Pionir Perlindungan Jiwa Para Pengarung Lautan
A
A
A
Gubernur Sumatera Utara H. Gatot Pujo Nugroho ST, M.Si, meyakini Provinsi Sumut paling diuntungkan secara geografis dengan arah pembangunan kemaritiman saat ini.
Sebab Sumut memiliki garis pantai timur dan pantai barat sepanjang 1.300 kilometer. Kaum nelayan sebagai salah satu aspek pembangunan kemaritiman menjadi bagian yang harus dilindungi pemerintah. Pemerintah Provinsi Sumut (Pemprovsu) pun berupaya hadir di tengah kehidupan Para Pengarung Lautan itu lewat asuransi jiwa.
Kami menyadari bahwa risiko mencari nafkah di lautan sangat besar, terutama bagi nelayan tradisional. Badai dan gelombang di tengah samudra, tak ada yang bisa memprediksi. Para nelayan kita berjuang untuk nafkah dengan mempertaruhkan segalanya.
Dengan semangat itu, Pemprovsu mencoba hadir memberikan dukungan dengan perlindungan nelayan lewat asuransi jiwa sejak 2011,” kata Gubsu Gatot Pujo Nugroho belum lama ini. Dari penelusuran Provinsi Sumut merupakan daerah pertama di Indonesia yang memberikan stimulus nelayan berupa asuransi jiwa sebagai perlindungan. Pola asuransi jiwa nelayan ini bahkan mulai dicontoh oleh daerah lain mulai tahun 2015, seperti Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dan Provinsi Aceh.
”Kami boleh berbesar hati karena apa yang telah kami perbuat diapresiasi provinsi lain dengan melakukannya di daerah masingmasing. Ini adalah bentuk kemauan dan komitmen yang sama untuk menempatkan nelayan sebagai masyarakat yang sejahtera,” katanya. Dikatakannya, di Sumut terdapat 17 kabupaten/kota yang memiliki laut dan masyarakat nelayan di dalamnya, yakni Langkat, Medan, Deliserdang, Serdangbedagai, Batubara, Asahan, Tanjungbalai, Labura, Labuhanbatu, Sibolga, Tapanuli Tengah, Mandailing Natal, Nias Utara, Nias Selatan, Gunung Sitoli, Nias Barat, dan Nias.
Sejak 2011 hingga 2014, sudah ada 3.432 nelayan yang memiliki perlindungan jiwa. Pada tahun pertama, asuransi jiwa nelayan ini dibagikan untuk empat kabupaten/kota dengan 50 peserta, tahun kedua dibagi ke 10 kabupaten/ kota dengan 1.172 peserta, serta mulai tahun ketiga dan keempat asuransi jiwa itu sudah dibagi pada 17 kabupaten/ kota. Asuransi ini berlaku seumur hidup dan memiliki manfaat pertanggungan hingga Rp35 juta.
”Dengan jumlah nelayan di Sumut mencapai 250.000 orang, tentu akan butuh waktu untuk melindungi semua nelayan. Karena itu kami juga mendorong kabupaten/kota menganggarkan polis asuransi jiwa nelayan dalam APBD. Ini butuh sinergitas kita semua agar keberadaan pelayanan pemerintah lebih dirasakan masyarakat nelayan. Kami juga mendorong nelayan untuk membuat kartu identitas nelayan yang sudah digagas Kementerian Kelautan Perikanan agar asuransi ini atau program stimulus lainnya tepat sasaran,” katanya.
Menurut Gatot, upaya memaksimalkan pembangunan berbasiskan kelautan ini kerja sama dengan semua pihak, seperti Tentara Nasional Indonesia (TNI), Polri, dan pemerintah daerah, harus dikedepankan. Langkah awal adalah membangun pemahaman kesadaran kepada seluruh masyarakat tentang arti penting lautan dalam pembangunan bangsa dan masyarakatnya.
”Arah pembangunan ke depan, termasuk di Provinsi Sumatera Utara, akan dilihat sejauh mana perhatian kita terhadap wilayah perairan. Deklarasi Juanda mengingatkan kita bahwa NKRI adalah harga mati, NKRI adalah menjadi suatu kenyataan jika laut antarpulau satu dengan pulau yang lain dikelola secara maksimal dan itulah yang menjadi kata kunci dari masa depan bangsa,” ujarnya.
