Kalah Dua Kali, Menkumham Disarankan Mundur
A
A
A
UNTUK kedua kalinya Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta membatalkan Surat Keputusan (SK) Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna H Laoly atas kepengurusan partai politik.
Sebelum mencabut SK Menkumham untuk kepengurusan DPP Partai Golkar pimpinan Agung Laksono kemarin, pada 25 Februari 2015 PTUN juga melakukan hal yang sama untuk kepengurusan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) pimpinan Romahurmuziy.
Kekalahan kedua Menkumham ini dinilai sudah layak jadi pertimbangan bagi Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk mengevaluasi kinerja menterinya tersebut. ”Jangan sampai kabinet makin heboh, Presiden harus segera lakukan evaluasi. Dua kegagalan SK ini harus jadi dasar pertimbangan,” ujar Bendahara Umum DPP Partai Golkar hasil Munas Bali, Bambang Soesatyo, kemarin.
Ketua DPP PPP hasil Muktamar Jakarta, Epyardi Asda, menyatakan, SK Menkumham yang dua kali dibatalkan oleh pengadilan menandakan ada yang salah dalam kinerja menteri yang berasal dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) tersebut. ”Saya sebagai wakil rakyat melihat kebijakan yang dikeluarkan pejabat negara tersebut keliru. Presiden harus bisa melihatnya sebagai bahan evaluasi,” ucapnya kemarin.
Epyardi menyatakan, menteri merupakan pembantu presiden sehingga jika terjadi kesalahan yang kasatmata maka sangat perlu dipikirkan untuk segera menggantinya.”Memang saya tidak punya kapasitas untukmendukung reshuffle, tapi seharusnya Presiden bisa melihat fakta itu,” ujarnya.
Pengamat politik dari LIPI, Siti Zuhroh, mengatakan, masyarakat pada dasarnya memiliki harapan besar agar Presiden Jokowi bisa menegakkan hukum, salah satunya melalui kinerja Menkumham. Namun, dengan dua kali pembatalan SK kepengurusan parpol oleh PTUN, itu sudah sepantasnya ada evaluasi yang dilakukan.
”Kalau memang ada penataan ulang kabinet, yang harus diutamakan bukan hanya sisi ekonomi, tapi hukumnya juga. Hukum ini tidak boleh menclamencle , harus betul-betul orang yang profesional di dalamnya,” katanya. Siti juga mengatakan, yang paling ideal adalah Yasonna H Laoly mundur secara sukarela, namun hal itu dianggap mustahil dilakukan. ”Tapi mengharapkan orang mundur itu susah, apalagi mundur karena ada kebijakan yang salah,” ujarnya.
Menkumham Yasonna H Laoly belum bisa dikonfirmasi terkait putusan PTUN ini. Informasi yang diperoleh kemarin, Menkumham berada di luar negeri. Kepala Biro Humas dan Kerja Sama Luar Negeri Kemenkumham, Ferdinand Siagian, memastikan Kemenkumham akan menggelar rapat koordinasi untuk membahas hasil putusan PTUN tersebut.
”Kami akan melakukan rapat khusus, sambil menunggu Pak Menteri pulang, beliau sedang di Amerika, tanggal 22 Mei baru kembali ke Indonesia,” ujarnya.
Mula akmal/ hasyim ashari
Sebelum mencabut SK Menkumham untuk kepengurusan DPP Partai Golkar pimpinan Agung Laksono kemarin, pada 25 Februari 2015 PTUN juga melakukan hal yang sama untuk kepengurusan Partai Persatuan Pembangunan (PPP) pimpinan Romahurmuziy.
Kekalahan kedua Menkumham ini dinilai sudah layak jadi pertimbangan bagi Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk mengevaluasi kinerja menterinya tersebut. ”Jangan sampai kabinet makin heboh, Presiden harus segera lakukan evaluasi. Dua kegagalan SK ini harus jadi dasar pertimbangan,” ujar Bendahara Umum DPP Partai Golkar hasil Munas Bali, Bambang Soesatyo, kemarin.
Ketua DPP PPP hasil Muktamar Jakarta, Epyardi Asda, menyatakan, SK Menkumham yang dua kali dibatalkan oleh pengadilan menandakan ada yang salah dalam kinerja menteri yang berasal dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) tersebut. ”Saya sebagai wakil rakyat melihat kebijakan yang dikeluarkan pejabat negara tersebut keliru. Presiden harus bisa melihatnya sebagai bahan evaluasi,” ucapnya kemarin.
Epyardi menyatakan, menteri merupakan pembantu presiden sehingga jika terjadi kesalahan yang kasatmata maka sangat perlu dipikirkan untuk segera menggantinya.”Memang saya tidak punya kapasitas untukmendukung reshuffle, tapi seharusnya Presiden bisa melihat fakta itu,” ujarnya.
Pengamat politik dari LIPI, Siti Zuhroh, mengatakan, masyarakat pada dasarnya memiliki harapan besar agar Presiden Jokowi bisa menegakkan hukum, salah satunya melalui kinerja Menkumham. Namun, dengan dua kali pembatalan SK kepengurusan parpol oleh PTUN, itu sudah sepantasnya ada evaluasi yang dilakukan.
”Kalau memang ada penataan ulang kabinet, yang harus diutamakan bukan hanya sisi ekonomi, tapi hukumnya juga. Hukum ini tidak boleh menclamencle , harus betul-betul orang yang profesional di dalamnya,” katanya. Siti juga mengatakan, yang paling ideal adalah Yasonna H Laoly mundur secara sukarela, namun hal itu dianggap mustahil dilakukan. ”Tapi mengharapkan orang mundur itu susah, apalagi mundur karena ada kebijakan yang salah,” ujarnya.
Menkumham Yasonna H Laoly belum bisa dikonfirmasi terkait putusan PTUN ini. Informasi yang diperoleh kemarin, Menkumham berada di luar negeri. Kepala Biro Humas dan Kerja Sama Luar Negeri Kemenkumham, Ferdinand Siagian, memastikan Kemenkumham akan menggelar rapat koordinasi untuk membahas hasil putusan PTUN tersebut.
”Kami akan melakukan rapat khusus, sambil menunggu Pak Menteri pulang, beliau sedang di Amerika, tanggal 22 Mei baru kembali ke Indonesia,” ujarnya.
Mula akmal/ hasyim ashari
(ftr)