

Senin, 01 Juni 2015 - 11:02 WIB
Merger Bukan Solusi Dongkrak Market Share
Merger Bukan Solusi Dongkrak Market Share
A A A
Rencana penggabungan atau merger sejumlah bank syariah milik anak usaha BUMN dianggap bukanlah suatu keputusan yang tepat untuk meningkatkan market share bank syariah. Akan lebih baik jika pemerintah mengonversi bank konvensional BUMN menjadi bank umum syariah.

Ketua Dewan Kehormatan Asosiasi Bank Syariah Seluruh Indonesia (Asbisindo) Riawan Amin mengatakan, jika tujuannya ingin meningkatkan market share, melakukan merger bank syariah bukanlah keputusan yang tepat. ”Justru kita meminta salah satu bank konvensional BUMN dikonversi secara langsung atau bertahap menjadi bank syariah,” tutur mantan Direktur Bank Muamalat Indonesia ini.

Dia mengungkapkan, sebenarnya ada cara tercepat untuk meningkatkan market share bank syariah. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) memberikan target kepada bank konvensional BUMN untuk meningkatkan market share transaksi syariah di dalam grupnya. Langkah itu perlu dilakukan karena masalah utama market share bank syariah saat ini adalah infrastruktur dan pricing bank syariah yang tidak bisa bersaing dengan bank konvensional.

Ini karena bank syariah harus banyak mengeluarkan biaya untuk menciptakan infrastrukturnya sendiri. Menurut dia, selama ini banyak kesalahan yang diambil dalam mengembangkan bank syariah. Di antaranya saat mengambil strategi spin off, yang mengakibatkan posisi bank syariah tercabut dari induknya dan berdiri sendiri. ”Kalau ditambah lagi keputusan merger, tujuan market share akan semakin jauh,” ungkap peraih Master of Science of Interdisplinary Study, University of Texas USA ini.

Pengamat ekonomi syariah dari Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia Yusuf Wibisono mengatakan, rencana merger merupakan wacana yang prematur. Menurut dia, penggabungan bank BUMN tersebut hanya akan membuat bank lebih besar, tetapi market share -nya tetap. Apalagi fokus bisnis atau operasional dari masing-masing bank beragam, begitu pula budaya kerja dari masing-masing BUMN.

”Maka itu, menggabungkan bankbank BUMN syariah tersebut bukan langkah yang tepat. Belum lagi dengan biaya yang lebih besar, waktu yang panjang, jika tidak bisa menghasilkan pangsa pasar yang lebih besar akhir sama saja,” ucapnya. Itulah sebabnya dia menyarankan untuk meningkatkan pangsa pasar, sebaiknya dilakukan dengan mengonversi bank BUMN konvensional ke syariah.

Hal itu jauh lebih efektif dan efisien untuk menambah aset bank syariah. Apalagi, jika yang dikonversi adalah bank berskala besar, pertumbuhan perbankan syariah tumbuh bisa jauh lebih besar dari saat ini yang masih di bawah 5%. Menurut pengurus Dewan Syariah Nasional (DSN) - Majelis Ulama Indonesia (MUI), Adiwarman Karim, alat ukur pertumbuhan bank syariah dari market share aset dinilai tidak tepat.

Perbankan syariah di Indonesia cenderung membidik sektor ritel sehingga lebih tepat jika alat ukur pertumbuhan bank syariah di Indonesia didasarkan pada jumlah nasabah dan kantor cabang yang dilayani. Pertumbuhan aset, lanjut dia, lebih cocok jika usaha bank syariah lebih condong ke investasi seperti di Arab Saudi, UEA, dan Qatar. Di negara-negara tersebut, tidak ada yang dibiayai bank karena mayoritas masyarakatnya berpenghasilan tinggi.

Akibatnya dana nasabah diinvestasikan di bursa komoditas. Di Malaysia diterapkan Islamic Corporate Banking. Mayoritas dana perbankan syariahnya berasal dari pemerintah sehingga cost of fund lebih murah. ”Tidak cocok jika bank syariah Indonesia diukur dari market share aset,” ucap dia saat workshop dengan wartawan yang diadakan BNI Syariah beberapa waktu lalu.

Sementara pengamat perbankan syariah Muhammad Syakir Sula mengatakan, rencana penggabungan bank BUMN syariah tidak bisa berdiri sendiri. Perlu ditambah dengan penambahan modal inti agar bank syariah bisa lebih berkembang. Penambahan modal inti dilakukan agar menjadi mega bank syariah.

Dananya bisa dari berbagai sumber seperti APBN, penambahan modal dari induk usaha bank syariah yang akan dimerger, BUMN lainnya, atau bisa juga dari dana pensiun. Setelah itu bank syariah tersebut dibuat menjadi BUMN baru dan menangani perbankan syariah secara khusus atau BUMN syariah.

”Hasil merger BUMN tersebut sebaiknya bisa membuat BUMN baru. Tidak lagi menjadi anak BUMN. Tetapi, menjadi BUMN sendiri,” ungkapnya.

Dina angelina/ Robi ardianto/ Hermansah
(ftr)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6250 seconds (0.1#10.140)