Gubsu menambahkan, secara umum perlu mengubah mindset mengenai ruang hidup dan ruang juang dari matra darat menjadi matra laut yang sejalan dengan visi pemerintah mengenai Indonesia sebagai poros maritim dunia. Diharapkan hal itu bakal terwujud dalam bentuk Indonesia sebagai kekuatan maritim yang bersatu, sejahtera, dan berwibawa. ”Bangsa Indonesia diharapkan dapat melihat dirinya sebagai poros maritim dunia, kekuatan besar di antara dua samudra,” ujarnya.
Gatot menyebutkan, Pemerintah Provinsi Sumatera Utara (Pemprovsu) sejak tiga tahun terakhir sudah mengarahkan pembangunan daerah pada kawasan pesisir dengan peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM) nelayan hingga memastikan hasil lautnya bisa dimanfaatkan dengan baik mulai dari hulu hingga ke hilir.
Misalnya, Pemprovsu berupaya melahirkan perusahaan dagang sebagai UKM bidang pengolahan hasil laut, meningkatkan kualitas cara budi daya ikan, udang vaname, lele, dan gurame, serta hasil laut lainnya. ”Kegiatan ini kami peruntukan bagi daerah pantai timur seperti Kabupaten Langkat, Serdangbedagai, dan Deliserdang. Kemudian pantai barat seperti Sibolga, Tapanuli Tengah, dan Mandailing Natal,” ungkapnya.
Selain itu, kata dia, tidak hanya soal penangkapan ikan, Pemprovsu dan pemerintah kabupaten/kota di Sumut juga berupaya meningkatkan kemampuan nelayan dalam permesinan kapal perikanan, perakitan, dan pengoperasian gillnet (jaring insang), suatu jenis alat penangkap ikan dari bahan jaring yang bentuknya empat persegi panjang dengan mata jaring dari bagian jaring utama ukurannya sama.
”Ini upaya kita memaksimalkan SDM nelayan atau pendukungnya. Difusi inovasi teknologi bidang kelautan merupakan ke-harusan agar aktivitas kelautan lebih maksimal,” katanya. Menurut Gubsu, Pemprovsu bersama masyarakat Sumut mendukung program pemerintah menjadikan Indonesia sebagai poros maritim dunia untuk kesejahteraan Indonesia.
Poin lain yang menjadi catatan penting masyarakat nelayan di Sumut adalah hingga kini pengelolaan kemaritiman belum optimal dan nelayan masih menjadi kelompok paling miskin. Berbagai persoalan yang muncul adalah infrastruktur kemaritiman belum memadai, kurangnya lembaga pendidikan kemaritiman, pelanggaran yang masih terjadi, serta penegakan hukum belum maksimal. Potensi perikanan wilayah laut Sumut, baik di pantai barat dan timur, cukup besar namun belum sepenuhnya dimanfaatkan.
Disebutkan potensi perikanan Selat Malaka mencapai 276.000 ton per tahun, sementara di Samudra Hindia mencapai 565.200 ton per tahun. Potensi ini diiringi fakta bahwa kawasan kemaritiman di wilayah Sumut semakin rentan terhadap berbagai ancaman karena posisinya strategis. ”Karena itu butuh keterpaduan dan lintas sektoral untuk mengelolanya. Tantangan masih banyak, tapi Pemprovsu optimistis dengan komunikasi yang baik bersama semua pemangku kepentingan, Sumut akan bangkit menjadi salah satu poros maritim Indonesia bagian barat,” katanya.
Mengembangkan Pendidikan Kemaritiman
Kemudian untuk daerah yang tidak memiliki garis pantai, Pemprovsu juga mendorong pengembangan ikan air tawar dan holtikultura. Dalam mendukung program pemerintah berorientasi ke laut, maka pihaknya akan mengoptimalkan koperasi nelayan mengingat masih banyak nelayan kekurangan modal.
Selain itu, program penyelamatan terumbu karang dan hutan bakau, menurutnya juga harus dimaksimalkan karena 60% sudah mengalami kerusakan dan harus direvitalisasi. ”Jajaran kami sudah berkoordinasi dengan Kementerian Koperasi dan UMKM. Kami sudah menyampaikan rencana optimalisasi koperasi nelayan. Mudah-mudahan tahun ini bisa berjalan. Kemudian untuk kawasan pantai yang harus direvitalisasi mulai pantai timur melingkupi Langkat sampai Labuhan Batu, sedangkan di kawasan pantai barat mulai dari Sibolga sampai Madina.
Di sinilah diperlukan kerja sama untuk mengawasinya bersama,” katanya didamping Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan (Diskanla) Sumut Zonny Waldi. Gatot menyebutkan, dalam sejumlah diskusi dengan stakeholder di Sumut, muncul rekomendasi agar Sumut menambah lembaga pendidikan kemaritiman, khususnya perguruan tinggi setingkat universitas atau sekolah tinggi. Hal ini, kata Gubsu, merupakan program yang harus direalisasikan dalam waktu dekat.
Dia secara khusus mengimbau pemerintah kabupaten/ kota yang memiliki wilayah laut dan pantai mengembangkan pendidikan berbasis kelautan di daerah masing-masing. Di Sumut memang belum dikenal sekolah kemaritiman, karena yang dikembangkan masih kurikulum pelayaran dan perikanan.
”Sistem pendidikan kelas kita masih sektoral, tidak terpadu. Masing-masing stakeholder jalan sendiri. Saya harap ke depan minimal di daerah itu ada satu lembaga pendidikan setingkat SMK maupun sekolah tinggi di kawasan yang berbasis sumber daya pesisir. Langkah ke arah sana sudah dilakukan. Diskanla Provinsi Sumut tahun ini telah mengusulkan pada pemerintah pusat untuk membuat Politeknik Perikanan di bawah Kementerian Kelautan Perikanan. Kabupaten Batu Bara sudah menyiapkan lahan untuk itu. Kami harap itu bisa diwujudkan untuk melahirkan ahli-ahli maritim dan perikanan dari Sumut,” ungkapnya.
Fakhrur rozi
Sebab Sumut memiliki garis pantai timur dan pantai barat sepanjang 1.300 kilometer. Kaum nelayan sebagai salah satu aspek pembangunan kemaritiman menjadi bagian yang harus dilindungi pemerintah. Pemerintah Provinsi Sumut (Pemprovsu) pun berupaya hadir di tengah kehidupan Para Pengarung Lautan itu lewat asuransi jiwa.
Kami menyadari bahwa risiko mencari nafkah di lautan sangat besar, terutama bagi nelayan tradisional. Badai dan gelombang di tengah samudra, tak ada yang bisa memprediksi. Para nelayan kita berjuang untuk nafkah dengan mempertaruhkan segalanya.
Dengan semangat itu, Pemprovsu mencoba hadir memberikan dukungan dengan perlindungan nelayan lewat asuransi jiwa sejak 2011,” kata Gubsu Gatot Pujo Nugroho belum lama ini. Dari penelusuran Provinsi Sumut merupakan daerah pertama di Indonesia yang memberikan stimulus nelayan berupa asuransi jiwa sebagai perlindungan. Pola asuransi jiwa nelayan ini bahkan mulai dicontoh oleh daerah lain mulai tahun 2015, seperti Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dan Provinsi Aceh.
”Kami boleh berbesar hati karena apa yang telah kami perbuat diapresiasi provinsi lain dengan melakukannya di daerah masingmasing. Ini adalah bentuk kemauan dan komitmen yang sama untuk menempatkan nelayan sebagai masyarakat yang sejahtera,” katanya. Dikatakannya, di Sumut terdapat 17 kabupaten/kota yang memiliki laut dan masyarakat nelayan di dalamnya, yakni Langkat, Medan, Deliserdang, Serdangbedagai, Batubara, Asahan, Tanjungbalai, Labura, Labuhanbatu, Sibolga, Tapanuli Tengah, Mandailing Natal, Nias Utara, Nias Selatan, Gunung Sitoli, Nias Barat, dan Nias.
Sejak 2011 hingga 2014, sudah ada 3.432 nelayan yang memiliki perlindungan jiwa. Pada tahun pertama, asuransi jiwa nelayan ini dibagikan untuk empat kabupaten/kota dengan 50 peserta, tahun kedua dibagi ke 10 kabupaten/ kota dengan 1.172 peserta, serta mulai tahun ketiga dan keempat asuransi jiwa itu sudah dibagi pada 17 kabupaten/ kota. Asuransi ini berlaku seumur hidup dan memiliki manfaat pertanggungan hingga Rp35 juta.
”Dengan jumlah nelayan di Sumut mencapai 250.000 orang, tentu akan butuh waktu untuk melindungi semua nelayan. Karena itu kami juga mendorong kabupaten/kota menganggarkan polis asuransi jiwa nelayan dalam APBD. Ini butuh sinergitas kita semua agar keberadaan pelayanan pemerintah lebih dirasakan masyarakat nelayan. Kami juga mendorong nelayan untuk membuat kartu identitas nelayan yang sudah digagas Kementerian Kelautan Perikanan agar asuransi ini atau program stimulus lainnya tepat sasaran,” katanya.
Menurut Gatot, upaya memaksimalkan pembangunan berbasiskan kelautan ini kerja sama dengan semua pihak, seperti Tentara Nasional Indonesia (TNI), Polri, dan pemerintah daerah, harus dikedepankan. Langkah awal adalah membangun pemahaman kesadaran kepada seluruh masyarakat tentang arti penting lautan dalam pembangunan bangsa dan masyarakatnya.
”Arah pembangunan ke depan, termasuk di Provinsi Sumatera Utara, akan dilihat sejauh mana perhatian kita terhadap wilayah perairan. Deklarasi Juanda mengingatkan kita bahwa NKRI adalah harga mati, NKRI adalah menjadi suatu kenyataan jika laut antarpulau satu dengan pulau yang lain dikelola secara maksimal dan itulah yang menjadi kata kunci dari masa depan bangsa,” ujarnya.
Gubsu menambahkan, secara umum perlu mengubah mindset mengenai ruang hidup dan ruang juang dari matra darat menjadi matra laut yang sejalan dengan visi pemerintah mengenai Indonesia sebagai poros maritim dunia. Diharapkan hal itu bakal terwujud dalam bentuk Indonesia sebagai kekuatan maritim yang bersatu, sejahtera, dan berwibawa. ”Bangsa Indonesia diharapkan dapat melihat dirinya sebagai poros maritim dunia, kekuatan besar di antara dua samudra,” ujarnya.
Gatot menyebutkan, Pemerintah Provinsi Sumatera Utara (Pemprovsu) sejak tiga tahun terakhir sudah mengarahkan pembangunan daerah pada kawasan pesisir dengan peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM) nelayan hingga memastikan hasil lautnya bisa dimanfaatkan dengan baik mulai dari hulu hingga ke hilir.
Misalnya, Pemprovsu berupaya melahirkan perusahaan dagang sebagai UKM bidang pengolahan hasil laut, meningkatkan kualitas cara budi daya ikan, udang vaname, lele, dan gurame, serta hasil laut lainnya. ”Kegiatan ini kami peruntukan bagi daerah pantai timur seperti Kabupaten Langkat, Serdangbedagai, dan Deliserdang. Kemudian pantai barat seperti Sibolga, Tapanuli Tengah, dan Mandailing Natal,” ungkapnya.
Selain itu, kata dia, tidak hanya soal penangkapan ikan, Pemprovsu dan pemerintah kabupaten/kota di Sumut juga berupaya meningkatkan kemampuan nelayan dalam permesinan kapal perikanan, perakitan, dan pengoperasian gillnet (jaring insang), suatu jenis alat penangkap ikan dari bahan jaring yang bentuknya empat persegi panjang dengan mata jaring dari bagian jaring utama ukurannya sama.
”Ini upaya kita memaksimalkan SDM nelayan atau pendukungnya. Difusi inovasi teknologi bidang kelautan merupakan ke-harusan agar aktivitas kelautan lebih maksimal,” katanya. Menurut Gubsu, Pemprovsu bersama masyarakat Sumut mendukung program pemerintah menjadikan Indonesia sebagai poros maritim dunia untuk kesejahteraan Indonesia.
Poin lain yang menjadi catatan penting masyarakat nelayan di Sumut adalah hingga kini pengelolaan kemaritiman belum optimal dan nelayan masih menjadi kelompok paling miskin. Berbagai persoalan yang muncul adalah infrastruktur kemaritiman belum memadai, kurangnya lembaga pendidikan kemaritiman, pelanggaran yang masih terjadi, serta penegakan hukum belum maksimal. Potensi perikanan wilayah laut Sumut, baik di pantai barat dan timur, cukup besar namun belum sepenuhnya dimanfaatkan.
Disebutkan potensi perikanan Selat Malaka mencapai 276.000 ton per tahun, sementara di Samudra Hindia mencapai 565.200 ton per tahun. Potensi ini diiringi fakta bahwa kawasan kemaritiman di wilayah Sumut semakin rentan terhadap berbagai ancaman karena posisinya strategis. ”Karena itu butuh keterpaduan dan lintas sektoral untuk mengelolanya. Tantangan masih banyak, tapi Pemprovsu optimistis dengan komunikasi yang baik bersama semua pemangku kepentingan, Sumut akan bangkit menjadi salah satu poros maritim Indonesia bagian barat,” katanya.
Mengembangkan Pendidikan Kemaritiman
Kemudian untuk daerah yang tidak memiliki garis pantai, Pemprovsu juga mendorong pengembangan ikan air tawar dan holtikultura. Dalam mendukung program pemerintah berorientasi ke laut, maka pihaknya akan mengoptimalkan koperasi nelayan mengingat masih banyak nelayan kekurangan modal.
Selain itu, program penyelamatan terumbu karang dan hutan bakau, menurutnya juga harus dimaksimalkan karena 60% sudah mengalami kerusakan dan harus direvitalisasi. ”Jajaran kami sudah berkoordinasi dengan Kementerian Koperasi dan UMKM. Kami sudah menyampaikan rencana optimalisasi koperasi nelayan. Mudah-mudahan tahun ini bisa berjalan. Kemudian untuk kawasan pantai yang harus direvitalisasi mulai pantai timur melingkupi Langkat sampai Labuhan Batu, sedangkan di kawasan pantai barat mulai dari Sibolga sampai Madina.
Di sinilah diperlukan kerja sama untuk mengawasinya bersama,” katanya didamping Kepala Dinas Perikanan dan Kelautan (Diskanla) Sumut Zonny Waldi. Gatot menyebutkan, dalam sejumlah diskusi dengan stakeholder di Sumut, muncul rekomendasi agar Sumut menambah lembaga pendidikan kemaritiman, khususnya perguruan tinggi setingkat universitas atau sekolah tinggi. Hal ini, kata Gubsu, merupakan program yang harus direalisasikan dalam waktu dekat.
Dia secara khusus mengimbau pemerintah kabupaten/ kota yang memiliki wilayah laut dan pantai mengembangkan pendidikan berbasis kelautan di daerah masing-masing. Di Sumut memang belum dikenal sekolah kemaritiman, karena yang dikembangkan masih kurikulum pelayaran dan perikanan.
”Sistem pendidikan kelas kita masih sektoral, tidak terpadu. Masing-masing stakeholder jalan sendiri. Saya harap ke depan minimal di daerah itu ada satu lembaga pendidikan setingkat SMK maupun sekolah tinggi di kawasan yang berbasis sumber daya pesisir. Langkah ke arah sana sudah dilakukan. Diskanla Provinsi Sumut tahun ini telah mengusulkan pada pemerintah pusat untuk membuat Politeknik Perikanan di bawah Kementerian Kelautan Perikanan. Kabupaten Batu Bara sudah menyiapkan lahan untuk itu. Kami harap itu bisa diwujudkan untuk melahirkan ahli-ahli maritim dan perikanan dari Sumut,” ungkapnya.
Fakhrur rozi
(ars)